Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sebuah Upaya Membunuh Bapak Kandung

12 Desember 2019   23:40 Diperbarui: 12 Desember 2019   23:44 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau dalam kondisi kelelahan, lalu terjadi perdebatan sengit, hingga akhirnya Pak Demun meninggal di tempat, bagaimana, Wan? Aku bisa menyesal seumur hidup lho."

"Syukurlah kamu sudah sadar, Ji."

"Biar berengsek begini, aku tetap teringat pada mendiang bapakku, Wan. Umur terakhir bapakku delapan puluh enam. Sangat renta dan tidak berdaya hingga akhirnya takdir membawa bapakku pulang ke langit."

"Kalau Pak Demun mati mendadak gara-gara kamu ngegas seperti tempo hari, selesailah pekerjaan kita, dan hanguslah sisa tagihan kita, Ji. Utang kita ke suplayer belum lunas. Aspal sekian belas juta. Semen, pasir.... Kamu tanya saja pada Bu Lia."

"Waduh, sampai fatal begitu, ya? Padahal aku berpikir sebatas manusia dan kemanusiaan, Wan."

"Tua dan mati itu pasti, Ji. Tetapi..."

"Mengapa seakan dibiarkan oleh keluarganya untuk tetap bekerja sampai datang ke lokasi dalam rentang waktu dua-tiga kali dalam seminggu? Situasi alam yang sangat keras bisa berdampak buruk pada Pak Demun. Mengapa anak-anaknya tidak terlibat, bahkan malah sekadar pendamping atau penjaga bapak kandung mereka dari suatu situasi yang darurat begitu? Ada apa sebenarnya, selain alasan Pak Demun masih senang bekerja seperti ketika muda?"

Sarwan tidak menjawab, tetapi menyetujui pemikiran saya mengenai masa istirahat untuk Pak Demun. Sama halnya ketika keesokan sore di teras kontrakan Bu Lia, saya menanyakan perihal serupa pada nenek berusia enam puluhan itu. Hanya menyetujui pemikiran saya tanpa memuaskan apa yang lebih dari sekadar "setuju".

***

Ada apa dengan kehadiran dan kerja keras Pak Demun di lokasi sampai usianya kian renta itu? Lho, apa urusan saya? Bukankah sebaiknya saya berfokus pada pekerjaan saya sendiri?

Saya mencoba kembali berfokus pada pekerjaan atau tanggung jawab saya sendiri. Percuma menambah bahan pemikiran hingga kemudian mengaduk-aduk perasaan saya mengenai hal-hal yang sama sekali bukan urusan saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun