Mohon tunggu...
Agustinus Nicolaus Yokit
Agustinus Nicolaus Yokit Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Menjadi prehensi positif bagi perkembangan orang lain... Masih belajar untuk Altruis... Sedang berjalan dalam pencarian pada Kebijaksanaan Sejati...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisa Doa Tobat Ayub (42:2-6)

17 Desember 2022   19:31 Diperbarui: 17 Desember 2022   19:39 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DOA TOBAT AYUB

Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal. Firman-Mu: Siapakah dia yang menyelubungi keputusan tanpa pengetahuan? Itulah sebabnya, tanpa pengertian aku telah bercerita tentang hal-hal yang sangat ajaib bagiku dan yang tidak kuketahui. Firman-Mu: Dengarlah, maka Akulah yang akan berfirman; Aku akan menanyai engkau, supaya engkau memberitahu Aku. Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu. (Ayub 42:2-6, Doa Ayub setelah Mendengar dan Melihat Tuhan).

***

 

BACKWARD QUESTION

Siapa Ayub?

Ayub dikenal sebagai orang yang saleh, jujur, takut akan Allah, dan suka menjauhi kejahatan (Ayub 1:1, 3). Ia menjadi teladan bagi siapa pun yang taat kepada Allah. Semua cobaan yang datang kepada Ayub mampu dilewatinya karena keteguhan imannya kepada Allah. Ayub sangat sadar bahwa Allah yang diketahuinya adalah Allah yang mahakuasa. Allah yang dapat melakukan segala sesuatu seturut kehendak-Nya (Ayub 42:2).

 

Bagaimana Hubungan Ayub dengan Allah?

Hubungan antara Ayub dan Allah adalah murni hubungan yang jelas mewakili relasi antara Allah dan manusia. Ayub hadir dan dengan penuh kerendahan hati memanjatkan doa tobat kepada Allah. Karena Ia sadar akan kuasa dan keadilan-Nya di dalam seluruh hidupnya. Ia memahami dengan sungguh keadilan Allah, maka dengan rendah hati ia turut mengambil jalan pertobatan sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah.

Bagaimana Hubungan Ayub dengan Sesama?

Ayub adalah seorang laki-laki yang tinggal di tanah Us. Ia dikisahkan sebagai seorang yang sangat kaya, bahkan disebut sebagai yang terkaya dari semua orang di sebelah timur. Ayub memiliki tujuh anak laki-laki, tiga anak perempuan dan juga memiliki harta kekayaan yang di antaranya: tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina. Walaupun demikian, Ayub akhirnya kehilangan semua anaknya dan segala harta bendanya, dan juga dihinggapi penyakit kulit (Ayub 1:12). Terhadap semua yang dialami dan dimilikinya, Ayub tidak memiliki keterikatan yang radikal. Ia lepas bebas dan tidak sekali-kali menyesali kehilangan yang terjadi. Karena, Ia memiliki kesetiaan yang luar biasa kepada Tuhan, maka keterikatan kepada manusia maupun barang milik, tidak menjadi yang utama.

Bagaimana Konteks Doa Ayub?

Dalam doa ini, Ayub digambarkan sedang mengalami penderitaan dan kemalangan. Di dalam penderitaan dan kemalangannya, ia berdoa dan bertobat kepada Allah. Ia memohon pertolongan dari Allah agar menyelamatkannya. Ia tidak sedih tetapi tenang menghadapi cobaan yang ada. Ayub tidak lari melainkan bertahan sampai selesai dalam menghadapi cobaan dari Allah. Walaupun ada momen di mana Ayub berkeluh kesah pada Allah, tapi toh ia kembali lagi pada ketaatannya di hadapan Allah. Ayub tidak marah ataupun menuduh Allah (Ayub 1:22), melainkan menerima semuanya dan tidak berbuat dosa (Ayub 2:10b).

 

INWARD QUESTION

1. Siapakah Manusia yang Berdoa?

Manusia digambarkan sebagai mereka yang menderita dan melakukan dosa. Dalam konteks ini kita melihat realitas Ayub yang saleh, jujur, takut akan Allah, dan suka menjauhi kejahatan (Ayub 1:1,3). Pernyataan atau ungkapan Ayub "tidak berdosa" dengan bibirnya dapat disimpulkan bahwa selama dalam kondisinya yang sulit, Ayub tidak pernah melakukan yang hal tidak benar dalam arti mengutuk Allah seperti yang diharapkan oleh Iblis dan juga istrinya (1:11; 2:5, 9). Alasannya adalah dosa selalu dikaitkan dengan apa yang keluar dari dalam mulut seseorang. Biasanya ketika mengalami penderitaan, kecenderungan manusia adalah mengutuki Allah atau menolak penderitaan yang diterima. Tetapi ini berbeda dengan Ayub. Ia bahkan tidak pernah mengutuki Allah ketika ia belum menderita dan setelah ia menderita. Hal ini semakin mempertegas bahwa penderitaan tak selamanya dikaitkan dengan dosa.

Siapakah Allah?

Allah dipahami sebagai Dia yang menghakimi dengan adil (13:1-28; 23:7-12; 34). Allah yang sungguh memperhatikan penderitaan manusia (35:1-15). Allah yang siap berperkara dengan manusia (40:1-28). Apabila ditelusuri dalam seluruh kisah Ayub, Allah dapat dilihat sebagai pribadi yang tidak segan-segan mencobai manusia. Ia bahkan mencobai manusia yang saleh, setia dan takut pada-Nya (1:12; 2:6-7). Pencobaan ini terlihat jelas dalam kisah Ayub. Selain mencobai manusia, Allah juga tidak segan-segan menghukum manusia secara adil (8:3-7). Dan Ayub mengakui bahwa tak seorang pun dapat bertahan di hadapan Allah, sang kebenaran sejati (9:1-35). Oleh karena itu, Allah dipahami sebagai pribadi yang memiliki kuasa penuh terhadap segala sesuatu di dunia tanpa terkecuali.

Bagaimana hubungan manusia dengan Allah?

Hubungan manusia dengan Allah tertampak di dalam relasi sang Pencipta dan ciptaan. Karena Allah sebagai pencipta yang mahakuasa dan mahaadil, maka manusia selalu berusaha untuk berlaku sesuai kehendak-Nya. Relasi manusia dengan Allah digambarkan dalam pengalaman Ayub sendiri. Ayub bahkan sampai mengeluh kepada Allah atas perbuatan-Nya kepada Ayub (16:1-22; 17:1-16). Ayub menyadari bahwa Allah berkuasa atas hidup dan matinya. Allah juga memberikan penderitaan kepada manusia agar manusia dapat merefleksikan hidupnya melalui penderitaan yang dialami (10:1-7).

Apa Fungsi Doa Tobat Ayub?

Doa menjadi sarana bagi manusia untuk mengungkapkan isi hati kepada Allah. Fungsi doa tertampak jelas dalam keluh kesah Ayub kepada Allah (3:1-26). Doa juga menjadi sarana bagi manusia untuk berkomunikasi secara intim dengan Allah. Dalam konteks doa Ayub kepada Allah setelah mengalami penderitaan dan kemalangan, doa justru menjadi ungkapan tobat (1:20-21). Ungkapan tobat yang sekaligus menjadi jalan kembali untuk membangun relasi antara Allah dan manusia (Ayub).

Apa Nilai Doa Tobat Ayub?

Di dalam doa tobat yang dipanjatkan oleh Ayub kepada Allah, terdapat tiga nilai yang hendak ditampilkan oleh Ayub:

Kesetiaan

Nilai kesetiaan ditunjukkan dalam doa Ayub di hadapan Allah. Sewaktu Ayub ditimpa malapetaka, Ia mengingat hari-hari yang lampau. Ayub telah menempuh kehidupan yang baik, dan terlindung dari kemalangan. Setiap orang terkemuka menghargai dia dan meminta nasihatnya (Ayub 29:5-11). Ia kaya, tetapi memiliki pandangan yang seimbang mengenai uang (Ayub 31:24, 25, 28), yakni bila ada janda atau anak yatim yang berkekurangan, ia membantu mereka (Ayub 29:12-16). Dan, ia setia kepada istrinya (Ayub 31:1, 9, 11). Bahkan ketika ia mengalami kemalangan dalam hidupnya, ia tetap setia kepada Allah.

Kerendahan Hati

Selain nilai kesetiaan, dalam doa Ayub juga ditamplikan kerendahan hati. Ayub tidak menyalahkan alam. Ayub tidak menyalahkan situasi. Ayub tidak menyalahkan para penjaga. Ayub tidak menyalahkan para perampok. Ayub tidak menyalahkan isterinya. Ayub tidak menyalahkan teman-temannya. Ayub tidak menyalahkan dirinya sendiri. Ayub tidak menyalahkan sekelilingnya. Terlebih lagi, Ayub tidak menyalahkan Allah seperti yang dinyatakan dalam teks, 'Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut' (Ayb. 1:22). Ayub tetap hidup benar di hadapan Allah. Ia tetap rendah hati mengakui kemahakuasaan dan keadilan Tuhan dalam hidupnya dengan berkata: "Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil, terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21b).

Ketaatan

Nilai lain yang ditampilkan ialah ketaatan. Walaupun Ayub berkeluh kesah di hadapan Tuhan (Ayub 3:1-26), ia kemudian dengan rendah hati menaati segala keputusan Allah baginya. Karena tanpa pengertian, Ayub telah bercerita dan berkeluh kesah tentang hal-hal yang tidak diketahuinya, yang sesungguhnya berasal dari Allah. Namun, Ayub kemudian taat untuk mengadakan pertobatan. Ia lalu berdiri, mengoyakkan jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujud menyembah Allah (Ayub 1:20).

Apa Makna Doa Tobat Ayub?

Makna yang terkandung dalam doa tobat Ayub di hadapan Allah ialah:

Allah Mahakuasa dan Adil

Pertama-tama Ayub sungguh-sungguh menyadari kemahakuasaan dan keadilan Allah bagi segala sesuatu termasuk hidupnya. Maka, doa yang dipanjatkan oleh Ayub melukiskan dengan sangat baik betapa Allah itu lebih dari pada manusia. Allah tidak terbatas dan penuh kuasa penuh atas segala sesuatu. Sedangkan manusia terbatas dan tidak memiliki kuasa penuh atas hidupnya. Selain menunjukkan kemahakuasaan Allah, doa Ayub juga merujuk pada Allah yang adil bagi segala sesuatu. Allah ada dalam segala sesuatu dan mengambil peran dengan adil di dalamnya.

Pengenalan akan Allah sangatlah penting

Doa yang dipanjatkan oleh Ayub menunjukkan dengan sangat baik betapa pentingnya pengenalan akan Allah. Karena Ayub sadar bahwa keluh kesah dan pertentangan yang dilakukan olehnya terhadap Allah, muncul dari pengenalan yang kurang memadai terhadap-Nya. Allah harus dikenal dan dipahami dengan iman yang mendalam. Di tengah pergumulan hidup dan cobaan, doa Ayub mengarahkan manusia untuk berani mencari Allah. Mencari Dia dalam setiap pengalaman yang ada dan berusaha untuk memperkaya pengenalan akan Dia, agar manusia tidak dengan mudah menghakimi Allah.

Kerendahan Hati untuk Bertobat

Doa Ayub sesungguhnya menampilkan kerendahan hati seorang manusia untuk bertobat. Kerendahan hati untuk memulihkan kembali relasi yang terputus dengan Allah. Relasi yang terputus bukan karena dosa, tetapi karena Allah hendak melihat sejauh mana iman kita kuat kepada-Nya. Walaupun kita setia dan taat kepada Allah, tetapi pencobaan juga akan diberikan demi memurnikan iman kepercayaan kita kepada-Nya.

 

Kesetiaan kepada Allah

Ayub akhirnya menemukan bahwa kebahagiaan itu akan didapatkan dalam kesetiaannya kepada Allah. Kesetiaan itu hendaknya dimiliki oleh setiap manusia baik dalam keadaan untung maupun dalam kemalangan. Walaupun ia tetap gelisah karena dianggap sebagai orang yang berdosa oleh sahabat-sahabatnya. Bahkan mereka pun mempertanyakan kesucian Ayub karena mengalami kemalangan dan penderitaan yang ada. Akan tetapi, Ayub tetap setia pada Tuhan sampai akhirnya ia diselamatkan oleh Allah.

FORWARD QUESTION

1. Apa yang menjadi Inspirasi bagi saya?

1.1. Apa yang saya pelajari dari Ayub?

Saya belajar untuk menjadi pribadi yang setia dan taat kepada Allah seperti Ayub (1:1,3). Menjadi pribadi yang tetap setia dan taat meskipun berada di tengah pencobaan yang berat. Mengapa saya harus setia dan taat? Karena, Ayub mengajarkan dan menunjukkan suatu keberanian untuk menerima penderitaan dan kemalangan walaupun tidak berbuat dosa sama sekali (1:11; 2:5, 9). Saya belajar untuk menerima semua keputusan dengan rendah hati dan penuh kepercayaan bahwa Allah itu maha adil (8:3-7). Saya juga digerakkan untuk tidak mudah mengutuki Allah di dalam kemalangan hidup yang saya derita. Karena Allah adalah sang Kebenaran Sejati, yang menunjukkan kemahakuasaan-Nya kepada Ayub.

1.2. Apa yang saya pelajari dari sahabat-sahabat Ayub?

Saya melihat bahwa sahabat-sahabat Ayub juga memiliki peran penting dalam pergumulan hidup dan perkembangan imannya. Saya belajar untuk menjadi pribadi yang peka dan cepat tanggap seperti sahabat-sahabat Ayub. Mereka yang setelah mendengar kabar malapetaka Ayub segera datang untuk menemui dan menghiburnya (2:11). Saya belajar untuk mendahulu orang lain atau sesama kita yang membutuhkan bantuan. Saya digerakkan untuk menjadi pribadi yang bukan hanya memiliki simpati tetapi lebih dari itu memiliki empati (turut merasakan apa yang dirasakan oleh sesama). Selain itu, saya belajar juga dari sikap sahabat Ayub yang tidak bijaksana  dan dengan mudah menghakimi Ayub  (4:1, 7-8). Saya belajar untuk tidak mudah menghakimi sesama sebelum mendengarkan penjelasan langsung dari pribadi tersebut.

1.3. Apa yang saya pelajari dari gambaran Allah?

Saya belajar untuk mengenal dan memahami Allah lebih dalam lagi. Karena pengenalan yang baik akan Allah dapat mengarahkan pola pikir, pola rasa, dan pola tindak terhadap Allah sendiri. Sebagaimana Allah digambarkan menjadi pribadi yang siap menghakimi dengan adil (13:1-28; 23:7-12; 34), maka saya pun belajar untuk berperilaku adil di dalam hidup dan berelasi dengan sesama. Saya juga diarahkan untuk menjadi pribadi yang mampu memahami sesama, sebagaimana Allah memahami setiap ciptaan-Nya.

1.4. Apa yang saya pelajari dari hubungan manusia dan Allah?

Pertama-tama saya disadarkan bahwa saya adalah manusia yang lemah dan berdosa. Di dalam keberdosaan itu, saya diarahkan untuk kembali kepada Tuhan dengan melakukan pertobatan. Doa tobat Ayub, sesungguhnya menunjukkan gerakkan perubahan dari ketidaktahuan menuju pada pengenalan akan Allah (42:5-6). Ketidaktahuan Ayub lebih tertuju pada sikap bingungnya. Ia bingung atas semua penderitaan dan kemalangan yang diterimanya. Walaupun bingung, ia tetap menerima dengan rendah hati. Dalam konteks ini, pengenalan akan Allah merupakan hal yang penting. Karena pengenalan yang mendalam akan Allah, maka saya dapat menerima semua penderitaan dan kemalangan hidup. Di dalam relasi dengan Allah, saya belajar untuk menjadi pribadi yang tidak mudah mengeluh. Allah tidak akan membiarkan anak-Nya berjalan dan berjuang sendirian. Allah justru mengajarkan saya untuk mampu berefleksi atas penderitaan dan kemalangan hidup ini.  Manusia digambarkan sebagai mereka yang menderita dan melakukan dosa.

1.5. Apa Makna Doa Ayub dalam Hidup Harian?

Saya sadar bahwa doa Ayub di hadapan Allah, sesungguhnya memiliki kesamaan dalam hidup saya. Dalam beberapa pengalaman ketika diperhadapkan dengan penderitaan hidup, saya cenderung untuk tidak mempersalahkan Allah. Saya justru belajar untuk merendahkan diri di hdapan-Nya, dan kemudian memetik makna apa di balik pengalaman penderitaan itu. Saya pernah gagal ketika mengikuti ujian akhir untuk masuk Tahun Orientasi Rohani di Nabire. Saya pernah tidak diterima untuk lanjut dalam panggilan karena sakit. Pengalaman-pengalaman ini menyadarkan saya akan kesamaan dengan kisah hidup Ayub dan bagaimanan ia berdoa di hadapan Allah.

Saya akui bahwa saya belum mampu menjadi seperti Ayub yang dengan setia, rendah hati, dan taat pada Allah dalam doanya. Tetapi, saya merasa bahwa pergumulan Ayub dan doanya juga pernah saya rasakan dan alami. Sehingga itu menjadi kekuatan rohani dalam perjalanan hidup iman saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun