Untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya, sang isteri berusaha mencari tambahan dengan berdagang dan menerima laundry pakaian dari para tetangga. Ia dibantu oleh puteri sulungnya dan anak keduanya yang tidak tega melihat sang ibu yang bekerja keras. Mereka mulai sadar jika sudah tidak bisa lagi mengharapkan sang ayah yang kurang bertanggung jawab.
Dikarenakan sering menderita kekalahan dan juga sering ada razia, akhirnya pak Tobat pun berhenti berjudi.
Pada akhirnya pak Tobat bisa tinggal di rumah setiap hari, dengan bekerja serabutan karena dia sudah keluar dari tempatnya bekerja akibat kemelekatannya pada perjudian. Ia menganggap jika hasil dari kantornya tidak seberapa jika dibandingkan dengan uang dari hasil perjudian.
Pak Tobat seringkali termenung, menyesali kelakuan dirinya dan juga malu terhadap isteri dan anak-anaknya yang berjuang mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Anak sulungnya memutuskan bekerja untuk membantu sang ibu selepas tamat SMA.
Anak keduanya, juga bekerja sambilan selepas sekolah demi menghidupi keluarga.
Namun, dengan semua yang telah terjadi, sang isteri tidak pernah dendam kepada pak Tobat. Dia tetap setia melayani suaminya dengan sebaik-baiknya.
Namun, tidak demikian adanya dengan anak-anak mereka. Si sulung dan si anak kedua
sudah tidak lagi memandang pak Tobat selayaknya orang tua. Di dalam hatinya, mereka hanya punya ibu saja. Mereka dendam kepada ayah kandung mereka sendiri.
Pak Tobat yang tahu sikap kedua anaknya, menerima dengan ikhlas semua perlakuan yang ia terima akibat kelakuan buruknya. Hanya anak bungsunya saja yang masih bersikap baik padanya.
Itupun karena si bungsu tidak pernah merasakan derita akibat kelakuan buruk sang ayah, karena saat itu dia masih terlalu kecil.