Mohon tunggu...
Akhmad Gojali
Akhmad Gojali Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswa Magister Akuntansi, Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak. NIM : 55521110035 Akhmad Gojali, Universitas Mercu Buana, Jakarta

Mahasiswa Magister Akuntansi Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak. NIM : 55521110035 Nama Mahasiswa : Akhmad Gojali Universitas Mercu Buana, Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Regulasi Pemajakan Berbasis SE-33/PJ/2013 Perusahaan Freight Forwarding

9 April 2022   16:05 Diperbarui: 9 April 2022   16:10 1908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Regulasi Pemajakan Berbasis SE-33/PJ/2013 Perusahaan Freight Forwarding

Apa sih Freight Forwarding ?

Freight Forwarding merupakan Jasa Pengurusan Transportasi/freight forwarding (JPT/FF). Sesuai Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. KM-10 Tahun 1988, Freight Forwarding adalah suatu usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut atau udara yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biayabiaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-barang tersebut sampai dengan diterimanya oleh yang berhak menerimanya.

Freight Forwarding bukanlah perusahaan makelar atau broker karena perusahaan jasa transportasi berdiri berdasarkan Surat Izin Usaha Jasa Pengurusan Transportasi (SIUJPT) yang dikeluarkan secara resmi oleh Kementerian Departemen Perhubungan yang mencakup banyak kegiatan jasa sesuai dengan SIUJPT tersebut. Secara de facto perusahaan freight forwarding ternyata memiliki peranan yang jauh lebih besar dalam mata rantai Multi Moda Transport dalam lalu lintas perdagangan nasional dan internasional karena di satu sisi bisa bertindak sebagai Principal namun di sisi lain bisa bertindak sebagai Cargo Agent atau Operator dari trucking/pesawat/kapal.

 

Apa sih SE-33/PJ/2013 ?

SE-33/PJ/2013 merupakan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2013 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) Yang Di Dalam Tagihannya Terdapat Biaya Transportasi (Freight Charges). Regulasi pemajakan SE-33/PJ/2013 tersebut berbasiskan pada Peraturan Menteri Keuangan No. 38/PMK.011/2013 (“PMK-38/2013”) tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan No. 75/PMK.03/2010 (“PMK-75/2010”) tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak.

Dengan adanya PMK-38/2013 dan SE-33/PJ/2013 sebenarnya merupakan trobosan pemajakan atas freight forwarding yang selama ini dianggap “untaxable”, namun disisi lain disayangkan konsep pemajakan tersebut bisa mendatangkan kerugian/kekurangan bagi pemasukan negara, karena mekanisme PPN terganggu akibat secara itheritical consept idari tax base-nya tidak terbidik secara efektif. Konsep yang ditawarkan sudah baik yakni untuk “menangkap adanya potensi PPN yang terkandung dalam freight sebagai pendapatan negara”, namun dari sudut pandang revenue productivity principle, konsep tersebut menimbulkan permasalahan baru yang sebenarnya tidak perlu terjadi karena pada dasarnya timbulnya realisasi transaksi selisih freight yang dapat “dijaring” dari pembukuan komersial yang diselenggarakan berbasiskan Standard Akuntansi Keuangan yang berlaku sudah merupakan suatu indikasi terciptanya suatu nilai tambah yang menjadi objek pengenaan PPN.

 

Praktik Pemajakan PPN Freight Forwarding

Berdasarkan SE-33/PJ/2013 tersebut terdapat 2 (dua) mekanisme perhitungan DPP PPN atas freight forwarding sebagai berikut :

1.    DPP = 10% x besar tagihan

Mekanisme penghitungan DPP 10% dari tagihan sesuai contoh satu diatas, mengacu kepada Pasal 2 huruf m PMK-75/2010 jp PMK-38/2013 yang dipertegas dengan SE-33/PJ/2013 pada huruf E angka 2 huruf b ditegaskan bahwa “b. Pasal 2 huruf m, bahwa Nilai Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih”.

Atas penjelasan diatas bila dirumuskan :

PPN  = DPP x Tarif PPN

           = (10% x besar tagihan) x 11%

NB. Tarif PPN 11% mengacu kepada Undang-Undang No. 11 Tahun 2021 (UU HPP) pada Pasal 7 ayat (1) huruf a tarif PPN sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan huruf b tarif PPN sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

Sebagai contoh :

PT Angin Ribut merupakan usaha yang bergerak di bidang jasa pengurusan transportasi dan mendapatkan order dari PT Sinar bagus dengan nilai transaksi Rp 500 juta. Berapa PPN yang harus PT Angin Ribut terbitkan pada Faktur Pajak Keluaran nya kepada PT Sinar bagus ?

Jawab

DPP  = 10% x besar tagihan

         = 10% x 500 juta

         = Rp 50 juta

PPN  = DPP x Tarif PPN

         = Rp 50 juta x 11%

         = Rp 5,5 juta

Dan atas Faktur Pajak yang diterbitkan tersebut tidak dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan bagi PT Sinar bagus (kode Faktur 040)

Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 3 huruf d SE-33/PJ/2013 bahwa Pajak Masukan yang berhubungan dengan penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf m yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi, tidak dapat dikreditkan.

2.    DPP = nilai reimbursement tagihan dari pihak ketiga

Mekanisme penghitungan DPP normal sesuai contoh kedua, mengacu kepada UU No. 8 Tahun 1983 sttd UU No. 42 Tahun 2009 Tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM (UU PPN). Tepatnya Pasal 1 ayat (1), (2) dan Pasal 7 ayat (1) dan dipertegas dengan SE-33/PJ/2013 huruf E angka 1 huruf a dan d bahwa bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang ter utang, dan tarif PPN.

Atas penjelasan diatas bila dirumuskan :

PPN  = DPP x Tarif PPN

           = Nilai reimbursement x 11%

NB. Tarif PPN 11% mengacu kepada Undang-Undang No. 11 Tahun 2021 (UU HPP) pada Pasal 7 ayat (1) huruf a tarif PPN sebesar 11% yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022 dan huruf b tarif PPN sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat 1 Januari 2025.

Sebagai contoh :

PT Angin Ribut merupakan perusahaan JPT/FF melakukan penyerahan JPT/FF kepada PT Sinar bagus, yang terdiri dari penyimpanan barang yang akan diekspor dengan nilai Rp 150 juta, pengurusan dokumen Rp 50 juta dan pengurusan biaya transportasi kapal laut Rp 20 juta, total JPT/FF yang diserahkan sebesar Rp 220 juta exclude PPN.

Atas penyerahan JPT/FF yang dilakukan oleh PT Angin Ribut , terdapat tagihan dari perusahaan jasa angkutan laut yang dalam dokumen tagihan tersebut atas nama PT Sinar bagus sebagai pihak yang tertagih sebesar Rp 600 juta. Dalam perjanjian PT Angin Ribut dan PT Sinar bagus disepakati bahwa terdapat reimbursement tagihan dari perusahaan jasa angkutan laut yang harus dibayar oleh PT Sinar bagus kepada PT Angin Ribut. Dalam pembukuan PT Angin Ribut tidak mencatat/mengakui atas penerimaan dana reimbursement tersebut sebagai penghasilan, dan tidak mencatat/mengakui penyetoran dana reimbursement tersebut kepada perusahaan jasa angkutan laut sebagai biaya, sehingga reimbursement sebesar Rp 600 juta tersebut tidak termasuk penyerahaan JPT/FF yang dilakukan oleh PT Angin Ribut.

Jawab

DPP  = total JPT/FF yang diserahkan

         = Rp 220 juta

PPN  = DPP x Tarif PPN

         = Rp 220 juta x 11%

         = Rp 24,2 juta

Dan atas Faktur Pajak yang diterbitkan tersebut dapat dikreditkan sebagai Pajak Masukan bagi PT Sinar bagus (kode faktur 010).

Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 1 ayat (1), (2) UU PPN dan Pasal 7 ayat (1) SE-33/PJ/2013 huruf E angka 1 huruf a dan d bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang ter utang, dan tarif PPN.

Analisa atas Regulasi Pemajakan Freight Forwarding

Analisa atas regulasi pemajakan perusahaan freight forwarding dari berbagai referensi baik hasil penelitian maupun dari para ahli yang penulis baca bahwa berkesimpulan :

  1. Regulasi pemajakan SE-33/PJ/2013 yang berbasiskan PMK-38/2013 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak bisa mendatangkan kerugian/kekurangan bagi pemasukan negara, karena mekanisme PPN terganggu akibat secara konsep/teori dari tax base nya tidak terbidik secara efektif. Sebenarnya konsep pada SE tersebut sudah baik untuk menangkap adanya potensi PPN yang terkandung dalam freight sebagai pendapatan negara, namun dari sudut Konsep Prinsip produktivitas pendapatan menimbulkan permasalahan baru yang sebenarnya tidak perlu terjadi karena dasarnya timbulnya realisasi transaksi selisih freight dapat dijaring dari pembukuan komersial yang diselenggarakan berbasis SAK yang berlaku yang merupakan suatu indikasi terciptanya suatu nilai tambah yang menjadi objek pengenaan PPN (Ilmu et al., 2016);
  2. Pemajakan atas selisih freight atau nilai tambah dalam biaya freight kargo laut dan udara pada perusahaan Freight Forwarding di Indonesia tidak sesuai dengan teori/kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip PPN, sehingga atas ketidaksesuaian tersebut penerimaan negara dari PPN menjadi rendah (Ilmu et al., 2016);
  3. Faktur Pajak yang diterbitkan kepada shipper/eksportir/pengirim kargo akan timbul tambahan beban yang sebenarnya merupakan tax shifting dari perusahaan Freight Forwarding ke pihak shipper/eksportir/pengirim kargo yang pada akhirnya menimbulkan high cost economy karena faktur pajak PPN tersebut tidak bisa dikreditkan oleh pihak shipper/eksportir/pengirim kargo. Pemberlakuan peraturan terbaru tersebut dapat merusak kaidah-kaidah/prinsip-prinsip dasar, karakteristik, dan mekanisme yang terkandung didalam PPN (Ilmu et al., 2016);
  4. Pada hakekatnya sistem PPN memiliki konsep alternatif pengenaan PPN dalam transaksi penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi atau Freight Forwading atas freight charges tanpa melanggar kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip PPN yaitu dengan menerapkan metode Subtraction atau Subtractive Direct Method. Selain penerimaan negara lebih besar seperti penjelasan No. 1 diatas, pihak konsumen (shipper/eksportir/pengirim kargo) tidak merasa dirugikan karena adanya PPN atas selisih freight tersebut menjadi beban perusahaan freight forwarding (Ilmu et al., 2016).

Atas hasil analisa diatas mengenai Pemajakan PPN atas jasa freight forwarding maka menurut hemat penulis Kementerian Keuangan qq Direktur Jenderal Pajak diharapkan untuk dapat me-review SE-33/PJ/2013 dan PMK-38/2013 yang berlaku dan diharapkan dapat memperbaiki dengan regulasi baru Pemajakan PPN atas freight yang telah dikeluarkan dengan menerapkan metode Subtraction atau Subtractive direct method dalam pengenaan PPN atas selisih freight dengan rumus tarif PPN sebesar 10% x selisih freight.

Referensi :

  1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 sttd Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 Tentang PPN Barang dan Jasa Dan PPnBM (“UU PPN”);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 jo PMK-38/PMK.011/2013 Tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak;
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-33/PJ/2013 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Jasa Pengurusan Transportasi (Freight Forwarding) Yang Di Dalam Tagihannya Terdapat Biaya Transportasi (Freight Charges);
  4. Ilmu, I., Dan, S., & Stiami, M. (2016). KEMENRISTEK DIKTI JUDUL PENELITIAN : TIM PENGUSUL :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun