Mohon tunggu...
Desi Maryati
Desi Maryati Mohon Tunggu... -

Ordinary people

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Air Mata Itu Kering setelah 1 tahun

7 September 2012   11:01 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:48 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hampir setengah jam Rayana menunggu bis yang biasa mengantarnya pulang, sementara waktu sudah menunjukkan 18.20 yang artinya kemungkinan besar memang tidak akan ada bis lagi yang bisa ia tumpangi. Akhirnya, Rayanapun memutuskan untuk berjalan sedikit menjauhi halte untuk kemudian menuju halte selanjutnya yang kebetulan memang tidak terlalu jauh. Sebelum sampai ke Halte itu, Rayana berjalan melewati sebuah cafe yang lekat dalam ingatannya, cafe tempatnya dulu bersama Almarhum kekasihnya sering menghabiskan malam minggu bersama. Rayana menghela nafasnya dalam-dalam meskipun sebenarnya tidak terasa sesak, sejenak iapun memejamkan matanya. Nafasnya terasa semakin berat. Entah kenapa akhir2 ini pikiranya sering dipenuhi ingatan akan Almarhum kekasihnya itu.

Langkah Rayana tiba-tiba terhenti didekat pintu keluar parkir sebuah rumah sakit besar, mengedip-ngedipkan matanya seakan ia melihat sesuatu yang memang btuh untuk dilihat seksama, harus berulang-ulang. Berlari ia hingga hampir terjatuh, namun mobilnya sudah melesat meninggalkan dya tanpa menunggunya. Seseorang, yah seseorang yang ia kenal. Tapi siapa?sosok itu sangat ia kenal, tak mungkin penglihatannya salah meskipun hanya sekilas. Rayanapun memutuskan untuk tidak menuju halte. Ia memutuskan untuk duduk terlebih dahulu Raebuah kios pinggir jalan Raeberang pintu keluar parkiran Rumah Sakit itu. Ia memesan sebotol air mineral, dan tentu saja permen seperti biasanya kalau sedang merasa tidak keruan.

1Bulan kemudian

"Ra, kamu ke Gramedia yah, temani Ibu siang ini,,kekantor jam berapa kamu?" suara istri bosnya terdengar lembut sekali diseberang sana.

"ARa sampe kantor paling jam 4an bu, baru mau jalan niy. sekitar jam 5an lah bisanya, soalnya ARa mau ada briefing dulu sama anak2 soal besok bu, gapapa kan?"

"Ok, nanti Pa Min jemput kamu ya,,"

"siap bu boss,,," sahut Rayana seperti biasanya, ceria.

Sesampai dikantor, Rayana memberikan pengarahan dulu kepada anak buahnya untuk visiting yang rutin dilakukan kantornya ke klien-klien diakhir bulan. Rayana juga memberikan persetujuan apa2 saja yang bisa didapatkan oleh anak buahnya, baik itu fasilitas maupun akomodasi untuk menuju daerah klien masing2 timnya. Maklumlah, Rayana berkerja disebuah Perusahaan Akuntan Publik yang setiap jangka waktu tertentu memang sering mengadakan kunjungan2 guna mengumpulkan data-data keuangan perusahaan kliennya.

"Baiklah, semoga semuanya sukses, sampai ditempat tujuan dengan selamat dan kembali dengan membawa diri kalian utuh serta laporan yang dibutuhkan dengan tepat. c u next week, be carefull n dont forget to pray all. Wassalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh,," tutup Rayana selesai pengarahan.

"sore Pa Min, Ibu menunggu dimana?" sapa Rayana begitu memasuki mobil bosnya yang ternyata hanya ada sopirnya saja.

"Ibu bilang beliau tidak jadi non, soalnya Bapa mendadak ngedrop lagi, tapi ibu titip ini buat Non Rayana," Pa Min menyodorkan sebuah amploop yang Rayana tahu betul apa isinya, paling-paling daftar buku yang harus dibeli serta sejumlah uang atau kartu kredit milik bosnya itu. Rayana hanya tersenyum sambil menganggukan kepala kearah kaca spion depan tanda Pa Min boleh menyalakan mesin mobilnya.

Hanya butuh 25menit untuk sampai ke toko buku yang dya tuju. Rayanapun turun, seperti biasanya dya juga mengajak Pa Min turun. Pasti untuk mengajak Pa Min makan bersamanya, Rayana memang seorang yang paling tidak suka makan sendirian, dan juga tidak akan membiarkan temannya untuk menungguinya makan, apalagi Pa Min yang seorang paruh baya itu yang sudah dia anggap seperti kakeknya sendiri. Dan seperti biasanya juga, Pa Min pun tahu betul kebiasaan atasannya yang satu ini. menurut saja Pa Min mengikuti Rayana untuk menuju tempat makan.

"Pa Min, tunggu sini sebentar yah, ARa ga lama kok, cuman mau beli titipan Ibu aja. makanan bapa juga gakan lama dateng kok, santai aja ya pak, uda ARa bayar kok. kalopun ARa lama, Bapa makan aja duluan yah,,," pamit Rayana ketika mereka sudah memesan makanan dan tinggal duduk menunggu. Pa Min hanya mengangguk, karena inipun salah satu kebiasaan Rayana yang tidak pernah meninggalkan supirnya di tempat parkir,  siapapun itu. Maklumlah, Rayana bukan seorang yang berasal dari keluarga kaya, dya berasal dari keluarga biasa2 saja yang menganggap semua orang adalah sama. Sepertinya.

Rayana melangkah keluar dari restaurant jepang siap saji yang berada disamping toko buku itu. Sampai dilantai dasar toko buku itu, Rayana menyempatkan untuk melihat majalah-majalah yang ada diujung, hanya mellihat-lihat saja. Lalu iapun melihat kearah buku best seller yang ada dipaling depan, melihat Supernova milik Dee Lestari yang harganya lumayan kalau dibeli bersamaan, akhirnya Rayanapun memutuskan untuk menyimpan niatnya membeli buku itu dibulan depan saja. Menunggu gajian seperti biasanya.

Rayanapun lalu beranjak dan menuju lantai atas tempat buku-buku Akuntansi pesanan bosnya berada, ketika berada ditengah-tengah escalator tiba-tiba matanya menangkap sesosok yang sangat ia hafal benar. Rayana mengedip-ngedipkan matanya berulang kali, sama halnya dengan sewaktu didepan pintu parkir keluar sebuah Rumah Sakit. Kali ini lebiih jelas dari waktu itu, dya benar-benar dpat memastikan kalau ia memang mengenal sosok itu.

Berlari Rayana menuruni tangga yang ada disebelahnya setelah sampai dilantai 2. terburu-buru dan hampir menabrak seorang Ibu yang sedang menggendong anak balitanya, beruntung keseimbangan Rayana cukup kuat sehingga ia dapat menghindarinya tanpa terjatuh ataupun membuat Ibu tadi terjatuh. Rayana memburu orang itu yang sepertinya sudah tahu kalau Rayana melihatnya dan mengejarnya, namun sayangnya lagi-lagi Rayana tidak dapat menemukan orang tadi. Rasa sesak memenuhi dadanya, terasa sulit sekali ia bernafas. Bahkan, ia merasa sedikit limbung dipijakannya. Berbagai Pertanyaan muncul, dan yang paling menohok dadanya adalah MENGAPA???

Rayana kembali keatas dan menemukan apa yang dicarinya. Tangisnya dapat ia tahan, nafasnya dapat segera diaturnya, dan keseimbangannyapun dengan cepat ia kembalikan. Bukan saatnya, masih bekerja sekarang ini pikirnya. Rayana memag seorang yang cukup kuat untuk dapat menyembunyyikan perasaannya, terutama jika berhubungan dengan masalah pribadinya.

Malamnya, Rayana termenung hampir tak dapat tidur. Bayangan sosok lelaki bertongkat tadi begitu menyeruak dikepalanya. Ia hafal betul dan tidak usah sampai memastikan untuk yang kesekian kalinya untuk mengetahui siapa lelaki itu. Ya, dya Adalah Andra, kekasihnya yang makamnya selalu ia tangisi hampir setahun ini. Kekasihnya yang baik, penuh kelembutan dan bersikap kebapakan. Kekasihnya yang memang tidak ia cintai tetapi sangat ia sayangi, kekasihnya yang sampai saat ini belum tergantikan kebaikannya. Kekasihnya yang selalu menjadi pembandingan setiap kali ia dekat dengan pria manapun, dan sampai saat ini belum ada tandingannya. Ya, dya adalah Andrayana Prianggara Putra!!!

2minggu kemudian

Minggu ini adalah hari minggu dimana pengajian rutin keluarga Andra biasa dilakukan. Rayana sengaja membawa salah satu teman prianya dikala kuliah dulu, dan ia perkenalkan sebagai kekasihnya. Pengajian berjalan normal dan sangat biasa. tidak ada yang berbeda selain kekasih baru Rayana yang baru saja diperkenalkan. Memang ada bisik2 beberapa saudara Andra, tapi tidak berarti apapun untuk Rayana. Ibu Andra menyambut teman Rayana itu dengan hangat seolah sangat bergembira sekali melihat Rayana yang sudah bisa membuka hatinya untuk orang lain.

Di media sosial yang ia miliki pun, Rayana memajang status-statusnya seolah ia sedang dalam perasaan jatuh cinta yang sangat menyenangkan, semuanya begitu apik ditatanya tanpa ada satu orangpun yang curiga termasuk sahabat-sahabat dekatnya. Ketika ditanya oleh seoang sahabatnya, Rayana hanya menjawab akan memperkenalkanya satu waktu nanti. Hampir 2bulan dya melakukan hal itu. Dan yang paling parah adalah ia mengawasi setiap pergerakan anggota keluarga Andra di media sosial itu. termasuk tante-tantenya dan Om Andra. Rayana berubah menjadi seorang yang sangat sibuk dengan penyelidikannya tentang Andra, disamping pekerjaan kantornya tentunya. Sahabat-sahabatnya pun yang memang memiliki jadwal untuk bertemu secara rutinpun merasa keheranan dengan sikap Rayana yang tidak biasanya absen dalam pertemuan mereka. Tapi, Rayana tidak mempedulikannya.

Termasuk seseorang teman lama yang lumayan dekat dengannya, yang sudah beberapa kali mengajaknya bertemupun, teman SMA tepatnya yang sedang gencar mendekatinya pun, Rayana juga masiy tidak mempedulikannya. Ia terlalu sibuk dengan kegiatannya. Ini lebih penting dari apapun baginya. Satu hari nanti pasti aku jelaskan akan semuanya, pikirnya dalam hati. Semoga dya masih bisa menunggu dan menahan semua perasangkanya, apapun itu. Semoga.

"Bapak pulang kapan Bu?bukannya hari ini ya keluar dari rumah sakitnya?" Rayana membuka percakapan dengan istri bosnya ketika berada di mobil yang sama menuju kerumah sakit tempat bosnya dirawat.

"masiy tiga hari lagi Ra, katanya masiy ada yang harus di cek di Laboratorium. memangnya kenapa Ra?"

"Gapapa siy bu. kasian aja liat bapa tampak uda bosen di rumah sakit terus-terusan, hehe,,," jawab Rayana sambil tersenyum. "kayanya musti ke BVJ deh bu byar cepet sembuhnya, ahaha,,," Rayana tergelak ketika menyebuut salah satu tempat makan favorit bosnya.

"hush ah, yang ada bukannya sembuh kesana mah Ra, paling-paling langsung masuk ICU lagih,,," mereka sama-sama tertawa termasuk Pa Min yang setia mendengarkan.

"Oia bu, kalo 3hari lagi berarti Ibu gada disini dong bu. Kan rapat yang disana harus Ibu yang menghadiri, tidak bisa saya wakilkan loh bu kalo ngga salah," sela Rayana ditengah tawa mereka.

"Justru itu, paling tar yang jemput bapa yah kamu aja ama Mas Adjie. Kan sama aja, bapa juga pasti ngerti kok kondisinya. Kan ini kepentingan perusahaan juga. iya kan?" jawabnya.

"Iya siy bu, cmn sayang banget yah Ibu mesti kesana. coba bisa saya wakilkan yah Bu, pasti bapa lebih seneng,,," senyum Rayana kembali mengembang, kali ini tidak terlalu sumringah, menatap kosong kearah jalanan didepannya. Ikatan batin Rayana dengan keluarga Bosnya memang sudah sangat erat, sehingga tidak ada lagi rasa canggung antara mereka. Rayana sudah seperti anak sulung bagi mereka. Kalo Rayana tidak ada, entah bagaimana jadinya perusahaan Bosnya itu.

"yah beginilah Ra, kan ini buat perusahaan juga. sudah menjadi hal yang biasa untuk keluarga kami..." bosnya menghela nafas. "yuk Ra, sudah sampai kita. Bapa juga sudah menunggu, tapi sebelumnya saya mau ke apotik dulu kamu duluan aja keruangan bapa yah,,,"

"Siap bu!"

Rayana berjalan menuju ruangan Big Bossnya. Tampak ceria ia di sela-sela kelelahannya, sesekali sambil bersenandung ia berjalan sendirian. sesekali pula ia menyapukan mataya ke sekitar, barangkali ada seseorang bahkan beberapa orang yang mungkin dikenalnya. Benar saja, Rayana melihat seseorang yg sangat tidak asing baginya. Adik dari mantan calon ibu mertuanya, Tante Sila. Dan ternyata tante Sila tidak sendirian, ada adik almarhum tunangannya yang datang menghapiri Tante Sila sebelum Rayana mendekat. Aga bingung Rayana rupanya, dan tiba-tiba perasaan tidak enak menyerangnya diikuti suara bergemuruh bak suara drum didadanya.

"Tante Sila, Assalamu'alaikum,,," sapa Rayana seperti biasanya. Dan kali ini, tak seperti biasanya mereka malah membalas dengan ekspresi terkaget-kaget yang sangat sulit untuk dijabarkan, kikuk mereka tanpa menjawab salam Rayana. "kok pada dsini Tan? Lila dan Lili juga kok disini?sapa yang sakit?mamah kah?" tanya Rayana lagi walaupun ia tahu betul mantan calon Ibu mertuanya itu bukan pasien disini.

"habis,,,habiiiisss,,,habis jenguk sodara Teteh, yah habis jenguk sodaraaa,,," Lili yang menjawab kali ini. Dan tak satupun dari mereka yang menjawab salam Rayana, menguap karena kegugupan mereka. "Teteh ngapain disini?" lanjut Lili.

"ayoh cepat nak, Aa udah nunggu di mobil kasian,,," sebuah suara yang Rayana hafal betul muncul di belakangnya sebelum ia sempat menjawab pertanyaan Lili. Lila tampak memberikan isyarat kehadiran Rayana kepada orang itu sementara Tante Sila masiy tetap terdiam tak bergeming.

"Mamah?" Rayana terkejut ketika membalikan badannya dan melihat seseorang yang bersuara tadi. "Ada apa ini? Aa? maksutnya siapa Aa?" Rayana menyerangnya dengan beberapa pertanyaan, mantan calon Ibu mertuanya pun tak kalah terkejutnya dengan semua yang ada disana. Ada apa ini?mungkinkah ada hubungannya dengan 2kali peristiwa dalam beberapa bulan lalu? Rayanapun diserang berbagai pertanyaannya sendiri. Dan, entah kenapa tiba-tiba badannya bergetar hebat dengan degupan jantung yang kecepatannya melebihi apapun yang ada didunia ini.

Tiba-tiba pikiran Rayana segera melayang ke kejadian didepan pintu parkir keluar RS ini, ketika ia melihat seseorang disisi kiri sebuah mobil terrano berwarna hitam yang bahkan tak sempat ia lihat plat nomornya, namun ia yakin sekali mengenali pria bertopi hitam dan berjaket Abu itu. Dan, satu lagi gambaran tiba-tiba muncul dikepalanya, pria bertopi sama yang ia lihat dari atas lantai 2 sebuah toko buku di Jalan Merdeka, yang juga ia lihat masuk ke dalam mobil yang sama sebulan lalu. Ia yakin 2orang yang dilihatnya itu  adalah orang yang sama dan juga ia yakini adalah seorang yang sangat ia kenali. Dan, ingatannya akan percakapan antara pembantu rumah tangga dirumah almarhum tunangannya dengan ibu mertuanya itu tentang pakaian, alat lukis, kamera DSLR, dan juga sepatu Nike berwarna hitam merah dengan garis abu didepannya(sepatu pemberian Rayana ketika Andra hendak ke luar kota). Saat itu, Rayana juga dipenuhi berjuta pertanyaan tentang siapa yang akan memakai atau membutuhkan semua barang milik Andra itu. Namun, ketika ia bertanya kepada Ibunya itu, Ibunya Andra langsung mengalihkan pembicaraan kepada hal lainnya.

"Mamah habis check-up ARa, sekalian periksain matanya Lila,," tiba-tiba suara Ibunya Andra memecah lamunan Rayana. Jawaban itu kontradiksi dengan jawaban Lili tadi. Dan, yang lainpun menghela nafas mereka mendengar jawaban Ibunya Andra itu. Rayanapun lantas hanya terdiam. cukup lama. sebelum ia bertanya lagi.

"Siapa yang sedang menunggu di mobil mah?Tante? ada apa ini?jujurnya ARa bingung mah, Tante, kenapa semuanya begitu membuat ARa bingung? apa ini ada hubungannya dengan Kakang? ada yang bisa jelasin ke ARa tentang semua ini? tentang 3bulan yang sangat membuat ARa tidak tenang mah, tan,,,tidak tenang karena ARa bertemu dengan seseorang yang sama dalam 2kali ditmpat berbeda, namun dengan mobil yang sama dengan sopir yang sama yang ARa tahu adalah sopirnya Papahnya Kakang Mah,,," Rayana berhenti sejenak, menelan ludahnya, lidahnya tercekat karena dari belakang Ibunya muncul seseorang yang tengah ia pertanyakan. ANDRA PRIANGGARA PUTRA!!! Dya masih hidup!!!

terlambat buat Andra untuk berbalik, karena Rayana terlanjut melihat kedatangannya yang mungkin bermaksud untuk menyusul keluarganya.

"Kakang???" Rayana bertanya setengah bergumam. Menggeleng-gelengkan kepalaya dia tak percaya. Seolah disambar petir di siang hari yang sangat cerah. Seolah dunia dijatuhi langit sebanyak tujuh tingkat. semuanya hancur lebur tak berkeping.

Terlambat juga bagi mereka untuk menutupi keadaan ini. Rayana terlanjur mengetahui semuanya. Andrayana pun hanya berdiri mematung tanpa bersuara apalagi menjawab panggilan Rayana. terlebih lagi Ibunya yang hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa berkata-kata.

Rayana perlahan menggerakkan kakinya. Berjalan selangkah demi selangkah, mendekati Andra yang hanya mematung ditempatnya ia berdiri, Rayana memberanikan diri mengulurkan tangannya, perlahan namun pasti tangannya menyentuh wajah yang setiap inchinya sangat ia kenali meski seandainya tak disentuhnya sekalipun. Hatinya begitu sakit, dadanya sesak sepeti dihimpit batu ribuan ton beratnya, kepalanya mendadak limbung bahkan kakinya terasa tak menapaki pijakannya. Rayana menjauhi Andra, menyapukan pandangan kesemuanya seolah ia berkata bahwa ini adalah satu hal besar yang benar2 diluar nalarnya, ia berlari menjauhi semua yang ada disana tanpa seorangpun yang mencegahnya.

Rayana duduk diatas atap lantai 2 rumahnya, menatapi bintang yang tak banyak, seperti biasanya ditemani coklat-coklat, permen, dan tentu saja kopi di gelas besar favoritnya. Ketika pikirannya sedang kacau dan galau, inilah tempat favoritnya, tempat pribadi yang semua orang tahu untuk tidak mengganggunya jika ia tengah berada diatas sana. Rayana sangat suka berlama-lama disini. tempatnya berpikir dan berencana tentang apapun. Ketika Brian tak bisa menemaninya, disinilah tempatnya memarkirkan dirinya dari semua kegiatan yang sangat padat.

Rayana mengingat, mengingat, dan mengingat semuanya. Sembilu yang menyayat hatinya masiy tertancap diujung tampaknya, karena disela nafasnya yang masih terasa sesak pun ia masiy merasakan sakit yang luar biasa. berkali-kali ia memejamkan matanya, menarik nafas dalam-dalam, namun rasanya masih tetap sama. berat dan tak meringankan sedikitpun.

"Sebaiknya lupakann saja semuanya Rayana. Kamu dan Andra adalah bagaikan langit dan bumi yang sampai kapanpun takkan pernah bisa disatukan. Jaraknya terlalu jauh rentangnya, bahkan hingga kutub utara mencairpun tetap akan sama adanya untuk kalian. peristiwa di 2010 adalah satu kesalahan yang seharusnya tidak ada. Anggap saja pembayaran hutang orang tua mu adalah sebagai pengganti waktu kamu beberapa tahun ini yang terbuang karena perasaan Andra yang keliru."

Rayana kembali membaca pesan singkat yang dikirimkan mantan calon ibu mertuanya. Sangat menohok perasaannya, merasa diremehkan bahkan merasa dianggap sangat rendah karena dinilai dengan uang. Seolah sejumlah uang dianggap mereka sebagai pengganti rasa sakit hati Rayana akan semuanya. Keluarganya yang ternyata dipandang sebelah mata, yang mereka anggap akan beres dengan dijejali sejumlah rupiah, benar-benar membuat kepalanya semakin berdenyut.

Setahun yang dibanjiri air mata karena peristiwa meninggalnya Andra, malam-malam yang ia lalui dengan lamunan akan Andra yang memang sangat ia rindukan, berhari-hari yang ia lewati dengan bercerita tentang Andra yang selalu membuat pipinya basah tanpa terasa, Andra yang selalu menjadi pemenang jika ia bandingkan dengan siapapun lelaki yang mencoba dekat dengannya. Andra yang masih selalu jadi acuannya untuk mencari pendamping. Berminggu-minggu setelah pemakaman Andra yang ia lewati dengan menenggelamkan diri dalam pekerjaannya yang begitu padat namun tak juga dapat melupakannya, bahkan membuatnya hampir merugikan perusahaannya hampir bermiliyar-miliyar karena tak bisa berkompromi dengan kertas-kertas dan layar komputernya, hingga akhirnya iapun jatuh sakit dan terkapar selama beberapa malam dengan selang-selang menancap dilengannya.

"Tuhan, adilkan semua ini?ataukah aku hendak engkau naikkan kekelas yang lebih tinggi lagi dari keadaanku sekarang dengan ujianMu ini? Salahkah aku yang menganggap semua ini begitu berat untukku dan aku hampir-hampir tak dapat menopang diriku sendiri,,,Tuhan, aku tak ingin memohon yang berlebihan kepadaMu, aku hanya ingin agar Engkau menguatkan pijakanku, memantapkan langkahku, dan membukakan pemikiranku akan semua yang Engkau kehendaki,,," Rayana membatin, matanya nanar namun tak juga mengeluarkan air mata, seakan air matanya kering tak bersisa.

Rayana menyangga kepalanya dengan liipatan tangannya. Masih menatapi langit yang hanya sedikit bintangnya. Tanpa rembulan karena tertutup sebagian awan hitam yang mengisyaratkan hujan namun tak kunjung juga, sambil sesekali menikmati lolypop digenggamannya. Dan, ia baru tersadar bahwa pencarian fakta ini menghabiskan waktunya hampir 3bulan. Seakan ia jauh dari peradaban, karena selama itu pula ia menjauhi semua teman-temannya. Hanya urusan kantor yang menjadi kewajibannya dan urusan Andra yang menyita perhatiannya. Sendiri ia menyimpan semuanya. Tak tampak apapun dari air mukanya didepan beberapa temannya, termasuk sahabat-sahabat dekatnya yang biasanya ia mencurahkan isi hatinya entah apapun itu.

Terkadang hidup memang tak ubahnya seperti panggung sandiwara(seperti dalam lagu). atau bahkan beberapa kejadian seolah direncanakan manusia lainnya yang bertindak sebagai dalang. Beberapa kejadian yang sangat merugikan buat qta, terkadang begitu qta benci bahkan seolah tak ingin qta mengingat apalagi mengalaminya lagi. Kejadian buruk cukuplah sekali, siapapun tak ada yang ingin kembali mengalaminya. Tokoh antagonis ini memang tidak hanya ada dalam opera sabun televisi yang setiap jam qta lihat penuh dengan tangisan dari yang teraniaya dan dipenuhi gelak tawa kepuasan dari penguasa. Dimana uang untuk sebagian orang memang berperan sangat banyak, terkadang membuat kalap dan membuat manusia berubah jauh dari pribadi aslinya. Dengan uang terkadang(bagi mereka penguasa)apapun bisa dilakukan selama itu yang terbaik untuk mereka, pun seandainya harus merugikan orang lain terlebih melukai pihak lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun