PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS VII.1 SMP NEGERI 5 LUBUK BASUNG
Gusdila Fitri Yanti, S.Pd
Guru Matematika SMP Negeri 5 Lubuk Basung
Â
PENDAHULUAN
Matematika memiliki peranan penting dalam segala aspek kehidupan terutama dalam meningkatkan daya pikir manusia, sehingga matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diwajibkan di setiap jenjang sekolah mulai dari SD sampai SMA.
Dalam pendidikan, kemampuan siswa diasah melalui masalah, sehingga siswa mampu meningkatkan berbagai kompetensi yang dimilikinya. Hal ini sesuai dengan Dahar (2011: 121) yang menyatakan bahwa kemampuan untuk memecahkan masalah pada dasarnya merupakan tujuan utama proses pendidikan (Dalam Sumartini, T.S:2016).
Kebermaknaan dalam belajar matematika ditekankan oleh Weitheimer (Afgani, 2011) bahwa belajar dapat terjadi karena ditemukannya berbagai cara penyelesaian suatu masalah. Cara penyelesaian masalah yang didapat oleh siswa merupakan hasil dari pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki siswa terkait dengan masalah yang ingin dicari penyelesaiannya. Oleh karena itu guru harus mampu membantu siswa memberikan kebermaknaan dalam belajar matematika serta membangun kemampuan pemecahan masalah matematis siswa untuk memperdalam pemahaman siswa terhadap matematika (Dalam Siti Mawaddah dan Hana Anisah:2015).
Jika dilihat dari aspek kurikulum, kemampuan pemecahan masalah menjadi salah satu tujuan dalam pembelajaran matematika di sekolah yaitu melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, serta mengembangkan kemampuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, gambar, grafik, peta, diagram, dan sebagainya (Depdiknas, 2006: 6). Sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat dalam KTSP (dalam Depdiknas 2006), peserta didik harus memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperolah.
Berkenaan dengan pentingnya kemampuan pemecahan masalah, National Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 2000) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah, guru harus memperhatikan lima kemampuan matematika yaitu: koneksi (conections), penalaran (reasoning), komunikasi (communications), pemecahan masalah (problem solving), dan representasi (representations). Oleh karena itu, guru memiliki peranan yang sangat penting dalam menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah matematis dalam diri siswa baik dalam bentuk metode pembelajaran yang dipakai, maupun dalam evaluasi berupa pembuatan soal yang mendukung.
Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa perlu didukung oleh metode pembelajaran yang tepat sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Wahyudin (2008) mengatakan bahwa salah satu aspek penting dari perencanaan bertumpu pada kemampuan guru untuk mengantisipasi kebutuhan dan materi-materi atau model[1]model yang dapat membantu para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Didukung pula oleh Sagala (2011) bahwa guru harus memiliki metode dalam pembelajaran sebagai strategi yang dapat memudahkan peserta didik untuk menguasai ilmu pengetahuan yang diberikan. Selain itu, guru harus mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam pembelajaran matematika sehingga dapat diberikan solusi yang tepat agar tujuan dalam pembelajaran dapat tercapai.
Salah satu pembelajaran yang diduga dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah matematis siswa adalah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran (Nurhasanah, 2009: 12). Menurut Arends (2008: 43) pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini secara umum adalah: "Apakah pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa?".
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
Pemecahan masalah merupakan suatu proses untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam matematika, kemampuan pemecahan masalah harus dimiliki oleh siswa untuk menyelesaikan soal-soal berbasis masalah. Menurut Sumarmo (2000) pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.
Sumarmo (2013: 128) menyatakan bahwa pemecahan masalah matematik mempunyai dua makna yaitu: (1) pemecahan masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran, yang digunakan untuk menemukan kembali (reinvention) dan memahami materi, konsep, dan prinsip matematika. Pembelajaran diawali dengan penyajian masalah atau situasi yang kontekstual kemudian melalui induksi siswa menemukan konsep/prinsip matematika; (2) sebagai tujuan atau kemampuan yang harus dicapai, yang dirinci menjadi lima indikator, yaitu: 1. mengidentifikasi kecukupan data untuk pemecahan masalah; 2. membuat model matematik dari suatu situasi atau masalah sehari-hari dan menyelesaikannya; 3. memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah matematika dan atau di luar matematika; 4. menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai permasalahan asal, serta memeriksa kebenaran hasil atau jawaban; 5. menerapkan matematika secara bermakna.
