Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Berkendara Jarak Jauh, Penting Bawa Sopir Pengganti dan Teman "Kuat Melek"

7 November 2021   17:00 Diperbarui: 11 November 2021   13:45 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi melakukan perjalanan jarak jauh. (sumber: thinkstock/Jupiterimages via kompas.com)

Berkendara jarak jauh dengan melintas di jalan tol memang menjadi opsi menyenangkan. Lebih cepat sampai tujuan.

Kita tidak perlu uyel-uyelan dengan kendaraan lain seperti bila melewati jalan biasa sehingga perjalanan berasa sangat lama. Mobil lebih sering berhenti ataupun melambat daripada melaju.

Namun, melintas di jalan tol yang bebas hambatan bisa menjadi momen mengerikan bila kita tidak melakukan persiapan matang sebelum melakukan perjalanan jarak jauh.

Bahwa, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan perjalanan jauh.

Dari hal yang krusial semisal mengecek kondisi mobil dari mesin sampai ban, membawa ban cadangan, hingga mencari info lokasi rest area sebagai titik istirahat selama perjalanan. Jangan lupa mempersiapkan sopir cadangan.

Termasuk mempertimbangkan hal 'receh' perihal siapa yang akan berada di tempat duduk di sebelah sopir. Apa pentingnya? 

Sepintas, itu terdengar bukan hal penting. Tapi, ketika perjalanan jauh yang menempatkan driver pada situasi butuh fokus ekstra, terlebih ketika malam hari ataupun kondisi kelelahan sehingga rawan mengantuk, keberadaan orang yang duduk di sebelah sopir ini sangat penting.

Minimal, dia harus memenuhi kualifikasi 'kuat melek' dan tidak mudah 'pelor' alias nempel langsung molor, hingga 'banyak omong' alias ada saja yang diperbincangkan selama perjalanan sehingga situasi di mobil tetap terjaga.

Terkenang perjalanan Surabaya-Trenggalek

Situasi itu yang pernah saya rasakan ketika menjelan akhir tahun lalu harus melakoni perjalanan lumayan jauh dari Sidoarjo menuju Trenggalek untuk keperluan kerja menulis.

Estimasi waktu perjalanan jarak Sidoarjo via tol Surabaya menuju Trenggalek, salah satu kabupaten di wilayah pesisir pantai selatan di Jawa Timur, sekitar lima jam.

Kami berangkat pagi sekitar pukul 08.00. Berlima menaiki mobil.

Perjalanan pagi serasa menyenangkan. Badan masih segar. Baru saja mandi. Mood kami berlima juga masih asyik. Ngobrol apa saja enak dan bisa jadi diskusi dadakan.

Udara juga masih fresh. Plus guyuran sinar matahari pagi membuat perjalanan semakin menyenangkan. Sekitar satu jam, tol Surabaya-Kertosono dilalui dengan nyaman.

Kata seorang teman, di sepanjang tol Surabaya-Kertosono itu, kami juga melewati tol yang menjadi lokasi kecelakaan yang ramai diberitakan di media itu.

Ketika masuk di Kediri, kami melintasi 'jalan bawah' karena ujung tol memang sampai di situ. Jalan yang ramai oleh lalu lalang kendaraan, para pemotor, hingga perbaikan jalan, membuat perjalanan butuh kesabaran. Berbeda dengan jalan tol yang tinggal wuss.

Setelah melintasi jalan bawah lebih dari tiga jam dengan segala warna-warninya, kami akhirnya tiba di lokasi.

Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya bertemu dengan klien kerja menulis itu. Mulailah kami sibuk bekerja. Urusan mengobrol (baca wawancara) dan urusan lainnya ternyata butuh waktu lumayan lama.

Awalnya saya pikir pukul 04.00 sudah bisa kembali ke Surabaya. Nyatanya, Maghrib baru selesai. Menumpang sholat berjamaah di masjid agung Trenggalek yang megah itu.

Nah, karena teman-teman ini masih harus memberesi tugas dari kantor yang bisa dikerjakan secara jarak jauh (daring), kami tidak langsung pulang. Kami memutuskan memberesi pekerjaan itu di sebuah kafe di pusat kota.

Dari situ kami tahu betapa nyamannya Trenggalek. Jauh dari hingar bingar kendaraan seperti di Surabaya maupun di Sidoarjo. Hujan semakin membuat hawa Trenggale adem. Sejuk.

Pentingnya membawa teman banyak omong dan kuat melek

Sekitar pukul 21.30 tugas-tugas kantor itu selesai. Dan, selesai berarti awal dari perjalanan pulang. Tentu, perjalanan malam akan berbeda dari siang tadi. Harus lebih waspada karena situasi gelap. Hal pertama yang kami lakukan adalah melakukan pergantian sopir.

Teman yang memegang kemudi saat perjalanan berangkat, kali ini beristirahat. Posisinya digantikan teman satunya. Anggap saja sopir cadangan.

Entah apa jadinya bila dari kami berlima hanya seorang saja yang bisa menyetir dan menguasai medan jalanan yang kami lalui. Itu tentu akan menjadi tantangan berat bagi teman yang menyetir.

Kami berlima juga mengatur tempat duduk.

Teman yang masih segar dan terkenal 'cerewet', duduk di depan. Di samping sopir. Saya dan teman yang menjadi sopir pertama, duduk di bangku tengah.

Sedangkan teman yang mengaku sudah lelah dan berasa mengantuk, memilih duduk di bagian paling belakang. Maklum, pagi tadi, dia harus menempuh perjalanan bermotor satu jam dari rumahnya menuju titik pertemuan di rumah teman.

Berpamitan dengan Trenggalek, kami melintasi ruas jalan nasional yang memberlakukan dua arah. Tentu saja itu menuntut kewaspadaan tinggi.

Utamanya ketika harus mendahului truk atau kendaraan berat di depan yang berjalan santai. Harus menghitung jarak kendaraan yang melaju dari awah berlawanan.

Apalagi, teman yang menyetir (bukan mobilnya) sesekali berujar mengabarkan kondisi mobil yang kami tumpangi.

"Bro, persneling mu alot (keras). Wayahe digowo mbengkel, (waktunya ke bengkel)".

Situasi waspada itu juga berlaku ketika melintas di jalan bawah.

Memang, karena sudah malam, jalanan mulai lengang. Namun, harus lebih waspada karena beberapa kali mendadak ada pemotor yang melintasi jalan.

Setelah beberapa jam, kami akhirnya sampai di muka jalan tol lagi.

Teman yang duduk di belakang sudah tidak terdengar suaranya. Begitu juga teman yang tadi pagi memegang setir. Tinggal kami bertiga yang "baterainya" masih lumayan.

Sepanjang perjalanan, teman yang duduk di samping sopir memang ada saja obrolannya untuk menghidupkan suasana di mobil.

Baik mengobrol dengan teman yang menyetir ataupun mengobrol dengan saya. Saya yang sudah merasa mengantuk, jadi ikutan terjaga.

Andai semuanya menuruti keinginan mengantuk dan tidak ada yang banyak omong di mobil, perjalanan malam berjam-jam di mobil itu tentu terasa hening. Menyeramkan.

Sebab, apa jadinya jika teman yang menyetir juga mendadak terserang micro sleep karena merasa kesepian tidak ada teman mengobrol. Dia jadi tertular mengantuk.

Perjalanan malam harus lebih waspada

Berkendara jarak jauh melintasi jalan tol, ada beberapa hal yang harus diperhitungkan agar selamat sampai tujuan/Foto: Otosia.com/Nazar Ray
Berkendara jarak jauh melintasi jalan tol, ada beberapa hal yang harus diperhitungkan agar selamat sampai tujuan/Foto: Otosia.com/Nazar Ray

Sudah tengah malam ketika kami memutuskan berhenti di rest area di tol. Sekadar untuk meluruskan kaki. Beli minuman hangat. Ataupun menuntaskan hajat di ruang toilet.

Sekitar 15-20 menit kami berada di rest area. Ketika merasa sudah kembali segar, kami memutuskan perjalanan.

Di sepanjang jalan tol, hanya ada satu dua kendaraan yang melintas. Itu bak godaan untuk melajukan kendaraan lebih  kencang. Mumpung jalan lengang. Godaan menjadi penguasa jalan tol.

Tapi, setiap mobil melaju dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai, ada teman nyelethuk.

"Nggak perlu ngebut-ngebut bro, sing penting selamet nyampe omah. Wes dienteni anak bojo".

Maknanya kurang lebih, tidak perlu ngebut, yang penting (selamat) tiba di rumah. Sudah ditunggu anak dan istri.

Dan memang, gelapnya malam seharusnya membuat pengguna jalan tol lebih waspada. Sudah banyak cerita, pengguna jalan tol mengalami kecelakaan tunggal ataupun menabrak kendaraan yang diparkir di pinggir jalan.

Alhamdulillah. Kami tiba di rumah sekitar pukul 01.00 WIB. Sudah dini hari. Perjalanan yang melelahkan. Juga sempat menegangkan. Utamanya ketika melintasi jalur dua arah dan mengebut di tengah gelapnya malam.

Untungnya, rumah saya dengan rumah teman yang jadi titik ketemuan itu tidak jauh. Jadinya, saya tidak harus menempuh perjalanan jauh lagi untuk tiba di rumah. Tiba di rumah, lantas disambut istri yang sudah membuatkan segelas teh hangat.

Saya mendadak tergoda untuk membagikan cerita perjalanan itu. Meski mungkin terdengar biasa saja.

Namun, pelajaran pentingnya, ketika kita hendak berpergian jauh, keselamatan berkendara harus benar-benar diperhitungkan. Dari mulai superpenting, hingga hal yang biasa. Seperti perlunya sopir cadangan dan mengajak teman yang bisa menghidupkan suasana lewat obrolan itu tadi.

Itu dulu juga sering saya alami ketika masih bekerja di pabrik koran. Ketika lumayan sering bepergian ke luar kota selepas deadline baik untuk hadir di acara kawinan teman ataupun undangan main bola.

Karena berangkat tengah malam dengan kondisi lelah selepas bekerja, harus ada teman 'banyak omong' dan 'kuat melek' yang diajak serta agar perjalanan jadi asyik. Dan juga lebih waspada menerobos pekatnya malam di jalan tol. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun