Puisi "Perjamuan Khong Guan" Karya Joko Pinurbo
Ibadah Puisi Bersama Joko Pinurbo
Oleh: Hadhoro Bi Akhmad Ngupadi (122221068)Â
Selamat menikmati puisi-puisi khong guan yang disuguhkan Joko Pinurbo untuk kita semua.
Sebelum saya memulai penceritaan tentang pengalaman baca saya terhadap puisi "Perjamuan Khong Guan", saya akan mengulas sedikit tentang Joko Pinurbo.
Siapa Joko Pinurbo? Joko Pinurbo lahir pada tanggal 11 Mei 1962 di Sukabumi, beliau kerap dipanggil sebagai JokPin. Puisi-puisinya telah membentuk khazanah sastra Yogyakarta. Puisi yang berpadu antara humor dan ironi dikemas menjadi satu dalam sebuah karya indah yang lucu sekaligus menyentuh realitas sosial. Beliau merupakan lulusan  Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Sanata Dharma Yogyakarta. Sejak kecil Joko Pinurbo gemar sekali membaca, kemudian menaruh minat dan bakat dalam puisi setelah beliau membaca karya milik Sapardi Djoko Damono dan Goenawan Mohamad.
Perjamuan Khong Guan
Mari kita buka isi kaleng Khong Guan ini : biskuit peyek keripik atau rengginang? Simsalabim. Buka! Waduh isinya ternyata bukan ponsel, kartu ATM, obat, jimat, dan kepingan-kepingan rindu yang sudah membantu.
Melihat ini, sedikit "menggelitik". Ya, lihat saja judulnya. Joko Pinurbo merubah Khong Guan menjadi puisi-puisi yang manis, lucu bahkan ada yang miris. Memang ada-ada saja.
"Perjamuan Khong Guan" salah satu karya Joko Pinurbo. Lihat dari latar sampul Khong Guan mampu menyampaikan tema klasik yang masih menjadi misteri dan perbincangan hangat, khususnya pendekatan puasa dan Ramadhan. Sampul bukunya juga memiliki desain serupa.Â
Masih seputar dengan pertanyaan klasik, dimana ayahmu? Joko Pinurbo menulis puisi tentang ayah di dalamnya yang menjadi misteri, kenapa seorang ayah tidak ada di dalam label kemasan kaleng Khong Guan dan sampul buku kumpulan puisi karya JokPin tersebut. Di tangan Joko Pinurbo, biskuit khong guan menjelma menjadi sebuah puisi yang berbicara tentang agama, budaya, tradisi, dan hal-hal lain di sekitar lingkungan kita. Beliau kembali mampu menjadi seorang penyair yang bereaksi lebih akut dan kritis terhadap fenomena yang terjadi.Â