"Orang tua kalian tidak antar jemput?"
"Ibu kerja di pabrik, pulang jam tujuh malam. Kalau Bapak, sudah meninggal tahun lalu."
"Innalillahi. Kakak ikut berduka cita ya adik-adik. Ehmm.. Adik-adik tapi tahu kan, kalau nyeberang Jalan Lontar tadi agak berbahaya?"
"Iya Mas. Awalnya banyak yang bantu kok. Tapi lama kelamaan mereka tahu kalau Adik bisa menyeberang jalan dengan aman. Jadinya terbiasa. Tadi mungkin Bapak itu saja yang ngebut."
"Iya kamu benar, Dik. Tuh Bapaknya sudah pergi. Mungkin dia tahu kalau dia yang salah."
Semua pertanyaanku ini dijawab dengan lantang oleh anak lelaki yang pandangannya tidak lurus ke arahku. Sementara aku melihat, sang adik, yang berusia kira-kira kelas tiga SD masih agak syok sambil meminum air yang kuberikan.
"Adik-adik habiskan minumannya dulu, ya. Kakak ambil motor di Pom Bensin depan, setelah itu kembali untuk antar kalian jalan ke rumah."
"Oke Mas. Terimakasih." Masih tak ada satu patahpun dari anak gadis itu.
Aku beranjak dari kursi, namun ada satu panggilan untuk mendengar suara gadis itu walau singkat saja.
"O iya, nama kalian siapa?"
"Aku Ilham, Mas. Kalau.."