Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jangan Cintai Dia

25 Februari 2017   05:30 Diperbarui: 14 Juni 2018   12:12 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Baiklah, nanti kita bicarakan,” ujar Aaron, berusaha menenangkan.

“Tidak, aku mau sekarang!” Perempuan itu memaksa. Tatapannya tajam ke arah Aaron dan dengan tegas mengusap air mata.

“Baiklah, akan kujelaskan, tapi tidak di sini. Kita cari tempat lain,” ucap Aaron untuk menghindari keributan. Perempuan itu pun berlalu pergi tanpa permisi.

Aaron lalu menghadap Deni dan Jenna. “Maaf, sudah membuat kalian terganggu, tapi aku harus pergi sekarang. Terima kasih,” pamitnya seraya berbalik mengambil langkah untuk mengejar perempuannya.

Setelah pintu ditutup, kedua bersaudara itu beriringan menuju ruang tengah. Dengan nada pelan, Jenna mengguman. “Jadi dia kekasih, Aaron?” tanyanya pada diri sendiri di belakang bahu kakaknya.

Deni yang mendengar ucapan Jenna barusan, langsung berbalik dengan wajah emosi. “Ya itu kekasihnya, tapi perempuan itu terlalu nakal, jadi Aaron memutuskannya, paham?!” Deni membentak seolah ia yang bermasalah.

Setelah kedatangan perempuan itu, Jenna sudah tidak tahu lagi bagaimana kabar Aaron, karena laki-laki itu tiba-tiba berhenti datang ke rumah. Ditahannya rasa rindu, karena ia tahu tidak mungkin menggapai sesuatu yang jelas-jelas bukan untuknya. ***

Masa liburan kuliah akhirnya tiba. Deni dan Aaron bersiap pergi ke Bandung untuk mengunjungi saudara sepupu Aaron yang sudah lama tidak ditemuinya. Kepergian mereka saat itu sekaligus mengisi liburan untuk menghilangkan kepenatan selama kuliah.

“Ibu, Ayah, aku pergi dulu.” Deni berpamitan sambil mencium tangan kedua orang tuanya.

Sebelum pamitan keluarga selesai, di kejauhan, Aaron datang dengan tas ransel yang melekat di bahu. Perempuan yang kemarin sempat bertengkar dengannya tampak mengikuti dari belakang, wajahnya terlihat sedih. Melihat Aaron sudah siap berangkat, Deni buru-buru menyelesaikan acara ritual pamitan pada adiknya.

Di menit-menit selanjutnya, dua sahabat itu mulai melangkah menuju pintu pesawat. Jenna hanya bisa menatap bahu Aaron yang kian menjauh. Ditariknya napas dalam-dalam, ia sadar harapan agar bisa menjalin hubungan dengan laki-laki itu hanya sekedar angan-angan. Sambil tertunduk, Jenna mengikuti langkah kedua orang tuanya untuk meninggalkan bandara. Ketika berbalik ia mendapati kekasih Aaron masih berdiri khusyuk di tempatnya. Pandangan perempuan itu seakan tak rela membiarkan Aaron pergi, padahal orang yang diantar telah hilang di balik pintu pesawat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun