Bhakti Sadhana
Di suatu sore seorang remaja bernama Yusuf pulang kerumahnya. Sesampainya di rumah ia di sambut oleh ibunya yang sudah cukup tua bernama Tutik.
"Assalamualaikum!" Kata Yusuf ketika masuk.
"Waalaikumsalam." Jawab Ibunya.
Keluarga Yusuf hanya tersisa dirinya dan Ibunya dikarenakan Ayah Yusuf meninggal karena kecelakaan dua tahun yang lalu. Sejak saat itu Yusuf membantu ibunya mencari nafkah dengan membantu ibunya melayani pelanggan di rumah makan mereka.
Selepas Yusuf berganti pakaian ia langsung melayani pelanggan yang baru saja datang. Yusuf dan ibunya bekerja hingga tujuh malam dengan penghasilan yang tak pasti sama setiap harinya. Setelah Yusuf sholat isya ia menghampiri ibunya yang sedang menonton televisi di ruang tengah untuk membicarakan sesuatu.
"Buk." Panggil Yusuf.
"Iya nak ada apa? Kamu perlu keperluan sekolah?" Jawab ibunya.
"Buk sebenarnya besuk disekolah ada acara Bhakti Sadhana."
"Bhakti Sadhana? Apa itu nak?" Tanya ibunya dengan muka bingung dan sedikit khawatir.
"Bhakti Sadhana itu ritual meminta restu pada orang tua dengan mencuci kaki mereka buk. Jadi besuk aku harus membawa baskom, air dan lap untuk mencuci kaki ibu." Jelas Yusuf.
"Oh, kalau begitu ambil saja nak di kamar mandi baskom dan lain-lainnya."
Yusuf pun diam dan masih belum beranjak untuk pergi ke kamar mandi.
"Masih ada lagi nak?" Tanya Ibunya.
"Buk, ibu beneran kuat atau tidak besok? Masalahnya penyakit ibu sudah terlalu parah, aku takut jika besuk ibu kenapa-kenapa."
Ibu Yusuf sebenarnya menderita kanker pada ginjalnya dan telah sampai pada stadium akhir. Terkadang kondisi ibunya makin parah dan harus pergi ke rumah sakit dan di rawat inap disana.
"Ibu masih kuat kok nak, kamu jangan khawatir gitu." Jawab Ibunya.
Yusuf pun mengiyakannya dan pergi ke kamar mandi untuk menyiapkan baskom, air dan lap untuk besuk. Setelah menyiapkan semuanya Yusuf pun belajar dan di lirik oleh ibunya dari balik pintu kamarnya.
"(Belajar yang giat ya nak, semoga cita-citamu tercapai. Aku harus bisa kuat supaya tidak menyusahkan Yusuf kelak di masa depan.) Kata Ibunya dalam hati.
Pada jam dua belas malam Yusuf terbangun karena suara teriakan ibunya dari kamarnya. Yusuf langsung bangun dan berlari ke kamar ibunya. Penyakit ibunya kambuh lagi dan Yusuf segera menelpon ambulan. Yusuf pun mengambilkan air untuk ibunya dan menenangkannya. Namun ibunya tak kuat menahan rasa sakitnya dan memejamkan matanya. Disaat itu Yusuf langsung menangis dan memeluk ibunya erat-erat dan berkata.
"Buk jangan tinggalin Yusuf seperti ini!"
Sesaat kemudian ambulan yang di panggil datang dan segera masuk ke rumah Yusuf. Ibunya pun di cek dan masih bernafas walaupun lemah. Yusuf dan petugas kesehatan mengangkat Ibu Yusuf ke tandu dan membawanya ke ambulan.
Besoknya di pagi hari pada jam enam pagi ibunya tersadar di kamar rumah sakit dengan Yusuf yang tertidur di pangkuannya. Tak lama kemudian suster pun datang untuk mengganti infus ibu Tutik.
"Ah ibu sudah siuman!." Kata suster itu.
"Sus kemarin apa yang terjadi?" Tanya Ibu Tutik.
"Sebentar ya buk saya akan memanggil dokter setelah mengganti infus ibu."
Setelah dokter di panggil oleh suster dokter pun menceritakan segala sesuatu yang terjadi pada jam dua belas dini hari. Ternyata Bu Tutik mendapatkan donor ginjal dari orang lain. Ginjal kiri Bu Tutik sudah tak bisa bekerja lagi setelah terkena kanker dan harus di angkat sementara di usia Ibu Tutik yang tak lagi muda sangat berisiko untuk hidup dengan satu ginjal. Setelah mendengar hal itu Ibu Tutik pun tersenyum dan langsung mengucapkan syukur pada Tuhan yang maha penyayang.
"Alhamdulillah terimakasih Ya Allah semoga orang baik yang ikhlas memberikan ginjalnya pada saya diberkahi oleh dirimu yang maha Kuasa." Kata Bu Tutik.
Dokter dan suster tersenyum mendengarnya dan turut senang.
"Dok kalau boleh tau siapa ya yang memberikan ginjalnya pada saya?" Tanya Bu Tutik.
Dokter terdiam sejenak setelah mendengar itu dan menjawab. "Orang yang memberikan ginjalnya pada ibu ingin indentitasnya di tutupi. Ia berkata jika kebaikan tak harus selalu di ketahui oleh orang lain."
Bu Tutik sedikit kecewa mendengarnya karena ia ingin membalas kebaikan orang tersebut, namun jika memang itu yang orang itu inginkan Bu Tutik juga harus menghargai keputusannya.
Setelah menjelaskan semuanya dokter pun pergi dari sana. Ibu Tutik pun membangunkan Yusuf dan menceritakan apa yang dikatakan dokter tadi. Anehnya Yusuf yang mendengar cerita ibunya hanya menunjukan senyum kecil dan berkata Alhamdulillah saja kemudian segera bangun dan berjalan ke kamar mandi. Ibu Yusuf yang melihat anaknya lesu mulai gelisah padanya.
Sementara di sekolah pada pukul tujuh kurang lima menit guru-guru masih menunggu seorang wali murid yang belum datang karena kursi untuk pelaksanaan Bhakti Sadhana masih tersisa satu. Setelah di hitung dan di absen ternyata benar ada satu anak yang belum berangkat yaitu Yusuf.
"Bagaimana ini pak Joko? Masih tersisa satu kursi" Jawab asisten pak Joko.
Pak Joko selaku panitia Bhakti Sadhana pun harus mengambil tindakkan. Karena banyak orang tua yang harus berangkat bekerja pada akhirnya acara pun di mulai tanpa menunggu Yusuf.
Para murid-murid mulai berjalan dan berlutut di depan orang tua mereka masing-masing. Setelah barisan terakhir murid-murid pun Yusuf masih belum datang. Pak Joko masih berharap jika Yusuf datang walaupun terlambat, namun tak ada tanda-tanda kehadirannya sama sekali.
Akhirnya acara terpaksa di mulai dan di tengah-tengah ceramah Yusuf dan Ibunya datang dengan kursi roda. Yusuf segera ke tempat kursinya. Yusuf pun segera menyesuaikan dengan keadaan dan mendengarkan ceramah sembari menaruh tangannya di pangkuan Ibunya.
Tak lama kemudian Ibunya meneteskan air matanya karena terharu akan ceramah yang di bacakan. Di tengah itu kakinya di cuci oleh anaknya sendiri dengan lembut. Ibu Tutik benar-benar merasa sangat bersyukur memiliki Yusuf sebagai anaknya dan di akhir acara Ibu Tutik memeluk Yusuf dengan sangat erat sambil menangis. Saat itu raut wajah Yusuf menunjukan bahwa ia menahan rasa sakit, namun ia tetap kembali memeluk Ibunya dan terus menahannya sambil berkata.
"Lepaskan saja perasaan ibu disini. Aku ada disini kok tenang saja." Kata Yusuf.
"N-Nak te-terimakasih kamu telah sangat berbakti pada ibu. Ibu sangat beruntung memiliki kamu!" Kata Ibunya dengan terbata-bata.
Setelah acara selesai Yusuf membereskan baskomnya. Airnya ia siram ke tanaman sekitar sekolah dan semua barangnya ia bungkus kembali di dalam plastik. Yusuf pun mengantar Ibunya ke tempat yang teduh dan ijin pergi ke toilet sebentar.
Lima menit, sepuluh menit, sampai lima belas menit Yusuf tak kunjung kembali. Ibunya pun khawatir dan meminta tolong pada tukang kebun disana untuk membawakannya ke kamar mandi sekolah. Ibu Yusuf pun memaksa untuk berdiri dan masuk ke kamar mandi laki-laki dan ia terkejut melihat Yusuf yang sedang memuntahkan darah di wastafel sambil menggenggam sebutir obat di tangannya.
"Nak?!" Teriak Ibu Yusuf.
"Ibu?! Kenapa ibu kesini?" Jawab Yusuf.
"Seharusnya ibu yang bertanya kau kenapa?!"
Yusuf pun tersenyum dan menaruh obatnya. Yusuf mengangkat bajunya dan tangis ibunya sudah tak bisa tertahan lagi. Ibunya melihat sebuah jahitan di bagian perut Yusuf yang berarti orang yang mendonorkan ginjalnya adalah anaknya sendiri.
"Kenapa! Kenapa nak! Kenapa kamu membahayakan hidupmu!" Teriak Ibunya histeris berjalan ke Yusuf.
Karena belum pulih ibunya pun tak kuat untuk berjalan lagi dan akhirnya merangkak ke arah Yusuf. Yusuf segera bertindak dan menahan pergerakan ibunya supaya tidak makin parah.
"Sudah buk jangan di paksakan. Aku tak ingin bagian dari diriku yang sudah tertanam di ibu menjadi sia-sia." Jawab Yusuf.
"Tapi nak! Dengan begini umurmu tak akan bisa lama!" Kata Ibunya.
"Jika memang umurku tidak lama maka akan lebih baik aku menikmati umur yang pendek dengan orang yang aku cintai dan kasihi dari pada umur yang panjang dengan penuh penyesalan."
Setiap kata-kata dari Yusuf selalu menyentuh hati Ibunya. Ibunya terus menangis membayangkan pengorbanan anaknya selama ini. Yusuf pun menenangkannya dan mengembalikan ibunya ke kursi rodanya. Yusuf pun mengantarkan Ibunya ke gerbang sekolah dan memanggilkan taksi untuk mengantar ibunya pulang.
Sebelum pergi Ibunya bertanya kepada Yusuf.
"Nak sebenarnya apa motivasimu menyelamatkan ibu? Ibu tak mau menerima kata-kata yang sama kali ini!"
"Dulu Ayah pernah berkata ketika aku masih kecil dan masih cengeng. Bahwa jika aku menangis maka ayah dan ibu akan menenangkan ku dengan rasa gelisah dan khawatir. Itulah kenapa aku tak menangis lagi sejak itu dan terus berusaha menjaga kalian. Jika suatu saat nanti aku meneteskan air mataku lagi, aku tak ingin kalian merasa gelisah dan khawatir aku hanya ingin pelukan hangat dari kalian."
Saat Ibunya mendengar itu Ibunya menahan tangisnya dan berkata.
"Kalau begitu Ibu juga tak akan menangis supaya kamu tak gelisah!" Kata Ibunya.
Namun air mata memang tak bisa di tahan entah bagaimana pun caranya perasaan seseorang pasti akan keluar dengan sendirinya. Yusuf hanya tertawa dan tersenyum melihat air mata yang menetes lagi dari mata ibunya.
"Kenapa kamu tertawa!" Kata Ibunya.
"Hahaha tak apa, ibu sudah berusaha sebisa mungkin menyembunyikannya. Tapi tolong jangan sembunyikan itu di hadapanku, karena nanti aku tak bisa mengerti perasaan ibu."
Pada akhirnya Yusuf kembali ke kelasnya setelah ibunya berangkat naik taksi. Tentunya Yusuf tetap di marahi oleh guru karena terlambat, namun ia sudah cukup puas dan tak ingin beralasan yang aneh-aneh lagi dan ingin cerita ini ia simpan di hatinya.
~TAMAT~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H