Rasel menggelengkan kepalanya, ia mencoba menepis sejenak tentang kejadian tiga tahun yang lalu itu. Sekarang, ia sudah berdiri di pintu rumah Clarisa. Ia mengetuk pelan dengan debaran jantung yang tak tertahankan. Beberapa detik kemudian, seorang gadis berambut ekor kuda datang membukakan pintu, dengan alat bantu pendengaran yang terpasang halus di telinganya.
***
Clarisa menatap benda di meja itu dengan tatapan heran. Sebuah kamera SLR? Milik siapa? Ia menanyakan pada Neneknya yang sedang memasak di dapur tentang kamera tersebut. Dan Neneknya berkata bahwa itu milik Rasel, laki-laki yang singgah ke halaman belakang rumahnya saat kemarin malam.
Clarisa menatap sebal. Laki-laki itu lagi. Sebenarnya siapa dia? Kenapa Nenek bisa kenal?
Ia sengaja menghidupkan kamera SLR itu, lalu dengan iseng melihat gambar apa saja yang sudah menjadi objek pemotretan Rasel. Dan gambar terakhir yang terlihat jelas pada layar kamera adalah fotonya sendiri. Itu Clarisa yang sedang memainkan biola kemarin malam. Tidak hanya satu, tapi ada beberapa. Ia semakin bingung dan tak mengerti.
TOK! TOK!
 Ada tamu. Clarisa berjalan ke arah depan, lalu membuka pintu tanpa melepaskan kamera SLR itu dari genggamannya. Dilihatnya Rasel sudah berdiri tegak di sana, hanya mengenakan kaos putih polos dengan pasangan celana jeans biru tua.
"Maaf ganggu, aku mau ambil kamera aku yang kemarin..."
Rasel membiarkan suaranya berhenti dan menggantung di udara. Ia mendadak bisu saat melihat kamera itu sudah berada di tangan Clarisa.
Clarisa pun tampak salah tingkah. Ia ingin bicara sesuatu, namun tak sanggup.
"Terima kasih." Rasel mengambil alih kamera miliknya, lalu berbalik arah untuk kembali ke rumah Tantenya.