Malam berlalu dengan begitu cepat. Keesokan harinya, mereka berkumpul kembali. Percakapan pertama yang mewarnai hari itu adalah ucapan Zul, "nih proporsalnya sudah selesai."
Belum lagi hilang rasa kaget Tom, Dul pun menimpali, "nih desain awal gedung baru."
Ternyata, setelah Tom mengirim chat permohonan maaf, tiga puluh menit kemudian pekerjaan Zul dan Dul sudah mereka selesaikan. Alhasil, waktu berkumpul yang seharusnya membicarakan pekerjaan, terisi dengan obrolan-obrolan santai.
Zul dan Dul mengaku jika hari itu, mereka cukup terganggu dengan sikap Tom yang mendominasi. Tapi, mereka tidak lantas melupakan persahabatan mereka sedari kecil. Mereka tidak pernah saling menjelek-jelekkan satu sama lain. Kalaupun ada yang mengganjal, lebih baik langsung to the point. Meskipun pahit, tapi lebih baik seperti itu. Daripada saling menjerumuskan.
Itulah salah satu alasannya, Zul dengan gaya cool pada saat pertemuan sudah menenteng laptopnya. Bersama dengan Dul, mereka sudah menyiapkan segala persiapannya. Mereka sadar, tidak mau urusan kecil, akhirnya merusak persahabatan mereka.
Memang, sesadar-sadarnya kita, kadang persahabatan bisa menjadi permusuhan. Benar banget, kalimat Gus Dur yang terkenal "gitu aja kok repot".
Juga ada dua kata yang terkenal, tapi susah banget kita praktikkan "forget and forgive". Bolehlah kita tiru kisah Dul, Zul, dan Tom, meskipun banyak konflik yang terjadi, namun mereka yang bergelar para Kalyanamita tetap bersahabat.
Pro dan kontra adalah hal biasa, tinggal bagaimana mengelolanya. Dan di sore yang cerah itu, setelah puas dengan senda gurau, menyeruput minuman kegemaran, akhirnya Dul, Zul, dan Tom, tiga sahabat karib kembali ke rumah masing-masing dengan hati gembira.
Salam dari pojokkan kota Tangerang.Â
**
Tangerang, 18 Juli 2022
Penulis: Suhendra, Kompasianer Mettasik