“Umm, apakah, Aaron ada di dalam? Tadi aku sudah ke rumahnya dan orang tuanya mengatakan kalau dia ada di sini. Aku ingin bertemu dengannya.” Perempuan itu tampak tegang. Tangannya meremas tas yang tergantung di bahu kanannya.
“Maaf, kau siapa?” tanya Jenna.
“Umm, aku … katakan saja kalau, Cindy mencarinya,” jawabnya tersenyum getir, lalu terlihat meraih sebuah botol kecil dari dalam tas dan mengeluarkan beberapa pil di atas telapak tangan, kemudian langsung dilemparkan dengan pelan ke dalam mulut.
Seperti melihat situasi genting, Jenna berbalik dan berjalan cepat menuju ruang tengah setelah ia meminta perempuan itu menunggu di teras.
“Aaron, ada seseorang mencarimu. Dia sedang menunggu di depan,” lapornya.
“Siapa?” Sambil bertanya heran, Aaron berdiri dan meninggalkan stick game di lantai. Ia berjalan menuju teras diikuti Deni dari belakang. Tiba-tiba saja pertengkaran antara perempuan itu dan Aaron pecah.
“Kau tidak menjelaskan apa-apa!” Perempuan itu terlihat sangat kecewa. Kalimatnya meninggi, ia tampak tak memedulikan keberadaan Deni dan Jenna yang menatap bingung.
“Tapi sudah jelas kita putus!” Aaron pun terlihat menegaskan sesuatu.
“Tidak semudah itu mengatakannya lewat pesan, kau harus menjelaskannya dulu.”
“Kau harus memberiku waktu.”
“Sudah terlalu lama! Dua minggu aku menunggu, tapi kau tidak juga mau bicara. Sampai aku harus mencarimu ke kampus, ke rumahmu, ke mana pun kau pergi. Aku lelah!” Wajah perempuan itu tampak tak kuat lagi menahan beban hati. Dia menangis.