“Kami sedang menuju rumahmu, Lia.”
“Silakan datang, Eva. Pintu rumah kami selalu terbuka untukmu.”
“Salam untuk Bang Oji.”
Saya dan istri saya menunggu di beranda sambil menikmati kicauan burung liar yang riang menyambut matahari terbit. Pagi itu si Boy masih tidur di kandangnya di samping kanan rumah kami setelah subuh tadi kelelahan diajak jalan di sekitar RT kami oleh istri saya.
Sekitar lima belas menit berselang, sebuah mobil sedan berhenti di tepi jalan depan rumah. Kata istri saya, Eva dan calon suaminya datang. Maka kami bergegas menyongsong mereka di gerbang pagar rumah kami.
“Bagaimana tempat favorit kita?” sambut istri saya ketika Eva baru keluar dari mobil.
“Masih ramai seperti dulu, Lia.”
Eva segera berlari kecil menuju istri saya. Setelah dekat, biasalah, cipika-cipiki. Apalagi kali ini kedatangannya bersama calon suami.
Pintu bagian supir pun terbuka, dan keluarlah seorang pria yang merupakan calon suaminya. Pria itu berjalan dengan tegap menuju kami.
Pasangan yang serasi, pikir saya.
“Kenalkan, ini Lia dan Bang Oji. Kenalkan, ini…”