How: Implementasi Criminal Policy Berdasarkan Skema Hoefnagels
Criminal policy, sebagaimana dirumuskan oleh Hoefnagels, mengintegrasikan dua jalur utama: penal policy dan non-penal policy, yang saling melengkapi dalam mencegah dan menangani kejahatan. Berikut adalah implementasi konsep ini dengan studi kasus di Indonesia:
- Penal Policy
Penal policy berfokus pada penggunaan hukum pidana sebagai sarana untuk menangani kejahatan. Ini mencakup formulasi hukum, penegakan, dan pemberian sanksi dengan tujuan memberikan efek jera serta melindungi masyarakat. Berikut relevansi dengan Studi Kasus Penanganan Korupsi di Indonesia:
1) Regulasi:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, menjadi dasar hukum utama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
2) Lembaga Penegak Hukum:
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memimpin penanganan kasus korupsi besar dengan dukungan dari kepolisian dan kejaksaan.
3) Penerapan Sanksi:
Pelaku tindak pidana korupsi dijatuhi hukuman berat, seperti hukuman penjara hingga seumur hidup, denda besar, dan pencabutan hak politik, contohnya dalam kasus operasi tangkap tangan terhadap pejabat tinggi.
- Non-Penal Policy
Non-penal policy berupaya mencegah kejahatan melalui pendekatan sosial, budaya, dan ekonomi, dengan fokus pada intervensi yang dapat mengurangi faktor risiko kejahatan. Berikut relevansi nya dengan Studi Kasus Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba.
1) Program Pendidikan: