"Marlo, kamu itu memang paling tahu apa yang bisa buat aku bahagia." Dengan berbunga-bunga, Ayla menerima es krim tersebut dan langsung membukanya.
Keduanya terus menelusuri tempat pameran dengan es krim yang ada di tangan masing-masing. Sesekali mereka mengobrol tentang bagaimana keadaan di sekolah, tapi lebih banyak membicarakan hal yang berhubungan dengan banyak lukisan di sini.
"Jadi inget ya pertama kali kita ketemu pas di ekskul seni." Tiba-tiba saja Marlo membuka memori nostalgia ketika keduanya sedang duduk di sudut ruangan untuk istirahat sebentar.
Sambil menikmati es krimnya yang belum habis, sudut bibir Ayla perlahan melengkung membentuk senyum, lalu tertawa pelan. "Kamu masih suka bahas yang dulu-dulu, deh."
Sebenarnya, persahabatan mereka bukanlah persahabatan yang terbentuk sejak lama. Mereka baru saling mengenal dua tahun lalu ketika masih kelas sepuluh di sekolahnya. Karena sama-sama menyukai bidang seni lukis, keduanya dipertemukan di sebuah ekskul. Meski awalnya hubungan mereka seperti Tom and Jerry, tapi pelan-pelan akhirnya bisa menjadi sahabat dan sampai sedekat ini.
"Aku nggak akan pernah lupa waktu kamu numpahin cat air ke sepatu aku," kata Marlo mengingat kembali memori usang itu.
"Hahaha maaf, deh. Itu kan nggak sengaja."
"Ya, aku udah memaafkan kamu sejak lama. Lagipula, gara-gara kejadian itu juga kita bisa jadi sahabat kayak gini, kan?"
"Bener banget, deh. Oh iya, habis ini kita mau ke mana?"
"Hmmm... nonton, yuk!"
"Ayo! Gimana kalau film horror?"