Mohon tunggu...
benk widhiono
benk widhiono Mohon Tunggu... -

dengan pedang seseorang akan mati dengan luka tusukan, dengan bom seseorang akan mati dengan luka ledakan, dengan kata-kata seseorang tak akan pernah mati tapi akan menderita sakit seumur hidupnya. maka senjata yang tak bverperasaan itu kata-kata. tinggal bagaimana kita memperlakukannya. menjadi teman atau lawan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Coffernus -Aku tak Akan Gagal-

3 Maret 2018   12:42 Diperbarui: 3 Maret 2018   12:51 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bayi Ajaib, Malaikat baik hati dan Si-Misterius

Angin segar tak melulu berhembus pada landai lembah dan perbukitan. Tak pula dari kipas angin yang selalu saja tolah-toleh pada dinding-dinding beton diudara panas perkotaan. Angin segar bisa datang dari apa saja. Dari mana saja. Hembusnya adalah kesejukan. Sejuknya adalah kedamaian. Damainya membawakan jalan keluar bagia persoalan-persoalan. Maka tak ada yang salah, kalau semua menginginkan sepoinya membelai kening yang terasa berat.

Dari hal-hal sederhana yang sering tak dianggap begitu penting oleh banyak orang. Dia berhembus dari arah yang tak disangka-sangka. Misalkan saja, dari sebuah pesan singkat seseorang pada kekasihnya. Saat jarak menjadi bentang panjang yang menjadikan mereka pasak pada setiap ujung,  membuat cinta bernak sebuah rindu menggebu. Apalah indah puisi. maka setaralah kekasihnya dengan Kahlil gibran ataupun Chairil anwar. Betapa puitis dan indahnya sepotong kalimat dari kekasihnya. Padahal, bagi satrawan manapun, apalah makna yang lebih dari sebaris kata "besok aku pulang,sayang". Orang kasmaran memang beda. Selalu saja memiliki ruang kecil yang tak terjamah oleh siapapun. Disanalah hal-hal kecil yang membahagiakan tersimpan.

Cinta mengalir pada hari yang cerah. Menghanyutakan harapan pada setiap hati yang mempercayainya. Cinta adalah kekuatan untuk tidak meragukan. Darinya hanya akan ada kepercayaan. Harapan dan keinginan kuat. Maka jangan tanyakan seberapa kuat orang yang benar-benar sedang jatuh cinta. Dia adalah orang yang paling berani atas apa-apa yang akan dihadapi karena rasa cintanya. Mencintai berarti mempertahankan.

Maka bolehlah orang menyebutku telah jatuh cinta pada kedai kopi milikku. Coffernus. Kedai yang hari ini tengah tak tahu mau hidup atau mati. Kedai yang tengah duduk pada sebidang bangku dan termangu. Ada ragu,ada jiwa dengan emosi yang meletup-letup bercampur aduk di lamunannya. Dan aku tak berfikir sedikitpun untuk mundur setelah sejauh ini. perlu hari yang keras untuk berarti. Meski berat menindih rasa ini begitu padih.

Coffernus lahir dari rahim cita-citaku. Diasuh oleh tekad membara dari kedua orang tuaku. Aku telah jatuh cinta padanya. Dan aku ambil segala resiko dari rasa cinta ini. apapuin akan aku tempuh. Dan aku,...hah, Aku tak akan gagal.

Sebelum hari ini, Coffernus adalah bayi ajaib yang tumbuh besar tanpa perlu waktu lama seperti seharusnya. Ini sudah seperti sulapan saja, aku menyukai sulap ini sebagai hal yang real. Sebulan pertama Coffernus hanya seumpama biji yang baru berkecambah. Tak begitu namapak dari permukaan. Datar. Sepi pengunjung. Mungkin bukan suatu hal yang baik untuk sebuah bisnis. Tapi untuk sebuah awal bisnis, itu adalah hal biasa. Bulan kedua, mulailah datang orang-orang yang mengaku penggila kopi itu. Sebenarnya tidak juga, lebih seringnya mereka hanya mencari tempat yang pas buat nongkrong dan wifi gratis dengan kecepatan kelas A. Dan kebanyakan yang datang di bulan kedua  mengatakan hal yang sama, "ada kedai kopi ya, kok aku baru tahu". Aku sampai hafal dengan kalimat itu. Bulan ketiga mulailah orang-orang datang dengan wajah yang klise. wajah yang itu-itu saja. Secara keseluruhan hingga bulan ketiga sudah bisa dikategorikan baik untuk awal sebuah usaha. Coffernus sudah bisa menutup operasional dan angsuran kredit banknya. Coffernus sudah jalan, walau belum berbuah. Setidaknya tidak merugi. Cuma aku harus menahan sebentar keinginanku menjajakan laba. Belum seberapa.

Bulan ketiga adalah awal dari pertemuanku dengan Maul. Seorang pengunjung kedai yang akhirnya menjadi salah satu kawanku. Terlalu dini memang untuk mendiskripsikan dia di awal-awal kami berteman. Namun dapat aku simpulkan dia sebagai seorang yang asyik, berani dan ambisius. Gaya bicaranya begitu komunikatif. Dia bisa menempatkan posisi sebagai lawan bicara yang baik. Karena itulah dia menjadi begitu cepat akrab denganku, dengan para punggawa Coffernus, dan juga beberapa pelanggan yang sering terlibat perbincangan dengannya. Beberapa dari pelanggan bahkan mengira kalau pria itu adalah bagian dari crew Coffernus.,

            Maul menjadi sosok baru yang mewarnai hari-hariku. Hampir setiap hari dia datang ke kedai. Entah motifnya apa, bagiku dia hanya orang yang butuh teman ngobrol dan wifi gratis. Dan Coffernus menyediakan itu semua untuknya. Dari ketidak mengertian lebih jauh tentangnya, membuatku mencoba menyimpulkan. Dan itu adalah caraku, cara setiap manusia pada orang-orang terdekat mereka.

Aku mulai curiga padanya. Aku curiga dia bukan manusia, tapi sosok lain dari alam yang tidak kita mengerti. Caranya akrab pada orang lain, gaya bicara dan tingkah-polahnya adalah yang paling sempurna dari manusia pada umumnya yang pernah ketemui. Dia begitu beda. Motor klasik yang dikendarai setiap datang ke kedai itupun pasti Cuma kamuflase. Pasti ditengah jalan, saat tak seorangpun melihatnya motor itu menjadi sebuah kendaraan aneh yang bisa terbang yang tak pernah manusia lihat sebelumnya. Kendaraan itu menjadi sebuah kendaraan bersayap, warnanya putih dengan ujung berupa kepala naga,kuda ataupun angsa. Tanpa perlu roda, dan bahan bakar. Dia tak akan pusing dengan naik turunnya bahan bakar.

Mungkin dia malaikat yang diturunkan langit sebagai jawaban atas doa-doaku. Karena setiap kali kedatangannya ke kedai, menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Banyak yang akhirnya datang dan menanyakan dia sebelum memesan secangkir kopi lampung dan pia bakar yang nikmat andalan kedai kami. Malaikat itu memang primadona baru untuk Coffernus.

Hahaha, tidak, tidak. Aku bercanda saja soal Maul. Dia juga sama sepertiku dan manusia yang lainnya, bukan malaikat ataupun makluk astral lainnya. Dia minum kopi, dan ke kamar mandi kalua buang air. Dia masih seratus persen manusia. Hanya saja dari kepribadiaannya benar-benar memikat siapapun. Mungkin seorang yang meiliki profesi yang menuntut dia untuk tampil sesempurna itu. Entah apa profesinya, aku tak tahu. Dan tak mau tahu.

Hadi  Naryo Wijoyo. Maka siapa yang tak mengenalnya?, jawab saja banyak. Banyak Petani dan pemulung tak mengerti siapa dia. Tapi dapat aku pastikan Hadi Naryo Wijoyo adalah seseorang yang memiliki daya Tarik terkuat di negeri ini. aku mengenal dia dari majalah dan televise bisnis nasional. Dia pembisnis yang luar biasa. Kawakan dan ulung. Perusahaannya dimana-mana. Mulai dari perdagangan, ekspor-impor, pertanian, tambang dan minyak. Dia punya segalanya. Dan skalanya tak tanggung-tanggung. Lima perusahaannya menjadi yang terkokoh, teratas di negeri ini. jadi tak heran kalua dia pernah mengkritik negara dengan begitu sadis. Dia bilang kalua negara tak mampu membayar utang luar negerinya, posisi presiden agar dijual saja padanya dan akan dilunasi utang-utang itu. Dia memang sombong. Tapi patutlah, dia punya segalanya. Dia memang seorang dengan garis takdir yang luar biasa. Tapi aku kasihan padanya. Bukan soal berita kematian putranya bertahun-tahun silam, tapi aku kasihan orang seperti dia itu mau hidup seperti apalagi?. Pastilah hidupnya menjenuhkan. Hidupnya hanya dipakai untuk tidur sebentar dan bekerja. Apa lagi yang mau dicapainya?, dia telah melampoi segalanya. Ah, itu pasti membosankan sekali.

Hadi Naryo Wijoyo memanglah orang paling beruntung. Tapi dibanding dia, akulah yang lebih beruntung. Karena hari itu, Maul membawakan orang terberuntung itu ke kedaiku. Menyerahkan posisi paling beruntung itu padaku. Ya, aku merasa beruntung melebihi siapapun. Kedai kecilku dikunjungi orang besar itu.

Perkenalan kami berlangsung secara biasa di ruangan kedai. Rupanya tak banyak yang menyadari siapa yang sedang duduk minum kopi bersama aku dan Maul hari itu. Kami memulai sebuah perkenalan yang menyenangkan. Aku yang semula gugup menjadi bisa berbicara karena ulah mereka. Cara mereka benar-benar cara bicara orang-orang besar. Cara yang begitu diplomatis dengan guyonan yang elegan. Berimbang dan berjalan dalam intonasi yang nyaman. Maka sukseslah kedua orang itu mengintrogasiku. Mengorek-ngoreku dengan kepandaian pindai mereka. Mereka benar-benar menelanjangiku. Ide-ideku yang hampir membatu di otakku.

 "kau anak muda, dan kau sudah memulainya. Berapa yang kau butuhkan untuk membuat Coffernus mu ini menjadi lebih dari yang hari ini. Berapa yang kau butuhkan untuk mengembangkan kedai ini menjadi tempat nongkrong yang asyik, dengan menu yang lebih variatif dan tetap mempertahankan aroma kuat kopimu. Berapa?, sebutkan saja?", ucap laki-laki itu terdengar dengan sedikit sombong. Memang sombong. Tapi dia punya alasan. Membeli kedaiku dia sanggup, apalagi mengasihani dengan sedikittt... saja uangnya. Itu bukan Cuma hal kecil, tapi mikro.

Jiwa ku tersentak sejenak. Aku seperti tak mempercayainya. Diusia tiga bulan kami ada seseorang yang tiba-tiba datang dan mengatakan itu padaku. Sekuat hati aku ingin bangun dari mimpi indah itu. tapi sayang sekali itu bukan sebuah mimpi orang yang tengah tertidur. Aku merasakan betul saat telapak tangan Maul menepuk-nepuk pipiku. Sedang mataku masih terbelalak. Tak kusangka, yang semula aku kira Cuma perbincangan biasa, untuk sekedar konsultasi dan menimba ilmu dari pakar bisnis, ternyata menghasilkan yang lebih dari itu.

"kau tak sedang dalam mimpi, ini real danya  beng, beliau memilihmu", ucap Maul dengan sebuah senyuman lega.

"kau memang benar-benar pemula yang polos nak, dan orang sepertimu sudah semakin jarang. Kebanyakan mereka datang padaku dengan tulisan yang super gila. Kata-kata mereka membara membabibuta, menjajikan profit yang selangit... Tujuh puluh persen pemuda yang datang padaku memang gila. Dan hari ini aku yang gila dengan datang sendiri padamu, jadi bagaimana?", terangnnya.

Aku masih belum berkata. Sebagian lidahku keram, kaget menerima pendengaran yang begitu menyentak kenyataan yang sempat aku ragukan.

"baiklah, baiklah, kau butuh waktu?, berapa jam?, hari?, tapi jangan sampai berminggu. Aku tak banyak memberi kesempatan pada yang terlalu kebanyakan mikir. Padahal semua sudah jelas didepan mata. Tinggal kau menyebut saja jumlahnya", ucap Pak Naryo.


aku melihat wajah Maul yang seperti tak sabar dan gemas. Mungkin dia menginginkan aku segera saja menyebutkan jumlahnya. Tapi rupa-rupanya aku masih terlena pada kabar besar yang tak muat aku bendung dan kucerna dalam waktu yang singkat. Aku harus meyakinkan satu persatu organ tubuhku, bahwa ini bukan sebuah bercandaan. Laki-laki itu benar Hadi Naryo wijaya. Pengusaha kaya-raya yang terkenal itu.

"Terimakasih pak, secepatnya saya akan memberikan kabar", ucapku.

Laki-laki itu terkekeh. Menggeleng-gellengkan kepala. Lalu tangannya menepuk-nepuk pundakku.

"aku suka pemuda sepertimu, kau pasti perlu menghitung untuk jumlah yang akan kau butuhkan. Iyakan?. Aku suka itu. Dan aku pastikan hari ini tak datang pada tempat yang salah. Satu hal yang jangan sampai kau lupa, strategi bukan lah segalanya tapi penting sekali perannya. Dalam medan perang kau harus menyerang. Bermanuferlah. Terlalu memikirkan strategi tanpa serangan?, itu adalah jalan lapang menuju kematian. Kokang senjatamu, anak muda", ucapnya.

=/=

Selepas pertemuan itulah aku sibukan hariku dengan lembar-lemabar kertas dan penaku. Aku menyantat keperluan dan nominal uang yang aku perlukan. Aku menyiapkan materiku. Aku tak mau hanya dengan sebuah angka buta, meskipun pak Naryo sudah mengatakan akan memenuhi semuanya. Aku tetap memberikan keterangan-keterangan untuk bisa mempertanggung jawabkan dana itu. Aku tak mau merampok. Aku perhitungkan semuanya dengan penuh perhitungkan. Karena itulah yang selalu ayah dan bunda ajarkan padaku.

"kau tinggal menyebutkannya saja Beng, kau tak perlu serepot ini mengurus semuanya. Bukankah bisa kau lihat sendiri sorot mata pak tua itu?, dia jatuh cinta padamu, pada Coffernus-mu", begitu berulang Maul katakan padaku.

Setelah semua aku bereskan, aku jadwalkan kemabali pertemuanku dengan pak Naryo. Aku coba menghubungi walau sulitnya untuk bisa tersambung. Aku telpon, tidak diangkat. Aku sms, tidak dibalas. Aku telepon kekantornyapun selalu saja diterima seorang wanita diujung sana, dengan jawaban yang selalu saja sama, "maaf bapak sedang ada rapat, silahkan menghubungi lain kali",begitu saja terus.

"kau seharusnya langsung saja menyebutkan angka waktu itu, Beng. Kau menyia-nyiakan waktu yang sekarang kau rasakan sendirikan, betapa sulitnya untuk bisa menemuinya?", ucap Maul. Dibanding aku, Maul lebih terlihat tidak sabar menuju hari yang bahagia itu. Hari dimana Coffernus akan menjadi sebuah raksasa dari formula yang tiada dua.

Beberapa hari masih tak ada kabar. Tapi sudah aku putuskan untuk tidak lagi menghubunginya. Aku tak mau mengganggu. Aku menghargai niat baik itu, tapi aku juga tak perlu terus menghubungi pak Naryo. Menerornya. Dia bukan purna pengangguran sepertiku. Pastilah setiap waktunya handphonenya berdering. Aku tak mau menambah berisik pendengarnnya. Kalau masih rejeki itu untukku, pasti ada waktu yang pas untuk kita bepadu.

"apa dia sudah menghubungimu lagi, beng?", ucap Maul mengawali perbincangan kami diteras kedai sore itu.

"belum, belum sempat mungkin", jawabku sambil mengangkat segelas kopiku.

"seharusnya kau tak terlalu banyak mikir. Sekarang semuanya jadi tak jelaskan?", ucapnya. Sorot matanya seperti ada kekecewaan. Dan satu alasan tak begitu mengerti darinya.

"sudahlah, jangan diambil pusing. Meminta uang orang tanpa sebuah alasan itu sama saja merampok. Ini kedaiku, kau tak perlu sepusing ini memikirkan",ucapku.

"what?.. ribuan orang mengirimkan proposal mereka pada pak tua itu, dan hanya beberapa saja yang di setujuinya. Dia yang datang sendiri padamu", ucapnya kesal. Wajahnya mendadak gusar dan penuh kekecewaan, "aku tak akan meminta bagian apa-apa, aku melihat keberanianmu dari cerita-ceritamu, aku peduli itu saja beng, tak lebih, tak perlu kau kawatir padaku", lanjutnya.

"aku juga tak pernah berfikir seburuk itu padamu. Aku sangat berterimakasih, karenamu juga Pak naryo bisa datang ke kedai ini. aku juga berusaha, tapi sekarang tak ada yang bisa kita lakukan. Apa kita harus memaksa?, kau berani memaksanya?, sekelas presiden pun pasti berfikir ulang untuk memaksanya. Orang-orang seperti dia hanya tunduk pada Tuhan, aku yakin itu", ucapku siggap. Menghapus jeda dari sepatah kata terkhir yang keluar dari bibir Maul.

"ahh..Terserah, Ini kedaimu...", ucapnya kesal. Mengangkat tubuhnya dari bangku tempat bokongnya berdiam.

"hei, kau mau kemana..?",

"bukan urusanmu, ini hidupku, urus saja kedaimu", ucapnya berlalu.

=/=

Memang merepotkan berurusan dengan orang sibuk. Tapi lebih merepotkan lagi berurusan dengan orang yang tak ku tahu maunya seperti Maul itu. Beberapa hari dia tak lagi Nampak ke kedai pasca perbincangan kami sore itu. Malaikat itu mungkin telah menemukan sayapnya, dia terbang kemanapaun kemana dia suka. Sudah biarkan saja. Toh sebelumnya, Coffernus juga tanpa dirinya. Walaupun hadirnya memberi warna yang baru sekalipun dia Cuma oraang kesepian yang numpang ngobrol dan wifi gratis di kedai. Tapi dia sudah istimewa. Kami semua, Crew Coffernus pun sudah menganggap dia sebagai bagian dari kami. Walau Cuma di perasaan saja. Tapi apa ada tempat yang lebih baik dari perasaan seorang manusia?.

Pak Naryo juga sudah taka da kabar. Sudah hampir seminggu. Mungkin mereka berdua datang untuk mengajakku bercanda. Menghibur kepenatanku memikirkan masadepan Coffernusku. Mereka adalah orang-orang hebat yang pernah aku temui. Tapi aku tegaskan, bagi Coffernus mereka bukan siapa-siapa. Hanya orang kurang kerjaan yang datang memberi harapan sebelum akhirnya kembali menhilang. Coffernus akan tetap hidup dan berkembang dengan caranya sendiri. Mungkin butuh waktu sedikit lama. Cukup lama. Coffernus akan hidup dengan caranya sendiri. Titik.

"masih buka mas?, masih bisa saya menikmati kopi anda",

"maaf pak kami sudah tutup, lain kali saja ya?",

"tidak, tidak, aku mau malam ini",

"tapi kami sudah tutup pak",      

"Pokoknya saya mau kopi kedai ini, mala ini juga",

Lamunanku menjadi hilang terusik berisik yang muncul di ruang depan. Aku dengar Irwan, crew paling senior Coffernus berdebat dengan seorang pengunjung yang datang,tapi sudah waktunya tutup.

"ada apa Ir?", tanyaku menghampiri perdebatan Irwan dan pengunjung itu.

"ini mas, bapak ini maksa, aku sudah katakan kita sudah  tutup", jawab irwan.

Wajah pengunjung itu tersenyum diantara kusen pintu depan kedai. Dia tersenyum dan mengangguk-anggukan kepalanya pelan.

"ow, bapak itu to, .. kopi dan lainnya masih?",tanyaku pada Irwan.

"masih mas", jawabnya.

"baiklah, buatkan dua untuk kami sama Pia bakarnya juga, setelah itu kamu boleh pulang duluan",

"baik mas",

Aku persilahkan bapak paruh baya itu masuk. Aku pandu pada sudut ternyaman di kedai. Tempat yang akan dia sukai.

"Kenapa terlalu malam pak, bukankah bapak lebih butuh istirahat dari pada sekedar minum kopi di kedai kecil ini?, bapak Nampak lelah sekali, dan masih sempat memikirkan minum kopi di kedai ini?, sebuah kebanggaan kami punya pelanggan seperti bapak", ucapku sambil mempersilahkan duduk pengunjung itu.

"Tubuhku ini tak bisa istirahat dijam-jam seperti ini, anak muda. Lagi pula di kedai yang nyaman ini bukankah juga sebuah istirahat yang menyenangkan, minum kopi panas, PIUa vbakar yang nikmat itu benar-benar membuatku ketagihan. Dan ditambah lagi berbicang dengan calon bos besar seperti anda?", ucapnya.

"ah, bapak ini bisa aja", ucapku tersipu.

Tak lama berselang Irwan datagn membawakan kami cangkir-cangkir kopi yang menusuk indera penciuman kami. Menguap memenuhi seisi ruangan

 "terimakasih mas, boleh tahu nama mas siapa?", ucap pria paruhbaya itu. Pandangannya menatap hangat wajah pria yang diajaknya debat beberapa menit sebelumnya.

Irwan tersenyum. Keramahan khas dan daya tarik lebih untuk Coffernus, "Irwan pak", ucapnya kemudian berlalu.

Kedai hanya menyisakan aku dan pria paruhbaya itu. Irwan harus pulang terlebih dahulu. Karena besok pagi-pagi dia harus membuaka kedai seperti biasa, jadi tak terlalu baik untuk kesehatannya bila harus menemani pelanggan kemalaman ini untuk begadang.

"Jadi bagaimana?, kau sudah siap anak muda?", laki-laki itu meletakkan cangkir kopi di meja.

"ini pak,.. semuanya saya ringkas disini", aku menyodorkan lembaran-lembaran kertas ditanganku.

Pria paruhbaya itu menyambutnya. Membuka berlembar-lembar berikutnya. Beliau membacanya. Diiringi beberapa kali manggut-manggut digoda barisan aksara yang kutata.

"Sempurna.. ", ucapnya. Meletakkan kertas-kertas itu diatas meja dengan sedikit dorongan seperti melemparkan dengan penuh rasa puas. "secepatnya aku urus untukmu, tapi..", lanjutnya terhenti.

"tapi apa pak, ada yang salah dengan tulisan saya?",

"tidak, dimana temanmu itu?", Pria itu melirik-lirik. Matanya mencari-cari apa yang sedang dipertanyakan dalam hati. Entahlah, barang kali dia mencari Irwan. Sepertinya dia terkesan dengan pertemuan pertama mereka.

"ow, dia sudah pulang pak, besok pagi dia harus kembali membuka kedai ini, tak baik untuknya jika,....",

"bukan dia, tapi satunya!", potong laki-laki itu.

Aku melintas pada memoryku. Mencari nama yang mungkin dicari pria itu. Maul, pasti Maul yang dia maksud.

"Maul?", ucapku agak ragu

"ya, kamu harus hati-hati dengan pria itu",ucapnya

"kenapa pak?",

"karena aku mengenal pria itu dengan baik lebih dari pada kamu. Kamu punya pemikirn yang bagus, dan laki-laki itu punya naluri bisnis yang kuat. Bisnis bisa merubah segalanya, jangan sampai dia mengacaukannya", ucapnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun