Mohon tunggu...
Gusrina Fauzana
Gusrina Fauzana Mohon Tunggu... Guru - Seseorang yang sedang belajar untuk menjadi pribadi yang bermanfaat

Ibu dari tiga orang putra ini memiliki hobi jadi pejuang literasi mengajak para orangtua untuk mengenalkan buku pada anak sedari dini

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jungkir Balik Dunia Saat Ibu Sakit

1 Maret 2024   21:34 Diperbarui: 2 Maret 2024   13:36 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ariel Skelley / Getty Images 

Dua kali dalam seminggu, biasanya saya langsung menunggu mereka ganti baju, untuk diantarkan lagi ke lapangan mengikuti sekolah sepak bola yang jadwalnya setengah empat sore. Maka paslah, setelah mengantarkan mereka saya balik lagi ke sekolah untuk absen sore di jam empat teng, kemudian balik lagi ke lapangan menunggu mereka selesai latihan bola, yang biasanya baru berhenti setelah adzan magrib berkumandang. 

Disaat itulah kami baru kembali kerumah, mandi, makan, dan menemani anak-anak mengaji, kemudian membacakan cerita sebelum tidur. Tapi saya belum bisa istirahat teman, selepas magrib menjelang isya adalah jadwal ayahnya pulang kerja. Selain membuatkan minum, lalu menyiapkan makan malam, yang biasanya harus dimasak dulu, atau setidaknya dipesankan dulu melalui gofood. 

Ngobrol sembari memutar mesin cuci dan menyetrika atau melipat pakaian. Semampunya saja, karena sebenarnya mata sudah tidak kuat menahan kantuk. Selain memang saya tipikal tidur diawal waktu, lelah seharian juga membantu mata ini meronta-ronta dengan segera. Begitulah terjadi setiap hari. Sedangkan sabtu minggu, jika tidak kemana-mana, tentu saja saya bergulat dengan setrikaan yang selalu menggunung setiap minggunya. 

Saat kaki kiri ini tidak bisa diinjakkan lagi, semua rutinitas tadi berhenti total. Untunglah saya masih bisa berjalan menggunakan alat bantu jalan, sehingga untuk mengurus diri sendiri tidak terlalu membebani anggota keluarga lain. Sedangkan semua rutinitas yang biasanya saya kerjakan otomatis berpindah ke pundak suami, dan dibantu ibu mertua juga. 

Sebenarnya bersyukur karena suami tipikal laki-laki yang bisa mengurus rumah. Tapi melihat cara kerja terkadang tertawa prihatin tapi tidak mau diberikan petunjuk. Misal saat mencuci pakaian, semuanya dibalik sehingga bagian bagusnya berada diluar. Tapi saat menjemur dibalik kembali agar bagian bagusnya berada di bagian dalam. 

Begitu juga saat mengangkat jemuran, pakaian tadi kembali dibalik agar bagian bagusnya berada di luar lagi. Belum lagi bilas di mesin cucinya sampai berkali-kali, sampai benar-benar bersih katanya. Alhasil, terlalu banyak waktu yang dihabiskan hanya untuk mencuci pakaian saja. 

Belum lagi urusan cuci piring. Saya yang biasa bekerja di sambi, saat mencuci baju, bisa sekalian mencuci piring, maka lebih terbiasa menumpuk piring kotor biar dicucinya nanti sekalian saja. Biar sekalian berada di dapur, biar sekali aja basah bajunya. Biar praktis aja gak bolak balik main air di dapur. 

Tapi itu menurut saya. Tapi suami selalu gatal tangannya setiap melihat ada peralatan yang kotor. Meskipun hanya sebuah piring, sebuah gelas, bahkan hanya sebuah sendok. Menurut saya terlalu banyak waktu yang juga dihabiskan hanya untuk mencuci piring. Tapi ya sudahlah, akhirnya saya pasrah. Setidaknya pekerjaan rumah beres tanpa kendala. Hanya sayang saja, anak-anak kehilangan teman bermainnya. 

Ambil alih demi anak

Lalu, hampir tiga bulan kaki ini di masa pemulihan, beberapa hari yang lalu, mulai terasa membaik, saya bernegosiasi dengan suami. Kami memiliki satu anak yang tumbuh kembangnya butuh pendampingan ektra dari orangtuanya. Namun sejak saya kecelakaan, dan semua urusan domestik rumah tangga berpindah ke suami, anak-anak tidak lagi mendapat pendampingan motorik. Sementara aktivitas motorik harian mereka dirumah akan berpengaruh pada lancar atau tidaknya kegiatan mereka selama disekolah. 

Tiga bulan tanpa aktivitas motorik yang maksimal, tentu saja akan terlihat jelas penurunannya oleh pihak sekolah. Maka inilah salah satu pertimbangan saya untuk mencoba kembali rutinitas yang sebelumnya menjadi tanggung jawab saya seperti urusan kerumahtanggaan dan menjemput mereka ke sekolah agar bonding itu diperkuat lagi.

Biasanya, bermain sepak bola, merupakan salah satu aktivitas motorik rutin untuk anak-anak. Bermain bola bukan membuat mereka menjadi atlet, tapi hanya sekedar untuk membuat mereka bergerak mengejar bola, tentu saja bukan bergerak sembarangan, tapi ada aturan main yang juga mereka pelajari. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun