Mohon tunggu...
Gloria Pitaloka
Gloria Pitaloka Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu Rumah Tangga dan Penulis

Perempuan yang mencintai bumi seperti anak-anaknya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Perempuan Gabug

12 Juni 2023   18:12 Diperbarui: 12 Juni 2023   18:17 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teriakkan- teriakkan keponakan-keponakannya, tiba-tiba menyadarkan Gayatri bahwa harapan tak selamanya indah. Dan itulah kesehariannya: mengasuh dan mengurusi mereka. 

"Ini hanya sebentar, ini hanya sementara, sekali ini lagi saja, ya, hanya sekali ini. Benar," batin Gayatri membujuk hatinya sendiri dengan keyakinan-keyakinan yang dia sendiri sudah memperkirakan bagaimana wujud ke depannya. 

***

Lengkingan tinggi dan suara benda pecah menyusul tangisan bayi, membangunkan Gayatri yang baru saja terlelap. 

Bergegas dia menuju sumber suara. Tampak sesosok perempuan beruban dengan kerutan di seluruh wajahnya terbungkuk-bungkuk menggendong bayi dan melerai pertengkaran dua keponakannya yang berusia tiga dan dua tahun. Sedangkan lantai sudah dipenuhi pecahan beling, nasi, air yang tumpah dan mainan yang berserakan. 

"Ibu!" teriak Gayatri dan bergegas menghampiri dan menarik kedua ponakannya menjauhi pecahan beling. 

"Kalian tunggu dulu di sini, jangan ke mana-mana! Kalau ada yang bergerak, Bude kasih hukuman nanti!" Gayatri pun bergegas membersihkan lantai dan meminta ibunya agar segera duduk di sofa. 

Tangisan bayi akhirnya berhenti, tetapi omelan Gayatri tak kunjung reda kala dia mengetahui adiknya yang bungsu itu pergi meninggalkan ketiga anaknya di rumah ibunya. 

"Lagi-lagi dia begitu. Setiap saat menyusahkan Ibu saja. Pergi kemana dia, sudah banyak anak, enggak mau ngurusin malah merepotkan orang tua!"

"Sudahlah, Ay."

"Enggak, Bu! Ya, ampun! Ini sudah keterlaluan. Sampai meninggalkan bayinya juga? Kalau Ibu diamkan saja perilakunya itu, lama-lama dia makin enggak tahu diri! Ibu, 'kan, sudah sepuh gini, mana sakit-sakitan lagi, tega bener dia!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun