Mohon tunggu...
Viride
Viride Mohon Tunggu... Buruh - penulis

Penulis tidak dapat menulis secepat pemerintah membuat perang; karena menulis membutuhkan pemikiran. - Bertolt Brecht (Penulis dari Jerman-Australia)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Jangan Cintai Dia

25 Februari 2017   05:30 Diperbarui: 14 Juni 2018   12:12 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu saja, Jenna sadar kalau Pangeran hatinya sudah punya kekasih, tapi saat itu ia hanya ingin sekedar bicara lebih dekat dengan Aaron dan sayangnya waktu seolah berjalan cepat, tanpa sepengetahuan Jenna, Deni langsung mendapati mereka sedang asyik nonton tv di ruang tengah sambil bercanda.

Deni menatap sahabatnya heran. “Aaron, kenapa kau tidak bilang kalau akan ke rumah?” tanyanya dengan nada kesal melirik Jenna.

“Maaf, tadi buru-buru. Aku ke sini hanya ingin meminjam buku kuliahmu,” jawab Aaron dengan senyum ramah yang ditujukan pada Jenna.

“Ya sudah, langsung ke atas saja,” ajak Deni sambil menarik paksa kerah baju laki-laki itu menuju kamar.

Melihat, Aaron pasrah mengikuti langkah kakaknya, Jenna hanya memejam dengan amarah yang tertahan. Semakin lama gadis itu semakin heran dengan sikap Deni yang terlalu melindungi sahabatnya.

***

Kekesalan Jenna berlanjut saat Aaron kembali datang ke rumah keesokan harinya. Ia terlihat kesal sambil membolak balik majalah yang ada di tangan, lembaran-lembaran kertas itu sudah terlihat kumal dan hampir terbelah dua karena diremasnya. Acara nonton tivi sore itu tidak bisa ia nikmati, karena ruang tengah sudah lebih dulu diisi Aaron dan Deni untuk bermain Game Playstation.

Sebenarnya tidak masalah kalau Jenna ikut menonton aksi dua laki-laki itu saat sedang repot menekan-nekan tombol stick, tapi lagi-lagi sikap kakaknya membuat rahang Jenna mengeras. Deni selalu mengusirnya dengan alasan mereka ingin bermain dengan tenang, padahal sudah jelas kalau Jenna tidak akan mengganggu. Gadis itu akhirnya mengalah dengan menjauhkan diri ke teras rumah bersama majalah yang sudah lama dia beli.

“Permisi! Apa benar ini rumah, Deni?” Seorang perempuan terlihat setengah berteriak di depan pintu pagar. Jenna yang melihat sosok itu, langsung meninggalkan majalahnya di atas kursi dan mendekat kearah perempuan itu.

“Maaf, ini rumah, Deni?” tanyanya kali kedua dengan nada yang lebih normal.

“Benar, Deni kakakku, ada apa?”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun