Tuchel datang dengan menerapkan skema main yang cocok bagi Chelsea. Dia biasa memainkan pola 3-4-3 dengan bertumpu pada etos kerja luar biasa N'golo Kante di lini tengah.
Lewat pendekatan dan gayanya yang senang mengobrol, Tuchel juga membuat anak-anak muda seperti Mason Mount (22 tahun), Reece James (21 tahun) dan Christian Pulisic (22 tahun) tampil lebih percaya diri.
"Saya tidak ragu mengakui Manchester City dan Bayern sebagai benchmark di Eropa di musim ini dan musim lalu. Kami mencoba memangkas gap dari mereka. Kabar bagusnya, di sepak bola, Anda bisa menutup glap dalam 90 menit," ujar Tuchel.
Mungkinkah kemenangan Tuchel di Liga Inggris, membuatnya bisa kembali mengalahkan Guardiola di final nanti?
Ah, pertandingan Liga Inggris jelas berbeda dengan final Liga Champions. Tapi yang jelas, Tuchel sudah tahu bagaimana cara mengalahkan Guardiola.
Tinggal bagaimana pasukan muda Tuchel bermain di final. Apakah  bakal bermain 'meledak' ataukah malah 'penyakit' Timo Werner yang kerap menyia-nyiakan peluang kembali berulang.
Bila seperti itu, City nya Guardiola bisa menghukum mereka. Dan, Guardiola akan memperpanjang catatan selalu menang di final. Sekaligus, menyamai pencapaian Ottmar Hitzfeld, Jose Mourinho, dan Carlo Ancelotti yang bisa juara Liga Champions bersama dua tim berbeda. Salam final.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H