Mohon tunggu...
Gusdila Fitri Yanti
Gusdila Fitri Yanti Mohon Tunggu... Guru - Guru

Setiap orang adalah guru, setiap rumah adalah sekolah (Ki Hajar Dewantara)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

25 November 2022   20:38 Diperbarui: 25 November 2022   20:42 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Salah satu pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematis siswa adalah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran (Nurhasanah, 2009: 12). Menurut Arends (2008: 43) pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah: "Apakah pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?".

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam matematika, kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan soal-soal berbasis masalah. Menurut Sumarmo (2000) pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Sumarmo (2013: 128) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematik mempunyai dua makna yaitu: (1) pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan memahami materi, konsep, dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa menemukan konsep/prinsip matematika; (2) sebagai tujuan atau kemampuan yang harus dicapai, yang dirinci menjadi lima indikator, yaitu: 1. mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah; 2. membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya; 3. memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika; 4. menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban; 5. menerapkan matematika secara bermakna.

Selain itu, Polya (dalam Ruseffendi, 1991) mengemukakan bahwa untuk memecahkan suatu masalah ada empat langkah yang dapat dilakukan, yakni: 1. Memahami masalah. Kegiatan dapat yang dilakukan pada langkah ini adalah: apa (data) yang diketahui, apa yang tidak diketahui (ditanyakan), apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipecahkan). 2. Merencanakan pemecahannya. Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian (membuat konjektur). 3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana. Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian. 4. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian. Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya.

Menurut Kesumawati (Chotimah, 2014) indikator kemampuan pemecahan masalah matematis adalah sebagai berikut: 1. Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2. Mampu membuat atau menyusun model matematika, meliputi kemampuan merumuskan masalah situasi sehari-hari dalam matematika. 3. Memilih dan mengembangkan strategi pemecahan masalah, meliputi kemampuan memunculkan berbagai kemungkinan atau alternatif cara penyelesaian rumus-rumus atau pengetahuan mana yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut. 4. Mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, meliputi kemampuan mengidentifikasi kesalahan-kesalahan perhitungan, kesalahan penggunaan rumus, memeriksa kecocokan antara yang telah ditemukan dengan apa yang ditanyakan, dan dapat menjelaskan kebenaran jawaban tersebut.

Indikator pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Memahami masalah. (2) Merencanakan pemecahannya. (3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana. (4) menafsirkan solusi yang diperoleh.

PROBLEM BASED LEARNING

Problem based learning (PBL) pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an sebagai salah satu upaya menemukan solusi dalam diagnosa dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada. Duch (2001) mendefinisikan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang mempunyai ciri menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh pengetahuan mengenai esensi materi pembelajaran. Mengacu dari pendapat Duch maka pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa secara optimal dalam belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh pengetahuan mengenai esensi dari materi pelajaran dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan keterampilan matematis siswa berbentuk ill-stucture atau open-ended melalui stimulus.

Barrett (2005 : 15) merumuskan ciri PBL sebagai berikut: 1. Mula-mula masalah diberikan kepada siswa. 2. Siswa mendiskusikan masalah itu dalam kelompok. Mereka mengklarifikasi fakta, mendefinisikan apa masalahnya. Menggali gagasan berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Menemu[1]kenali apa yang mesti diketahui (dipelajari) untuk memecahkan masalah itu (isu belajar terletak di sini). Bernalar melalui masalah dan menentukan apa tindakan atas masalah tersebut. 3. Setiap siswa secara perorangan aktif terlibat mempelajari pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mereka. 4. Bekerja kembali berkelompok untuk menyelesaikan masalah 5. Menyajikan selesaian atas masalah 6. Melihat dan menilai kembali apa yang telah mereka pelajari dari pengalaman memecahkan masalah itu (Dalam Sumartini, T.S:2016).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun