Mata mereka bertemu beberapa detik. Marlo bisa melihat masih ada kesedihan yang tersisa dalam tatapan itu.
"Aku sama Rega nggak terlalu dekat meski kita sahabatan. Belum lagi sifat dia yang pendiam membuat aku kesulitan untuk cari informasi dari dia. Aku harap kamu ngerti."
"Untuk saat ini aku nggak mau membahas tentang dia dulu," jawab Ayla yang kemudian melanjutkan lukisan pensilnya.
"Gimana kalau Sabtu besok kita jalan-jalan?" tanya Marlo tiba-tiba yang hanya dibalas Ayla dengan tatapan bingung. "Kita ke pameran lukis yang baru buka itu."
Tanpa pikir panjang, Ayla langsung menyetujui saran itu, disusul oleh senyum simpul yang beberapa hari ini jarang dilihat Marlo.
***
Dengan menggunakan sepeda motor matic favoritnya, Marlo menjemput Ayla. Setelan kemeja putih rapi dengan celana jins biru tua menjadi pelengkap fashion-nya hari ini.
Setengah jam perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai di tempat tujuan. Meski hanya dengan duduk di motor terkena panas, angin, juga polusi, Ayla tidak pernah mengeluhkan hal itu ketika sedang pergi bersama Marlo. Baginya, saat-saat seperti ini justru terkesan unik dan memberikan pengalaman tersendiri bagi persahabatan mereka.
Pameran lukisan ini baru buka seminggu lalu. Di dalamnya menghadirkan banyak karya seni yang dipajang di dinding putih dengan bingkai kokoh sebagai pelindungnya. Tidak hanya lukisan yang terbuat dari cat saja, lukisan pensil seperti yang selalu dibuat Ayla pun ada di sini. Perempuan itu pun seketika langsung jatuh cinta pada tempat ini. Rasanya, ia ingin terus menghabiskan waktu di sini tanpa batas.
Berbeda dari Ayla yang menyukai karya lukis pensil hitam putih, Marlo justru lebih tertarik dengan lukisan bermedia kanvas dengan banyak kombinasi warna. Ketika di ruang pameran pun mereka berpisah beberapa saat untuk menikmati karya seniman favorit masing-masing.
"Nih, es krim green tea kesukaan kamu," kata seseorang yang tiba-tiba saja sudah ada di belakang Ayla memegang dua buah es krim stik yang masih terbungkus.