Mohon tunggu...
Giens
Giens Mohon Tunggu... Penulis - freelancer

I like reading, thinking, and writing.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

[Cerpen] Mereka yang Mati karena Harga Daging Sapi Tinggi

15 Juli 2016   10:39 Diperbarui: 15 Juli 2016   18:17 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Heh.. soal makanmu itu. Emak ingin kamu seperti yang dulu. Makan seperti orang-orang lain pada umumnya. Bukan hanya mau makan kalau daging sapi saja. Kamu tak akan mati kalau memakan makanan lainnya, kan?"

"Sudahlah, Mak. Kita sudah sering membahasnya. Jalan ini sudah kupilih. Menjadi sapitarian adalah bukti dukunganku pada keadilan dan kesejahteraan umat."

"Dukungan apa? Yang Emak tahu, selain pola makanmu yang aneh itu, setiap hari kamu selalu saja mengeluh ini itu, menyalahkan sana-sini, mengajak membenci si ini si itu. Apa seperti itu caranya mendukung keadilan?"

"Itu sudah keputusanku, Mak. Cara perjuanganku memang seperti itu. Hanya kami yang paham. Orang luar biasanya menganggapnya berlebihan."

"Kamu memang berlebihan, Jon. Tahu apa kamu tentang perjuangan, ha? Perjuangan itu Emakmu yang tiap hari banting tulang menyediakan daging sapi buatmu. Mulai hari ini, kamu makan makanan yang ada saja. Emak nggak akan menyediakan daging sapi lagi. Daging sapi sekarang terlalu mahal, habis gaji Emak hanya untuk biaya kamu makan. Kebutuhan kita yang lain tak terbeli, tak terbayar."

"Mahalnya daging sapi itu kan bukti ketidakbecusan pem.."

"Sudah, Jon. Cukup!" Mak Odah setengah berteriak lalu menghilang ke balik pintu.

Mak Odah marah. Sejak saat itu ia benar-benar menghentikan pengadaan daging sapi di meja makannya. Sebagai gantinya, ia sediakan sayuran, tempe, tahu, serta nasinya. Kadang-kadang ikan dan daging ayam ikut dihidangkan. Mak Odah mengira kalau si Jon lapar pasti mau memakan apapun yang tersedia dan bisa dimakan, tak harus daging sapi yang menyebabkan Mak Odah terpaksa merelakan giwangnya disandera pegadaian.

Namun, prediksi Mak Odah keliru. Kesetiaan dan keyakinan si Jon pada partai yang diikutinya sudah sampai level filsafatul hakikat yang tidak mengenal lagi istilah introspeksi.

Hingga berhari-hari kemudian Mak Odah tetap menyediakan makanan non-sapi di meja makan sebelum berangkat kerja. Toh ia selalu menjumpai makanan yang disediakannya berkurang secara signifikan. Hal itu menjadikannya lega bukan kepalang. Ia yakin si Jon akhirnya mau mengubah pola makannya menjadi normal kembali. Hanya saja Mak Odah lupa kalau ia selalu menawari Mbok Sarum tetangganya untuk makan di rumahnya. Hingga suatu pagi Mak Odah histeris menemukan si Jon tergeletak di depan pintu kamarnya sendiri.

"Jon…Jon.. bangun, Jon. Tolong…..‼"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun