"Sudah! Sudah! Ibu enggak apa-apa."Â
"Ibu ini, selalu belain dia terus. Ini akibatnya, Mayatri jadi manja dan enggak berpikir. Kapan dia akan dewasa, Bu?"
"Tapi Ibu ikhlas, Nak, untuk kalian."
"Ibu--"
"Gayatri! Jadi, seperti itu kamu memandangku?"
"Apa maksudmu?"
Mayatri yang tiba-tiba sudah ada di belakang mereka, berteriak-teriak sambil menunjuk-nunjuk kalap pada kakaknya sehingga membangunkan tidur bayinya dan menangis seketika. Tanpa basa-basi dia merebut bayinya, lalu menyeret kakak-kakaknya.Â
"Dasar memang perempuan gabug! Anak gabug, tak akan pernah tahu rasanya gimana jadi seorang ibu. Makanya seperti itu!" umpatnya sembari menyertarter motor dan menaikkan ke jok depan dan belakang anak-anaknya yang berusia tiga dan empat tahun itu.Â
"Mayatri, tunggu, Nak. Jangan bawa mereka dalam keadaan emosi. Tak baik, Nak. Maafkan Ibu dan Kakakmu ini." Ibu mengejar dengan langkah tertatih-tatih. Namun, Mayatri tak peduli dan terus melajukan scoopy-nya.Â
Gayatri syok dengan perlakuan Mayatri dan hanya termangu. Lalu dia menggumamkan kata-kata gabug itu secara berulang-ulang tanpa sadar.Â
"Gabug. Berisi. Kosong. Ada anak gabug, anak berisi. Semua kosong. Semua berisi. Kosong dan berisi. Gabug tak berguna. Berisi tapi tak berguna. Kopong."