Salah satu dedengkot organisasi kemudian menunjuk Tom sebagai pimpinan proyek. Tom mengiyakan, dengan catatan jika kedua sohibnya itu juga mau terlibat.
Syahdan, di siang hari yang cerah itu pun mereka bertemu. Sebuah tempat hangout di zaman kuliah dulu.
Sambil menyeruput minuman kesukaan masing-masing, Tom mengawali percakapan pada siang itu. "Bro, lu tau kan si dedengkot organisasi kita? Dia menunjukku sebagai pimpina proyek renovasi gedung kantor," Tom berujar dengan mimik serius.
"Tapi gua punya persyaratan, bro. Makanya kita ketemu ini hari," lanjut Tom.
"Gue terima dengan catatan elo-elo mau membantu gue. Hitung-hitung, kita belum pernah kerja sosial yang serius, bro. Selama ini cuman bagi-bagi bansos doang," Tom terus menyerocos.
Kedua kawannya tidak menanggapi. Dul terlihat serius dengan gawainya, sementara Zul lebih memilih menikmati cappuccino kesukaannya.
Suasana hening sejenak, lalu terdengarlah suara Zul. "Bro, lu kan tahu, gue orang akuntansi. Ini saat gue lagi sibuk-sibuknya mengurusi laporan pajak."
"Justru itu bro, gue tahu lu akuntan yang jago. Nyusun anggaran seharusnya pekerjaan enteng," Tom mencoba meyakinkan Zul.
"Iya, tapi lu juga harus ngerti, bro. Gue kan harus utamakan pekerjaan kantor. Tapi, ya udah. Demi persahabatan kita, gue bantu deh. Tapi jangan kasih gua tenggat waktu, ya." Tom tersenyum senang mendengar jawaban Zul, sembari mengangkat kedua jempolnya.
Dul yang baru menyelesaikan chatnya, kini ikut nimbrung. "Begini bro, udah lu gak usah omong. Gue tahu lu mau gue handle desainnya kan. Meskipun gue bukan interior desainer, tapi elo orang harus mengakui jika hasil kerja gue pasti bagus."
"Buekkkk..." Zul dan Tom dengan kompak menunjukkan mimik mau muntah.