Mohon tunggu...
Agustinus Nicolaus Yokit
Agustinus Nicolaus Yokit Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Bukan seorang Pujangga dan Bukan seorang Filsuf

Menjadi prehensi positif bagi perkembangan orang lain... Masih belajar untuk Altruis... Sedang berjalan dalam pencarian pada Kebijaksanaan Sejati...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Analisa Doa Tobat Ayub (42:2-6)

17 Desember 2022   19:31 Diperbarui: 17 Desember 2022   19:39 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Apa yang menjadi Inspirasi bagi saya?

1.1. Apa yang saya pelajari dari Ayub?

Saya belajar untuk menjadi pribadi yang setia dan taat kepada Allah seperti Ayub (1:1,3). Menjadi pribadi yang tetap setia dan taat meskipun berada di tengah pencobaan yang berat. Mengapa saya harus setia dan taat? Karena, Ayub mengajarkan dan menunjukkan suatu keberanian untuk menerima penderitaan dan kemalangan walaupun tidak berbuat dosa sama sekali (1:11; 2:5, 9). Saya belajar untuk menerima semua keputusan dengan rendah hati dan penuh kepercayaan bahwa Allah itu maha adil (8:3-7). Saya juga digerakkan untuk tidak mudah mengutuki Allah di dalam kemalangan hidup yang saya derita. Karena Allah adalah sang Kebenaran Sejati, yang menunjukkan kemahakuasaan-Nya kepada Ayub.

1.2. Apa yang saya pelajari dari sahabat-sahabat Ayub?

Saya melihat bahwa sahabat-sahabat Ayub juga memiliki peran penting dalam pergumulan hidup dan perkembangan imannya. Saya belajar untuk menjadi pribadi yang peka dan cepat tanggap seperti sahabat-sahabat Ayub. Mereka yang setelah mendengar kabar malapetaka Ayub segera datang untuk menemui dan menghiburnya (2:11). Saya belajar untuk mendahulu orang lain atau sesama kita yang membutuhkan bantuan. Saya digerakkan untuk menjadi pribadi yang bukan hanya memiliki simpati tetapi lebih dari itu memiliki empati (turut merasakan apa yang dirasakan oleh sesama). Selain itu, saya belajar juga dari sikap sahabat Ayub yang tidak bijaksana  dan dengan mudah menghakimi Ayub  (4:1, 7-8). Saya belajar untuk tidak mudah menghakimi sesama sebelum mendengarkan penjelasan langsung dari pribadi tersebut.

1.3. Apa yang saya pelajari dari gambaran Allah?

Saya belajar untuk mengenal dan memahami Allah lebih dalam lagi. Karena pengenalan yang baik akan Allah dapat mengarahkan pola pikir, pola rasa, dan pola tindak terhadap Allah sendiri. Sebagaimana Allah digambarkan menjadi pribadi yang siap menghakimi dengan adil (13:1-28; 23:7-12; 34), maka saya pun belajar untuk berperilaku adil di dalam hidup dan berelasi dengan sesama. Saya juga diarahkan untuk menjadi pribadi yang mampu memahami sesama, sebagaimana Allah memahami setiap ciptaan-Nya.

1.4. Apa yang saya pelajari dari hubungan manusia dan Allah?

Pertama-tama saya disadarkan bahwa saya adalah manusia yang lemah dan berdosa. Di dalam keberdosaan itu, saya diarahkan untuk kembali kepada Tuhan dengan melakukan pertobatan. Doa tobat Ayub, sesungguhnya menunjukkan gerakkan perubahan dari ketidaktahuan menuju pada pengenalan akan Allah (42:5-6). Ketidaktahuan Ayub lebih tertuju pada sikap bingungnya. Ia bingung atas semua penderitaan dan kemalangan yang diterimanya. Walaupun bingung, ia tetap menerima dengan rendah hati. Dalam konteks ini, pengenalan akan Allah merupakan hal yang penting. Karena pengenalan yang mendalam akan Allah, maka saya dapat menerima semua penderitaan dan kemalangan hidup. Di dalam relasi dengan Allah, saya belajar untuk menjadi pribadi yang tidak mudah mengeluh. Allah tidak akan membiarkan anak-Nya berjalan dan berjuang sendirian. Allah justru mengajarkan saya untuk mampu berefleksi atas penderitaan dan kemalangan hidup ini.  Manusia digambarkan sebagai mereka yang menderita dan melakukan dosa.

1.5. Apa Makna Doa Ayub dalam Hidup Harian?

Saya sadar bahwa doa Ayub di hadapan Allah, sesungguhnya memiliki kesamaan dalam hidup saya. Dalam beberapa pengalaman ketika diperhadapkan dengan penderitaan hidup, saya cenderung untuk tidak mempersalahkan Allah. Saya justru belajar untuk merendahkan diri di hdapan-Nya, dan kemudian memetik makna apa di balik pengalaman penderitaan itu. Saya pernah gagal ketika mengikuti ujian akhir untuk masuk Tahun Orientasi Rohani di Nabire. Saya pernah tidak diterima untuk lanjut dalam panggilan karena sakit. Pengalaman-pengalaman ini menyadarkan saya akan kesamaan dengan kisah hidup Ayub dan bagaimanan ia berdoa di hadapan Allah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun