Axel segera masuk ke ruangan Cynara. Ia melihat tubuh pucat dengan bantuan selang oksigen ia bernafas. Dan dengan mata sayup ia berusaha untuk melihat dunia. Cahaya mentari seakan redup dari hadapannya. Axel duduk di sampingnya. Dengan memegangi tangan Cynara yang dingin. Detik itu juga serasa diri mereka menyatu. Dapat merasakan kesedihan satu sama lain. Axel menunjukkan senyumnya. Cynara hanya melihatnya tanpa gerakkan dari mulutnya. Kemudian setelah bermenit-menit meraka terdiam, Cynara mulai membuka mulutnya dan berkata dengan terbata-bata “Tolong sembunyikan kematianku demi ke-tenanganku.”
“Jangan bodoh! Berhenti bicaralah! Aku akan ada disini. Tenanglah.”
Cynara tersenyum dan berkata “Terima kasih. Tapi aku minta maaf. Karena tak melibatkan dirimu. Aku telah mendapatkan gelarku.”
“Gelar?”
“Ya. Cukup menyenangkan setelah berhasil menyandangnya.”
“Maksudmu?”
“Lupakan. Perlahan kau akan mengetahuinya.”
“Beristirahatlah. Aku akan berada disampingmu selalu.”
“Ya. Tentu saja. Untuk selamanya. Kau tahu.. sesuatu yang ingin aku ucapkan kepadamu?”
“Apa?”
“Ketika kau kita tak pernah kalah karena mencintai seseorang, namun kita selalu kalah karena tidak berterus terang. Barbara DeAngelis.” Seraya kaca-kaca putih menghiasi mata Axel yang berwarna biru. Dengan rambut blondenya ia tertunduk. Ia perlahan-lahan melihat Cynara. Matanya tertutup perlahan. Membutakan semua pikiran Axel. Tanpa ragu ia mencium kening dingin nan kaku Cynara. “iya. Sayangku.” Ia pergi untuk selamanya.