Cuma kamu yang tulus sayang sama aku. Aku beruntung bisa punya sahabat kayak kamu.
Air mata Yasmin semakin menjadi. Ia janji akan tetap setia menjadi sahabat Clarisa sampai kapanpun dan dalam keadaan apapun. Ia tahu, persahabatan memang harus menutupi kekurangan sahabatnya.
"Clarisa!"
Suara itu mengganggu kedamaian keduanya. Itu Rasel, berdiri di belakang Clarisa dan Yasmin dengan napas yang tak teratur, dan dengan keringat yang membasahi pelipis.
"Kamu lagi? Apa sih mau kamu?" Yasmin bangkit, hendak mendekati Rasel, namun Clarisa menahannya.
Dia orang baik, Yas.
Yasmin melihat gerakan Clarisa barusan. Jika itu memang benar yang dikatakan Clarisa dari dalam hatinya, maka Yasmin tak bisa berbuat apa-apa. Ia menuruti apa yang diinginkan oleh sahabatnya itu.
"Kamu kenal dia?"
Iya. Dia temen aku. Kamu bisa tinggalin kita berdua di sini? Kamu nggak perlu khawatir, Yas.
Awalnya Yasmin ragu. Namun, setelah dibujuk oleh Clarisa, ia tak kuasa untuk menolak. Ia beranjak dari sana, meninggalkan Clarisa berdua dengan laki-laki bernama Rasel itu.
Kini, hanya tinggal mereka berdua. Clarisa dan Rasel. Tak ada yang mampu memulai percakapan, sampai akhirnya Yasmin menuliskan sesuatu di lembar buku yang dibawanya saat itu.