Dia pulang dengan hati senang membawa uang hasil kemenangannya, yang dia berikan kepada sang isteri untuk mengepulkan dapur mereka.
Dikarenakan sering menang diperjudian, pak Tobat menjadi ketagihan judi yang menyebabkan dia "lupa daratan". Dia sering tidak pulang ke rumahnya, dan bermalam di komplek pelacuran agar bisa bermain judi sepuas hatinya. Pulang hanya untuk menyetorkan uang dapur ke isterinya selanjutnya kembali lagi ke tempat perjudian.
Lama kelamaan, sang istri tidak tahan lagi. Ia pun sering bertanya dan menegur Pak Tobat, atas kebiasaanya yang sering tidak pulang ke rumah.
Karena sudah ketagihan, dan merasakan enaknya berjudi, Pak Tobat pun sering berbohong. Ia berkilah harus keluar kota untuk menawarkan barang dagangannya ke pelanggan--pelanggan baru dan membina hubungan baik dengan relasi bisnisnya.
Pada masa "keemasannya" di dunia perjudian, pak Tobat sudah dikarunia 3 orang anak  (yang sulung perempuan, yang ke 2 dan 3 laki--laki)
Syahdan bukan hanya istrinya, anak-anaknya yang sudah mulai mengerti pun sering menanyakan dirinya saat tidak ada di rumah.
Bila isterinya menegur kelakuannya, pak Tobat dengan pongah dan galak sering mengancam untuk menceraikannya. Beruntungnya pak Tobat tidak pernah melakukan tindakan KDRT terhadap isterinya.
Tinggallah sang isteri yang cuma bisa menangis, meratapi nasib dirinya dan anak- anaknya.
Sang isteri tidak pernah menceritakan kelakuan buruk sang suami ke keluarganya maupun keluarga pak Tobat. Bila ditanya oleh pihak keluarga, sang isteri seringkali menutupi keadaan rumah tangga mereka.
Dia tidak mau keluarga-keluarganya mengetahui keadaan sebenarnya. Dia menerima "semua cobaan" tersebut dan selalu berdoa semoga suaminya sadar, dan bisa menjadi panutan yang baik untuk keluarga dan anak-anak  mereka.
Lama-kelamaan, keberuntungan pak Tobat mulai berpaling, dia sering menderita kekalahan yang membuat dirinya kekurangan "penghasilan." Setoran uang dapur ke isterinya pun berkurang, sementara kebutuhan keluarga kian meningkat.