Mohon tunggu...
GINA SULISTIANA
GINA SULISTIANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223110041

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Kode Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Quiz 13 - Diskursus G Hoefnagels pada Skema "Criminal Policy" di Ruang Publik di Indonesia

7 Desember 2024   13:36 Diperbarui: 14 Desember 2024   01:23 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri, Prof. Apollo UMB

What: Definisi dan Ruang Lingkup Criminal Policy

Criminal policy atau kebijakan kriminal adalah salah satu bidang penting dalam kriminologi dan hukum pidana. Menurut G. Peter Hoefnagels, Criminal policy dijadikan sebagai landasan dalam memahami konsep kebijakan kriminal sebagai reaksi sosial yang rasional terhadap kejahatan. Sehingga secara garis besar, Criminal Policy adalah usaha rasional dan terorganisasi dari suatu masyarakat untuk menanggulangi kejahatan. Hal ini mencakup tiga elemen utama:

  • Kebijakan Kriminal sebagai Ilmu tentang Respons Terhadap Kejahatan (Criminal Policy is the Science of Responses)

Kebijakan kriminal dipandang sebagai ilmu yang mempelajari cara masyarakat merespons kejahatan. Respons ini mencakup berbagai tindakan, mulai dari penegakan hukum hingga rehabilitasi pelaku. Pendekatan ini berfungsi untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas serta keadilan dalam penanganan kejahatan.

  • Kebijakan Kriminal sebagai Ilmu Pencegahan Kejahatan (Criminal Policy is the Science of Crime Prevention)

Selain menangani kejahatan yang telah terjadi, kebijakan kriminal juga mencakup upaya pencegahan. Hoefnagels menyoroti pentingnya langkah-langkah preventif yang melibatkan berbagai dimensi, seperti sosial, ekonomi, dan budaya. Langkah ini dapat berupa pendidikan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta penguatan kontrol sosial dalam komunitas.

  • Kebijakan Kriminal sebagai Penentu Perilaku yang Dikategorikan Sebagai Kejahatan (Criminal Policy is Designating Human Behavior as Crime)

Kebijakan kriminal juga berperan dalam menentukan perilaku yang dianggap sebagai kejahatan. Proses ini mencakup pembentukan hukum yang mencerminkan norma dan nilai masyarakat. Hoefnagels menekankan bahwa definisi kejahatan bersifat dinamis dan dapat berubah seiring perkembangan sosial dan budaya.

Langkah ini bertujuan untuk mewujudkan kebijakan penegakan hukum atau Law Enforcement yang efektif. Sehingga, penegakan hukum tidak hanya semata-mata difokuskan pada pemberian sanksi kepada pelaku kejahatan, tetapi juga berperan dalam menjaga ketertiban, melindungi hak-hak setiap individu, serta mewujudkan keadilan di tengah masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan ini harus dirancang dengan pendekatan yang tidak hanya bersifat retributif, melainkan juga preventif dan rehabilitatif (Barda Nawawi Arief,2005 : 126).

Dalam pelaksanaannya pun, Law Enforcement mencakup dua pendekatan utama yang saling melengkapi, yaitu pendekatan hukum (penal policy) dan pendekatan sosial (non-penal policy). Kedua pendekatan ini diperlukan untuk menciptakan sistem peradilan yang tidak hanya mengutamakan penghukuman, tetapi juga memperhatikan aspek pencegahan dan rehabilitasi, serta memahami akar masalah yang mendorong terjadinya kejahatan.

  • Pendekatan Hukum (Penal Policy)

Pendekatan hukum ini berfokus pada penerapan sanksi hukum terhadap pelaku kejahatan. Dalam konteks ini, Law Enforcement melibatkan berbagai pihak, mulai dari aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan hakim, hingga lembaga pemasyarakatan dan masyarakat itu sendiri. Dalam kerangka penal policy, hukum berfungsi sebagai alat untuk menegakkan keadilan, memberikan efek jera, dan melindungi masyarakat dari potensi bahaya lebih lanjut. Penal policy juga mencakup aspek pemidanaan, seperti penjara atau denda, yang diharapkan dapat menurunkan angka kejahatan.

  • Pendekatan Sosial (Non-Penal Policy)

Sebaliknya, pendekatan sosial berfokus pada aspek preventif dan rehabilitatif yang lebih luas dan berkelanjutan. Non-penal policy berupaya mencegah terjadinya kejahatan dengan mengatasi faktor-faktor sosial, ekonomi, dan budaya yang mendasari tindak kriminal. Pendekatan ini melibatkan berbagai program dan kebijakan yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi sosial masyarakat, seperti pendidikan, peningkatan kesejahteraan, pemerentasan kemiskinan, dan pemberdayaan komunitas.

Selain itu, Penegakan hukum juga dibutuhkan pemanfaatkan teknologi dan data sebagai bagian dari proses hukum, misalnya dengan menganalisis pola kejahatan untuk mencegah terjadinya tindak kriminal. Di samping itu, kebijakan ini harus memastikan bahwa upaya penegakan hukum tidak hanya memberikan perlindungan kepada masyarakat, tetapi juga menghormati hak asasi manusia serta menjunjung tinggi keadilan sosial. Dengan demikian, Law Enforcement bukan sekadar alat untuk menghukum, melainkan juga sebuah pendekatan komprehensif untuk menciptakan masyarakat yang aman dan berkeadilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun