Mohon tunggu...
Goris Lewoleba
Goris Lewoleba Mohon Tunggu... Konsultan - Alumni KSA X LEMHANNAS RI, Direktur KISPOL Presidium Pengurus Pusat ISKA, Wakil Ketua Umum DPN VOX POINT INDONESIA

-

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mencari Cawapres "Permata Politik"

14 Mei 2023   11:17 Diperbarui: 15 Mei 2023   11:30 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mencari cawapres. (Ilustrator: Kompas.com/Andika Bayu Setyaji)

Meskipun belum secara definitif adanya penetapan Calon Presiden Republik Indonesia untuk mengikuti Pilpres 2024, tetapi aspirasi dan preverensi politik dari konstituen belakangan Ini, telah memperlihatkan kecenderungan yang menghadirkan tiga nama populer ke muka publik yaitu: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan.

Bahkan, hampir setahun terakhir ini, jagad politik di Tanah Air telah dipenuhi dengan beragam isu dan narasi mengenai siapa Calon Presiden dari masing-masing Partai Politik yang memenuhi persyaratan Presidential Threshold.

Pembicaraan mengenai hal itu, tidak hanya berlangsung di Gedung DPR RI serta di Etalase Intern Partai Politik, tetapi ramai juga diperbincangkan sampai ke kalangan akar rumput di bawah permukaan, yang tersebar di berbagai tempat beranjangsana dan bersilahturahmi pada Warung Kopi di pinggir jalan.

Ketiga nama ini, sering merebut ruang publik serta menjadi Media Darling, dan kerap menghiasi pemberitaan media massa di Negeri ini, baik Media Mainstream maupun Media Sosial.

Porsi perhatian yang kian besar dan menyita atensi publik itu, memang menjadi wajar dan masuk akal, karena adanya harapan yang terselubung dan ekspektasi yang positif mengenai continuity atau keberlanjutan kegiatan pembangunan bangsa yang telah dilakukan melalui "Tangan Dingin" Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-7.

Lagi pula, disinyalir bahwa, ada Capres tertentu yang berada pada posisi politik dalam persaingan perebutan Kursi Presiden RI ini yang disebut sebagai Antitesa dari Presiden Joko Widodo. 

Hal inilah yang menyebabkan, sebagian pihak mengewatirkan secara politik bahwa, bilamana Capres yang menang adalah yang Antitesa Jokowi, maka semua hasil pembangunan yang dicapai dengan jerih payah dan suka-duka selama sepuluh tahun terakhir ini, boleh jadi dan besar kemungkinan akan dianggap sebagai hal yang tak berguna, dan dapat dipandang sebagai semacam "sampah peradaban politik" yang layak untuk dibuang.

Sinyalemen ini dapat terkonfirmasi secara signifikan berdasarkan hasil riset Lembaga Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang mengungkapkan, mayoritas publik percaya bahwa, Ganjar Pranowo menjadi sosok Capres yang paling memungkinkan melanjutkan program pemerintahan Presiden Jokowi. Sementara, Anies Baswedan menjadi Capres yang diyakini akan mengubah kebijakan Jokowi.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa, di antara tiga tokoh bakal Calon Presiden, Ganjar Pranowo paling banyak dipercaya akan melanjutkan program pemerintahan Jokowi. Sementara Anies Baswedan lebih banyak dianggap akan mengubah kebijakan pemerintahan Jokowi, sebagaimana diketengahkan oleh Direktur Riset SMRC Deni Irvani dalam jumpa pers virtual, Selasa (9/5/23).

Deni menjelaskan bahwa, persepsi publik terhadap Prabowo Subianto, justru terbelah. "Sementara penilaian publik pada Prabowo terbelah, sebanyak 36 persen menyatakan Dia akan melanjutkan, dan 39 persen menilai Dia akan mengubah program pemerintahan Jokowi. Sisanya, 25 persen, belum menjawab,"

Pandangan sebagian pihak yang tidak mendukung kebijakan Presiden Jokowi dalam membangun demi kesejahteraan masyarakat Indonesia ini, tidak pernah berhenti sampai di penghujung akhir masa jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia.

Apalagi berkaitan dengan pembangunan infrastruktur yang sangat masif di seantero Tanah Air, yang semula tidak didukung oleh sebagian pihak dengan ungkapan politik yang sarkastik dan bernada pesimistik.

Misalnya saja, kerap kali dinyatakan ke muka publik oleh sebagian kalangan bahwa, rakyat lebih butuh Makan Nasi, dari pada disodorkan "Aspal untuk Dimakan".

Meskipun demikian, pernyataan itu menjadi semakin sirna, ketika gerak dan dinamika perekonomian lokal menjadi lebih produktif dan memberikan nilai tambah yang menjanjikan, karena adanya dukungan infrastruktur dan beragam faktor produksi yang telah dibangun oleh pemerintah, telah memberikan multiplier effect bagi perekonomian masyarakat setempat yang tersebar di seluruh Tanah Air.

Keberhasilan seperti itu telah dicapai dengan kerjasama kolaboratif antara semua unsur dan elemen dalam pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden, yang dipilih secara langsung oleh Rakyat Indonesia melalui Pemilu di dalam Sistem Demokrasi Pancasila.

Posisi dan Peran Wakil Presiden

Dalam pelaksanaan sistem ketatanegaraan di Indonesia, Presiden Republik Indonesia sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, akan dibantu oleh seorang Wakil Presiden.

Berkenan dengan hal itu, maka sebagaimana yang diungkapkan oleh Harruma, dalam Kompas.com (27/10/22), bahwa dalam menjalankan kewajibannya, Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden.

Ditegaskan pula bahwa, Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh rakyat secara langsung sebagai satu pasangan, dengan menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana yang telah diatur di dalam Ketentuan Undang-Undang Dasar 1945.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa, tugas dan kewenangan Wakil Presiden tergantung pada pemberian atau pelimpahan kekuasaan dari Presiden.

Walaupun demikian, secara umum dapat dinyatakan bahwa, tugas Wakil Presiden sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945 adalah membantu Presiden.

Kecuali itu, Wakil Presiden juga bertugas dan berwenang untuk menggantikan Presiden sampai habis masa jabatannya jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya.

Kemudian dapat dijelaskan bahwa, terdapat beberapa tugas dan kewenangan Wakil Presiden yang lain di antaranya:

Melakukan pengawasan aparatur pemerintah dengan melibatkan aparat penegak hukum terkait. Selain itu, melakukan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan sekaligus menjadi katalisator pemahaman antara kementerian penyelenggara pemerintahan.

Selanjutnya, Wakil Presiden juga dapat melakukan koordinasi perumusan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih dari itu, tugas Wakil Presiden adalah menjadi pendorong penyelesaian sengketa antara Kementerian dan Lembaga di dalam Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Demikian juga, Wakil Presiden, dapat melakukan pengawasan dan pemantauan kebijakan pemerintah di daerah, serta merumuskan penyelesaian konflik substansial antara kebijakan pusat dan kebijakan daerah.

Dengan memperhatikan peran dan fungsi dari Wakil Presiden dalam Sistem Penyelenggaran Pemerintahan, maka sesungguhnya kedudukan Presiden dan Wakil Presiden merupakan Pejabat Tinggi dalam Lembaga Negara yang disebut Lembaga Kepresidenan, sehingga dengan demikian, kedudukan Wakil Presiden tidak dapat dipisahkan dengan Presiden.

Hal ini disebabkan karena, keduanya merupakan satu kesatuan jabatan sebagai pasangan yang dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilihan Umum.

Dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara, kerap kali, Jabatan Presiden dipandang sebagai posisi yang setara, atau dalam situasi tertentu Wakil Presiden berkedudukan sebagai Pengganti Presiden bilamana Presiden berhalangan, baik sementara maupun berhalangan tetap, dan hal ini dapat pula dipahami dengan dua kemungkinan penafsiran.

Kemungkinan pertama, diperoleh dari penafsiran yuridis terhadap pasal-pasal yang mengatur tentang Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Pasal 6, Pasal 6A, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9 UUD 1945, serta Pasal 7, Pasal 22, Pasal 24, dan Pasal 25 Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/1999.

Berdasarkan pendekatan ini, tidak terdapat hierarki antara Presiden dan Wakil Presiden yang menunjukkan hubungan sebagai atasan terhadap bawahan.

Pasal-pasal tersebut hanya menunjukkan pembagian prioritas dalam melaksanakan kekuasaan pemerintahan di mana Presiden menjadi pemegang prioritas utama, sementara Wakil Presiden sebagai pemegang prioritas kedua. Dengan demikian, jika Presiden berhalangan maka, Wakil Presiden dapat dengan sendirinya menggantikannya.

Sementara itu, kemungkinan kedua, didapat melalui penafsiran Pasal 4 Ayat 2, Pasal 5 UUD 1945, serta Pasal 8 Ayat 1 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978.

Berdasarkan penafsiran ini, Presiden merupakan satu-satunya penyelenggara pemerintahan negara tertinggi yang menyebabkan segala tanggung jawab mengenai penyelenggaraan pemerintahan negara yang tertinggi berada di tangannya. 

Dalam hubungannya dengan hal ini, Wakil Presiden tidak dapat bertindak sendiri karena hanya merupakan Pembantu Presiden.

Cawapres sebagai "Barang Antik" dan "Permata Politik"

Dalam menghadapi perhelatan Pesta Demokrasi Pilpres Tahun 2024, publik di Tanah Air tidak hanya sedang dihebohkan oleh proses penentuan Calon Presiden dari Partai Politik dan atau Koalisi Partai Politik.

Tetapi, yang justru lebih menyita perhatian masyarakat Indonesia hari ini adalah, hiruk pikuk para politisi di Partai Politik atau Koalisi Partai Politik dalam mencari dan menentukan Sosok Calon Wakil Presiden atau Cawapres.

Pasalnya, dari hasil Riset Lembaga Survei yang kredibel di Tanah Air, terungkap bahwa, belum ada Capres yang memiliki elektabilitas yang mencapai Angka Psikologis di atas 30 % untuk memenangkan Pilpres Tahun 2024.

Oleh karena itu, sangat diperlukan cawapres yang memenuhi kriteria elektabilitas yang mumpuni untuk dapat mendulang suara konstituen berbasis beragam variabel sebagai faktor penentu kemenangan dalam Pilpres 2024.

Memang, belakangan ini, sudah ada beberapa nama populer yang muncul ke muka publik sebagai Cawapres andalan, antara lain, Erick Thohir, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil.

Kecuali itu, ada juga Erlangga Hartarto, Muhaimin Iskandar, Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY, dan Mahf'ud MD serta Khofifah Indar Parawansa.

Bahkan pernah ada wacana, dimana justru Prabowo Subianto ditempatkan juga dalam posisi sebagai Calon Wakil Presiden bagi Ganjar Pranowo. Pasangan ini diprediksi oleh banyak kalangan, akan menjadi yang paling kuat dan diperkirakan akan menang telak bila melawan siapa pun.

Dan begitulah dinamika situasi politik yang kadang menabrak Logika Publik berbasis argumentasi bahwa, Politik itu sesungguhnya terkait dengan "How to get Power dan How to Use Power".

Meskipun demikian, belum ada satu pun Partai Politik yang secara mantap dan definitif menentukan dan menetapkan siapa Cawapresnya yang akan berpasangan dengan siapa Capresnya.

Memperhatikan dinamika dan situasi politik hari-hari ini, tampaknya, para politisi dari berbagai Partai Politik dan atau Koalisi Partai Politik sedang berselancar untuk mencari siapa Cawapres yang paling tepat untuk berpasangan dengan Capres dari Partai Politiknya.

Perburuan politik untuk mencari Cawapres dengan beragam pra- kondisi dan kriteria yang melekat padanya, serta manuver para cawapres untuk menampilkan diri seelegan mungkin agar dapat "laku dijual" di pasar politik, tampak seolah seperti "Burung Camar yang sedang terbang bebas ke sana ke mari untuk mencari di mana letak posisi dan lokasi sarangnya dalam presisi yang tepat dan terukur".

Dengan demikian maka, tampak pula nyata terasa bahwa, semuanya sedang saling menunggu dan mengintai, siapa gerangan yang akan ditetapkan sebagai Calon Wakil Presiden yang akan mendampingi Calon Presiden dari masing-masing Partai Politik dan atau Koalisi Partai Politik.

Berdasarkan catatan sejarah Pilpres setelah masa Orde Baru, penetapan Pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden, sering kali dilandasi oleh formula kombinasi politik yang bersifat dikotomis seperti Islam-Nasionalis atau Jawa-Luar Jawa, agar dapat diperoleh keseimbangan yang serasi guna menemukan representasi dalam mengekplorasi lumbung suara untuk memenangkan pertarungan politik di akar rumput sebagai basis ceruk sumber suara konstituen.

Oleh karena itu, dalam pengamatan banyak pihak, Erick Thohir merupakan salah satu Cawapres yang potensial dan kuat dalam hal kriteria kelayakan untuk menjadi Cawapres untuk Capres siapa pun.

Dikatakan demikian, karena Erick merupakan salah satu Menteri BUMN yang relatif sukses dalam mengelola Perusahaan Pelat Merah di Negeri ini di Tangan Presiden Joko Widodo.

Kecuali itu, Erick Thohir mempunyai rekam jejak yang baik dan impresif serta memiliki Modal Sosial yang memadai, karena Erick Thohir punya kedekatan hubungan emosional dengan NU sebagai Ormas Islam terbesar di Indonesia, bahkan di dunia. 

Di samping itu, Erick Thohir juga memiliki kondisi logistik yang memadai dalam meniti jalan menuju ke arah Pilpres 2024, karena itu Erick Thohir amat layak menjadi "Permata Politik" bagi Capres siapa pun.

Sementara itu, Sandiaga Uno tampaknya sedang berada pada dilema moral dan politik sebagai seorang cawapres.

Dikatakan demikian karena disinyalir bahwa, Sandiaga Uno telah mengambil keputusan untuk mundur dari Partai Gerindra dengan alasan karena, telah tertutup peluangnya sebagai Cawapres. Apalagi Prabowo Subianto kembali maju lagi sebagai Capres, sehingga sulit untuk mengambil posisi dan kesempatan menjadi cawapres dari partai sendiri.

Dengan demikian, Sandiaga Uno bergabung ke PPP agar mendapat kesempatan sebagai Cawapres untuk Ganjar Pranowo, namun demikian karena peluangnya relatif kecil dalam taksiran politik masa kini di intern PDI-P maka, Sandiaga Uno mencoba mendekati PKS agar dapat diusulkan menjadi Cawapres Anies Baswedan.

Meskipun demikian, rencana Sandiaga Uno untuk menjadi Cawapres Anies Baswedan, disinyalir menghadapi beberapa tantangan yang serius antara lain, bagi pihak yang mencalonkan AHY, dan merasa sudah pernah mendukung Sandiaga Uno di Pilkada Jakarta, maka saat ini berkembang pendapat bahwa Sandiaga Uno selayaknya memberikan kesempatan kepada AHY.

Kecuali itu, diduga bahwa JK juga melihat bahwa Sandiaga Uno tidak memberikan dampak elektoral yang signifikan, dan merasa pula bahwa, Tokoh dari NU yang lebih sesuai untuk mendampingi Anies Baswedan.

Oleh karena itu, jika dua "Kuda Hitam" Bacawapres NU dari Jawa Timur yaitu : Mahf'ud MD atau Khofifah Indar Parawansa dapat merapat ke Anies Baswedan, maka bukan tidak mungkin persaingan politik di Pilpres 2024 akan menjadi sangat seru dan mendebarkan.

Sementara itu, Ridwan Kamil, Muhaimin Iskandar dan AHY sedang berada pada posisi tawar yang dilematis sebagai Cawapres siapa pun, karena beragam variabel politik yang sedang melingkari posisi dan kondisi politiknya.

Hal ini disebabkan karena, meskipun Ridwan Kamil memiliki modal sosial konstituen yang sangat besar di Jawa Barat, tetapi di dalam tubuh Golkar sendiri ada Erlangga Hartarto, sang Ketua Umum yang juga sedang berusaha untuk merebut ruang publik agar dapat menjadi cawapres dari capres siapa pun termasuk ke Anies Baswedan atau ke Prabowo Subianto.

Situasi yang disebutkan terakhir inilah yang juga membuat Muhaimin Iskandar menjadi seperti sedang memegang buah simalakama dengan bara api di Kepala.

Sedangkan secara politis, AHY tampaknya sudah sedang pasrah saja karena problem elektabilitas, serta dalam persaingan politik di Tanah Air, AHY dan Demokrat sedang dikepung secara sporadis dari kiri kanan dan depan belakang oleh Faksi Moeldoko dan Anas Urbaningrum.

Meskipun demikian, betapapun rumit dan ketatnya persaingan politik dalam menentukan dan menetapkan siapa cawapres yang akan dipasangkan dengan capres dari Koalisi Partai Politik masing -masing.

Namun, situasi seperti ini memperlihatkan bahwa para Calon Wakil Presiden dalam Pilpres 2024 merupakan hamparan "Permata Politik" dan "Barang Antik" yang sedang dicari dan dirindu dambakan oleh semua pihak.

Oleh : Goris Lewoleba, Wakil Ketua Umum dan Juru Bicara Vox Point Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun