Sikap buruk kedua anak pak Tobat akhirnya sampai pada puncaknya. Mereka muak melihat ayahnya sendiri yang terlihat bagai pecundang di rumah. Sebagai seorang tua yang tidak bisa memberikan nafkah untuk keluarga. Hingga akhirnya mereka berdua pun mengusir pak Tobat dari rumah.
Pak Tobat tidak melawan ataupun marah, dia bisa menerima semua kelakuan anak-anaknya sebagai bentuk penyesalan dirinya. Ia merasa tidak lagi pantas menjadi kepala keluarga, tidak layak menjadi ayah yang baik, tidak becus menjadi panutan, apalagi kebanggaan keluarga.
Dengan lesu pak Tobat mengemasi pakaian seadanya. Dia berpesan kepada anak- anaknya untuk menjaga ibu mereka dengan sebaik-baiknya. Dirinya juga meminta maaf atas kelakuannya selama ini yang telah membuat mereka menderita.
Sementara si bungsu cuma terdiam, tidak mengerti apa yang telah terjadi.
Saat pak Tobat beranjak dari rumahnya, dia berpapasan dengan isterinya yang baru pulang berbelanja dari pasar. Sang isteri dengan wajah keheranan bertanya kepada Pak Tobat, mau kemanakah dirinya?
Pak Tobat menyatakan, bahwa dia ingin pergi meninggalkan rumah selamanya. Dia malu kepada anak isteri atas kelakuan buruknya selama ini. Dia serahkan rumah tersebut untuk isteri dan anak-anaknya.
Sang isteri kaget bukan kepalang mendengar perkataan pak Tobat dan membawa dirinya kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, sang isteri menanyakan apa yang telah terjadi kepada kedua anaknya, si sulung dan si tengah.
Kedua anaknya dengan gamblang menceritakan semuanya dan mengakui bahwa mereka berdua yang mengusir ayah mereka.
Sang isteri marah besar kepada kedua anaknya itu, dan menyuruh mereka segera berlutut memohon ampun pada pak Tobat.
Namun kedua anaknya bersikeras bahwa apa yang mereka lakukan adalah akibat dari kelakuan buruk sang ayah sendiri yang selama ini yang telah membuat ibu dan diri mereka menderita.
Mereka menolak perintah sang ibu untuk berlutut memohon ampun.