Selain itu, Polya (dalam Ruseffendi, 1991) mengemukakan bahwa untuk memecahkan suatu masalah ada empat langkah yang dapat dilakukan, yakni: 1. Memahami masalah. Kegiatan dapat yang dilakukan pada langkah ini adalah: apa (data) yang diketahui, apa yang tidak diketahui (ditanyakan), apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipecahkan). 2. Merencanakan pemecahannya. Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian (membuat konjektur). 3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana. Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian. 4. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian. Kegiatan yang dapat dilakukan pada langkah ini adalah: menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya.
Menurut Kesumawati (Chotimah, 2014) indikator kemampuan pemecahan masalah matematis adalah sebagai berikut: 1. Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi kemampuan mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2. Mampu membuat atau menyusun model matematika, meliputi kemampuan merumuskan masalah situasi sehari-hari dalam matematika. 3. Memilih dan mengembangkan strategi pemecahan masalah, meliputi kemampuan memunculkan berbagai kemungkinan atau alternatif cara penyelesaian rumus-rumus atau pengetahuan mana yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah tersebut. 4. Mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh, meliputi kemampuan mengidentifikasi kesalahan-kesalahan perhitungan, kesalahan penggunaan rumus, memeriksa kecocokan antara yang telah ditemukan dengan apa yang ditanyakan, dan dapat menjelaskan kebenaran jawaban tersebut.
Indikator pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Memahami masalah. (2) Merencanakan pemecahannya. (3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana. (4) menafsirkan solusi yang diperoleh.
PROBLEM BASED LEARNING
Problem based learning (PBL) pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an sebagai salah satu upaya menemukan solusi dalam diagnosa dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada. Duch (2001) mendefinisikan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan pembelajaran yang mempunyai ciri menggunakan masalah nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh pengetahuan mengenai esensi materi pembelajaran. Mengacu dari pendapat Duch maka pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa secara optimal dalam belajar berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, dan memperoleh pengetahuan mengenai esensi dari materi pelajaran dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan keterampilan matematis siswa berbentuk ill-stucture atau open-ended melalui stimulus.
Barrett (2005 : 15) merumuskan ciri PBL sebagai berikut: 1. Mula-mula masalah diberikan kepada siswa. 2. Siswa mendiskusikan masalah itu dalam kelompok. Mereka mengklarifikasi fakta, mendefinisikan apa masalahnya. Menggali gagasan berdasarkan pengetahuan sebelumnya. Menemu[1]kenali apa yang mesti diketahui (dipelajari) untuk memecahkan masalah itu (isu belajar terletak di sini). Bernalar melalui masalah dan menentukan apa tindakan atas masalah tersebut. 3. Setiap siswa secara perorangan aktif terlibat mempelajari pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah mereka. 4. Bekerja kembali berkelompok untuk menyelesaikan masalah 5. Menyajikan selesaian atas masalah 6. Melihat dan menilai kembali apa yang telah mereka pelajari dari pengalaman memecahkan masalah itu (Dalam Sumartini, T.S:2016).
Fase
Sintaks
Kegiatan Guru
1
Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah
2
Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah
3
Membimbing pengalaman individual/kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah
4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya
5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dirancang dan dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII.1 SMP Negeri 5 Lubuk Basung tahun pelajaran 2022-2023 yang berjumlah 26 siswa yang terdiri dari 11 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa di kelas VII.1 SMP Negeri 5 Lubuk Basung.
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini berupa tes. Bentuk tes berupa soal uraian untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Data kemampuan pemecahan masalah matematis siswa diperoleh berdasarkan nilai tes evaluasi akhir. Penilaian tes evaluasi akhir mengacu kepada pedoman penskoran yang diadaptasi dari Hamzah (2014). Adapun kriteria pemberian skor untuk setiap indikator kemampuan pemecahan masalah matematis siswa seperti pada tabel berikut (Dalam Siti Mawaddah dan Hana Anisah:2015 ).
No
Aspek yang dinilai
Keterangan
Skor
1
Memahami masalah
Tidak menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
Menyebutkan apa yang diketahui tanpa menyebutkan apa yang ditanyakan atau sebaliknya
1
Menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan tapi tidak sesuai dengan soal.
2
Menyebutkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan sesuai dengan soal dan benar.
3
2
Merencanakan penyelesaian
Tidak merencanakan penyelesaian masalah sama sekali
Merencanakan penyelesaian dengan membuat model matematika tetapi salah menggunakan variabel
1
Merencanakan penyelesaian dengan membuat model matematika betul dalam  menggunakan variabel, tetapi salah dalam operasi hitung.
2
Merencanakan penyelesaian dengan membuat model matematika yang benar.
3
3
Melaksanakan rencana
Tidak ada jawaban sama sekali.
Melaksanakan rencana dengan menuliskan jawaban, tetapi hasil pengoperasian di sisi kiri dan kanan salah.
1
Melaksanakan rencana dengan menuliskan jawaban tetapi hasil pengoperasian pada salah satu sisi (ruas) salah
2
Melaksanakan rencana dengan menuliskan jawaban yang benar
3
4
Menafsirkan hasil yang diperoleh
Tidak ada menuliskan kesimpulan.
Menuliskan kesimpulan tetapi tidak sesuai dengan soal.
1
Menuliskan kesimpulan sesuai dengan soal tetapi salah menafsirkan hasil.
2
Menuliskan kesimpulan sesuai dengan soal dan menafsirkan hasil secara benar.
3
Skor Maksimal
12
Nilai akhir adalah : N =Â
Kriteria keberhasilan:
Nilai
Kualifikasi
80,00-100,00
Sangat Baik (SB)
70,00-84,99
Baik (B)
55,00-69,99
Cukup (C)
40,00-54,99
Kurang (K)
00,00-39,99
Sangat Kurang (SK)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian tentang pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran PBL ini dilaksanakan sebanyak tiga siklus. Materi dalam penelitian ini adalah persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel.
Kegiatan pembelajaran pada setiap pertemuan diawali dengan kegiatan pendahuluan yaitu guru memeriksa kehadiran siswa dan mengkondisikan situasi kelas untuk mengikuti kegiatan pembelajaran, dilanjutkan guru menyampaikan apersepsi, memberikan motivasi kepada siswa, dan menyampaikan tujuan pembelajaran. Kemudian guru mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok dan guru membagikan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) kepada masing-masing kelompok.
Pada kegiatan inti, pembelajaran dilakukan sesuai dengan sintaks PBL yaitu (1) Orientasi peserta didik pada masalah, (2) mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, (3) membimbing pengalaman individual/kelompok, (4) mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5) menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diteliti pada penelitian ini meliputi empat aspek, yaitu (1) memahami masalah; (2) membuat rencana pemecahan masalah; (3) melaksanakan rencana pemecahan masalah; dan (4) menafsirkan solusi pemecahan masalah yang diperoleh. Nilai rata-rata tiap aspek kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat dilihat pada tabel berikut.
Â
No
Indikator Pemecahan Masalah
Nilai rata-rata
Kualifikasi
1
Memahami masalah
92,59
Sangat Baik
2
Membuat rencana pemecahan masalah
82,74
Baik
3
Melaksanakan rencana pemecahan masalah
72,54
Baik
4
Menafsirkan hasil yang diperoleh
59,26
Cukup
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian pada siswa kelas VII.1 SMP Negeri 5 Lubuk Basung tahun pelajaran 2022-2023, diperoleh simpulan sebagai berikut: 1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada penelitian ini meliputi empat aspek, yaitu aspek memahami masalah berada pada kualifikasi sangat baik, aspek membuat rencana pemecahan masalah berada pada kualifikasi baik, aspek melaksanakan rencana pemecahan masalah  berada pada kualifikasi baik dan menafsirkan hasil yang diperoleh berada pada kualifikasi cukup. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa pada pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran problem based learning (PBL) secara keseluruhan berada pada kualifikasi baik.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H