Mohon tunggu...
M. Gilang Riyadi
M. Gilang Riyadi Mohon Tunggu... Penulis - Author

Movie review and fiction specialist | '95 | contact: gilangriy@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | (Not) A Friendzone Story - Beginning

3 Juni 2019   22:28 Diperbarui: 3 Juni 2019   22:35 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
image by kanal247.com

"Calm down, guys. Kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik. Gue agak nggak enak aja ngelihat kalian berdua yang beberapa hari ini jadi terkesan menjauh."

"Marlo aja yang terlalu berlebihan," kata pria berkacamata itu santai.

Jujur saja, jika Rega bukan bagian dari persahabatan ini, Marlo akan langsung menghajarnya saat ini juga, apalagi telapak tangannya sudah terkepal keras. Tapi ia tetap harus menahan emosi. Lagipula, jika dia terlalu lama menghabiskan waktu di sini, peluang emosinya yang akan terus naik tentu cukup besar.

"Gue pergi. Butuh waktu buat sendiri."

Rega memperhatikan dengan jelas ketika Marlo pergi dari kamarnya. Tatapannya lagi-lagi tidak bersahabat. Ia tahu ada rahasia yang Marlo sembunyikan, begitu pula dengan rahasia yang ia tutupi kepada tiga sahabatnya ini.

***

"Rega masih belum mau bicara," kata Marlo melirik ke arah lawan bicaranya.

"Nggak apa-apa," jawab perempuan berambut pendek sebahu itu.

Suasana perpustakaan sekolah memang selalu sepi. Biasanya di waktu seperti ini, kebanyakan siswa berseragam putih abu akan menghabiskan waktu di kantin untuk mengisi ulang dahaga mereka. Tapi, rasanya perpustakaan adalah tempat yang paling cocok dalam membahas diskusi serius seperti ini, terutama untuk seseorang yang baru patah hati.

Ayla masih asik menggambar di sketch book-nya dengan pensil tanpa menatap Marlo. Jika sudah seperti ini, ia akan memasuki imajinasinya sendiri yang dituangkan dalam bentuk seni. Seperti siang ini misalnya. Ia melukis potret seorang perempuan yang sedang memeluk dirinya sendiri dalam kegelapan. Entah ditujukan untuk siapa, tapi Marlo berspekulasi bahwa itu merupakan curahan hati Ayla.

"Sekarang aku lebih baik, Mar." Ayla berkata serius seraya membayangkan dirinya dua minggu lalu ketika baru diputuskan oleh Rega dengan cara sepihak, bahkan hanya melalui telepon.  Saat itu, dia jelas terpuruk karena tenggelam dalam ketidakmengertian sikap Rega yang berubah mendadak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun