Meski, selalu ada yang pertama di sepak bola. Selalu ada tim yang akhirnya juara di Liga Champions. Borussia Dortmund merasakannya di tahun 1997. Juga Chelsea di 2012 setelah sempat merana di final 2008.
Faktor Guardiola di final
Namun, bila menyebut tim-tim penasaran yang kalah di final itu, Manchester City berbeda. Sebab, mereka dilatih oleh pelatih yang tahu bagaimana menghadapi final Liga Champions.
Ya, pelatih Manchester City, Josep Guardiola i Sala, sudah pernah tiga kali mencicipi final baik sebagai pemain maupun pelatih.
Hebatnya, tiga kali hadir di final, Guardiola selalu juara. Dia juara sebagai pemain saat membawa Barcelona mengalahkan Sampdoria di final 1992. Itu gelar pertama Barcelona.
Lantas, sebagai pelatih, Guardiola lewat filosofi Tika-Taka, sukses membawa Barcelona juara dua kali di final 2009 dan 2011. Dua-duanya mengalahkan Manchester United yang masih dilatih Sir Alex Ferguson.
Faktor Guardiola inilah yang bisa menjadi pembeda bagi Manchester City saat tampil di final nanti. Kejeliannya dalam menerapkan strategi dan kemampuannya memotivasi pemain, bakal krusial bagi Manchester Biru.
Dalam wawancara dengan uefa.com, pelatih berusia 50 tahun ini menyebut dirinya sebagai 'the happiest man in the world' karena bisa kembali tampil di final Liga Champions.
"Ini sebuah kehormatan. Kami akan melakukan yang terbaik. Yang harus kami lakukan adalah bermain dengan cara kami dan mencoba memenangi pertandingan," ujar Guardiola dikutip dari https://www.uefa.com/uefachampionsleague/match/2029498--man-city-vs-chelsea/prematch/preview/.
Di final nanti, sangat mungkin Guardiola akan kembali memainkan strategi "false nine" alias penyerang palsu dalam skema 4-3-3 seperti di laga perempat final dan semifinal.
Ketika mengalahkan PSG di semifinal, Guardiola tidak memainkan penyerang dalam starting XI. Dia menyimpan Sergio Aguero atau Gabriel Jesus.