Mohon tunggu...
Gun GunNugraha
Gun GunNugraha Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penggiat Budaya

Saya adalah manusia yang belajar menjadi manusia pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peran Lingkung Seni Galuh Padjajaran (LS GPP) dalam Melestarikan Seni Budaya Sunda di CIsewu-Garut

6 Juni 2023   19:09 Diperbarui: 7 Juni 2023   08:15 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Poto: Gosip Garut)

Nama-nama angklung di Kanekes dari yang terbesar adalah:indung, ringkung, dongdong, gunjing, engklok, indung leutik, torolok, dan roel. Roel yang terdiri dari 2 buah angklung dipegang oleh seorang. Nama-nama bedug dari yang terpanjang adalah: bedug, talingtit, dan ketuk. Penggunaan instrumen bedug terdapat perbedaan, yaitu di kampung-kampung Kaluaran mereka memakai bedug sebanyak 3 buah. Di Kajeroan; kampung Cikeusik, hanya menggunakan bedug dan talingtit, tanpa ketuk. Di Kajeroan, kampung Cibeo, hanya menggunakan bedug, tanpa talingtit dan ketuk.

  1. Angklung Gubrag

Angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, kecamatan Cigudeg, Bogor. Angklung ini telah berusia tua dan digunakan untuk menghormati dewi padi dalam kegiatan melak pare (menanam padi), ngunjal pare (mengangkut padi), dan ngadiukeun (menempatkan) ke leuit (lumbung). Dalam mitosnya angklung gubrag mulai ada ketika suatu masa kampung Cipining mengalami musim paceklik.

  1. Angklung Badeng

Badeng merupakan jenis kesenian yang menekankan segi musikal dengan angklung sebagai alat musiknya yang utama. Badeng terdapat di Desa Sanding, Kecamatan Malangbong,Garut. Dulu berfungsi sebagai hiburan untuk kepentingan dakwah Islam. Tetapi diduga badeng telah digunakan masyarakat sejak lama dari masa sebelum Islam untuk acara-acara yang berhubungan dengan ritual penanaman padi. Sebagai seni untuk dakwah badeng dipercaya berkembang sejak Islam menyebar di daerah ini sekitar abad ke-16 atau 17. Pada masa itu penduduk Sanding, Arpaen dan Nursaen, belajar agama Islam ke kerajaan Demak. Setelah pulang dari Demak mereka berdakwah menyebarkan agama Islam. Salah satu sarana penyebaran Islam yang digunakannya adalah dengan kesenian badeng.

4.5.5. Karinding

Karinding merupakan jenis kesenian buhun yang ada di jawa barat, pada jaman dulu musik karinding digunakan sebagai alat pengusir hama di sawah diantaranya burung dan belalang. Tetapi sekarang kesenian karinding dikenal sebagai alat musik saja, dan itupun hanya segelintir orang saja yang mengenalnya. Karinding dikenal sebagai alat musik yang telah dugunakan oleh orang tua jaman dulu. Materil yang digunakan dalam pembuatan karinding yaitu dengan menggunakan pelapah kawung dan bambu. Karinding merupakan waditra jenis alat pukul digunakan dengan cara dipukul mempergunakan telunjuk atau jari tangan tengah dan mulut sebagai wadah gemanya. Beberapa sumber menyatakan bahwa karinding telah ada bahkan sebelum adanya kecapi. Jika kecapi telah berusia sekitar lima ratus tahunan maka karinding diperkirakan telah ada sejak enam abad yang lampau. Dan ternyata karinding pun bukan hanya ada di Jawa Barat atau priangan saja, melainkan dimiliki oleh berbagai suku atau daerah di tanah air, bahkan berbagai suku di bangsa lainpun memiliki alat musik ini hanya berbeda namanya saja. Di Bali bernama genggong, Jawa Tengah menamainya rinding, karimbi di Kalimantan, dan beberapa tempat di "luar" menamainya dengan zuesharp ( harpanya dewa Zues). Ada empat pirigan (pengiring) dalam memainkan karinding dijawa barat yang pertama bersuara Tongeret alasan suara tongeret ini karena pada jaman dulu tidak ada suara lagi yang dapat ditiru karena suara ini merupakan suara pemberian yang diwariskan oleh para karuhun (leluhur). Tutunggulan, suara ini merupakan sebuah simbol memberikan informasi kepada masyarakat apabila ada yang melakukan hajatan, gerhana bulan, gerhana mata hari atau jenis informasi yang lainnya, dengan mengikuti dan mengiringi suara pukulan halu kelisung (tempat menumbuk padi tradisional) karena pada masyarakat dulu belum mengenal dengan pengeras suara (speaker). Yang ketiga Iring-iringan, suara iringan ini digunakan untuk mengiringi upacara adat atau acara--acara sejenis arak arakan, dan yang terahir Rereogan, jenis suara ini mengiringi suara reog atau dogdog yang digunakan dalam acara pertunjukan.

4.5.6. Gegel jubleg

Seni gegel jubleg merupakan sebuah jenis kesenian yang berakar dari seni debus yang dikemas menjadi jenis kesenian helaran magis, jenis kesenian ini tidaklah bisa dilepaskan dari unsur mistis yang sudah lama berkembang dinusantara. Gegel jubleg merupakan jenis kesenian panca warna. Kesenian panca warna merupakan sebutan pada kesenian yang memuat berbagai jenis kesenian, yang dihimpun dalam satu grup yang dapat dipentaskan dalam satu waktu.

Jubleg adalah salah satu perlatan yang digunakan untuk menumbuk padi atau yang lain-lainnya, kata jubleg ini tidaklah suatu yang asing bagi masyarakat pedesaan karena alat ini merupakan sebuah alat yang sering digunakan untuk mempermudah kehidupan masyarakat trdisional. Dengan kekuatan yang hebat, para seniman yang sudah profesional, memperlihatkan keperkasaan dengan mengangkat jubleg tersebut dengan cara digigit atau digegel. Kesenan ini pun dapat dipadukan dengan jenis kesenian lainnya: seperti seni kuda lumping dan seni angklung.

Dari beberapa keterangan yang diperoleh dari beberapa seniman. Seni gegel jubleg diciptakan oleh salah satu seniman bernama aki Ukri. Beliau lahir sebelum kemerdekaan Republik indonesia. Ditengah peperangan waktu itu, beliau menyempatkan diri untuk membentuk sebuah kelompok kesenian tradisional, yang diberi nama "panca warna" panca warna ini merpakan sebuah garapan yang multi kesenian yang didalamnya terdapat kesenian seperti: angklung, reog, buncis, calung, kuda lumping.

Seni gegel jubleg yang merupakan seni ungggulan di Cisewu yang hadir pada kelompok seni giri mekar sewu, kesenian ini lahir secara tidak sengaja yang terinsfirasi dari seekor babi hutan besar yang sedang menggit kayu sembari digoyang-goyangkan, seraya melintasi jalan setapak memasuki semak belukar, insfirasi ini didapatkan sewaktu pa ukri berniat kehutan untuk mengambil kayu bakar yang sudah lama disimpan olehnya.

Dari kejadian tersebut, menginsfirasi Bapak Ukri untuk menciptakan jenis kesenian baru. Sebuah jenis kesenian antraktif dan fenomenal Pengembangannya Pak Ukri mencoba menggunakan Jubleg (alat penumbuk padi dari kayu) dengan cara digigit sebagai bahan untuk atraksi. Tentu saja dengan teknik tertentu dan perlu keahlian khusus dalam memainkannya. Sebab tidak gampang untuk mengangkat beban jubleg ini hingga seberat 25 kilo gram. Apalagi digoyang-goyang sambil berjalan-jalan.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun