"Siapa nama kakekmu?"
Karena dari pihak Ayah tidak pernah diceritakan silisilahnya oleh ibu, maka aku hanya punya satu jawaban.
"Obi Mite."
Dibaliklah nisan dalam dekapan Bibi tersebut, tepat bersamaan muncullah seorang anak wanita Bibi yang berusia sekitar sepuluh tahun di belakangnya. Dalam nisan tersebut tertulis ANSELMUS MITE.
"Nak, Obi itu nama panggilan Kakek Ansel karena ia sering sakit sewaktu kecil. Hanya teman dan kerabat saja yang tahu bahwa Kakek mempunyai nama panggilan Obi Mite."
"Ya, Tuhan. Inilah arti mimpi Ibu dan panggilan di desiran angin tadi. Berarti kita sedarah e, Bibi?"
"Iya Haris. Sebelum nenek meninggal lima tahun lalu, beliau bercerita bahwa Kakek pernah punya anak perempuan dengan wanita lain dari daerah Bajawa ini. Kakek hanya sebut namanya Lena Tule. Kita satu darah dari Kakek Obi Mite, Nak!"
Seketika air mata turun dari pelupuk mataku dan segera memeluk Bibi yang akhirnya kukenal sebagai Bibi Rina ini.
Sebulan berselang saat Malam Natal, kami berkumpul lagi di rumah Bibi Rina dan Om Patris tempat motorku mogok saat mengirim selusin ayam ke Haji Basri. Kami melakukan ramah tamah keluarga besar cucu Kakek Obi Mite.Â
Memang sedikit canggung, tetapi aku dan Ibu sangat bahagia karena akhirnya mempunyai keluarga sedarah dalam merayakan malam kelahiran Tuhan Yesus.
TOK... TOK.... TOK