Mohon tunggu...
benk widhiono
benk widhiono Mohon Tunggu... -

dengan pedang seseorang akan mati dengan luka tusukan, dengan bom seseorang akan mati dengan luka ledakan, dengan kata-kata seseorang tak akan pernah mati tapi akan menderita sakit seumur hidupnya. maka senjata yang tak bverperasaan itu kata-kata. tinggal bagaimana kita memperlakukannya. menjadi teman atau lawan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Coffernus -Aku tak Akan Gagal-

3 Maret 2018   12:42 Diperbarui: 3 Maret 2018   12:51 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Hahaha, tidak, tidak. Aku bercanda saja soal Maul. Dia juga sama sepertiku dan manusia yang lainnya, bukan malaikat ataupun makluk astral lainnya. Dia minum kopi, dan ke kamar mandi kalua buang air. Dia masih seratus persen manusia. Hanya saja dari kepribadiaannya benar-benar memikat siapapun. Mungkin seorang yang meiliki profesi yang menuntut dia untuk tampil sesempurna itu. Entah apa profesinya, aku tak tahu. Dan tak mau tahu.

Hadi  Naryo Wijoyo. Maka siapa yang tak mengenalnya?, jawab saja banyak. Banyak Petani dan pemulung tak mengerti siapa dia. Tapi dapat aku pastikan Hadi Naryo Wijoyo adalah seseorang yang memiliki daya Tarik terkuat di negeri ini. aku mengenal dia dari majalah dan televise bisnis nasional. Dia pembisnis yang luar biasa. Kawakan dan ulung. Perusahaannya dimana-mana. Mulai dari perdagangan, ekspor-impor, pertanian, tambang dan minyak. Dia punya segalanya. Dan skalanya tak tanggung-tanggung. Lima perusahaannya menjadi yang terkokoh, teratas di negeri ini. jadi tak heran kalua dia pernah mengkritik negara dengan begitu sadis. Dia bilang kalua negara tak mampu membayar utang luar negerinya, posisi presiden agar dijual saja padanya dan akan dilunasi utang-utang itu. Dia memang sombong. Tapi patutlah, dia punya segalanya. Dia memang seorang dengan garis takdir yang luar biasa. Tapi aku kasihan padanya. Bukan soal berita kematian putranya bertahun-tahun silam, tapi aku kasihan orang seperti dia itu mau hidup seperti apalagi?. Pastilah hidupnya menjenuhkan. Hidupnya hanya dipakai untuk tidur sebentar dan bekerja. Apa lagi yang mau dicapainya?, dia telah melampoi segalanya. Ah, itu pasti membosankan sekali.

Hadi Naryo Wijoyo memanglah orang paling beruntung. Tapi dibanding dia, akulah yang lebih beruntung. Karena hari itu, Maul membawakan orang terberuntung itu ke kedaiku. Menyerahkan posisi paling beruntung itu padaku. Ya, aku merasa beruntung melebihi siapapun. Kedai kecilku dikunjungi orang besar itu.

Perkenalan kami berlangsung secara biasa di ruangan kedai. Rupanya tak banyak yang menyadari siapa yang sedang duduk minum kopi bersama aku dan Maul hari itu. Kami memulai sebuah perkenalan yang menyenangkan. Aku yang semula gugup menjadi bisa berbicara karena ulah mereka. Cara mereka benar-benar cara bicara orang-orang besar. Cara yang begitu diplomatis dengan guyonan yang elegan. Berimbang dan berjalan dalam intonasi yang nyaman. Maka sukseslah kedua orang itu mengintrogasiku. Mengorek-ngoreku dengan kepandaian pindai mereka. Mereka benar-benar menelanjangiku. Ide-ideku yang hampir membatu di otakku.

 "kau anak muda, dan kau sudah memulainya. Berapa yang kau butuhkan untuk membuat Coffernus mu ini menjadi lebih dari yang hari ini. Berapa yang kau butuhkan untuk mengembangkan kedai ini menjadi tempat nongkrong yang asyik, dengan menu yang lebih variatif dan tetap mempertahankan aroma kuat kopimu. Berapa?, sebutkan saja?", ucap laki-laki itu terdengar dengan sedikit sombong. Memang sombong. Tapi dia punya alasan. Membeli kedaiku dia sanggup, apalagi mengasihani dengan sedikittt... saja uangnya. Itu bukan Cuma hal kecil, tapi mikro.

Jiwa ku tersentak sejenak. Aku seperti tak mempercayainya. Diusia tiga bulan kami ada seseorang yang tiba-tiba datang dan mengatakan itu padaku. Sekuat hati aku ingin bangun dari mimpi indah itu. tapi sayang sekali itu bukan sebuah mimpi orang yang tengah tertidur. Aku merasakan betul saat telapak tangan Maul menepuk-nepuk pipiku. Sedang mataku masih terbelalak. Tak kusangka, yang semula aku kira Cuma perbincangan biasa, untuk sekedar konsultasi dan menimba ilmu dari pakar bisnis, ternyata menghasilkan yang lebih dari itu.

"kau tak sedang dalam mimpi, ini real danya  beng, beliau memilihmu", ucap Maul dengan sebuah senyuman lega.

"kau memang benar-benar pemula yang polos nak, dan orang sepertimu sudah semakin jarang. Kebanyakan mereka datang padaku dengan tulisan yang super gila. Kata-kata mereka membara membabibuta, menjajikan profit yang selangit... Tujuh puluh persen pemuda yang datang padaku memang gila. Dan hari ini aku yang gila dengan datang sendiri padamu, jadi bagaimana?", terangnnya.

Aku masih belum berkata. Sebagian lidahku keram, kaget menerima pendengaran yang begitu menyentak kenyataan yang sempat aku ragukan.

"baiklah, baiklah, kau butuh waktu?, berapa jam?, hari?, tapi jangan sampai berminggu. Aku tak banyak memberi kesempatan pada yang terlalu kebanyakan mikir. Padahal semua sudah jelas didepan mata. Tinggal kau menyebut saja jumlahnya", ucap Pak Naryo.


aku melihat wajah Maul yang seperti tak sabar dan gemas. Mungkin dia menginginkan aku segera saja menyebutkan jumlahnya. Tapi rupa-rupanya aku masih terlena pada kabar besar yang tak muat aku bendung dan kucerna dalam waktu yang singkat. Aku harus meyakinkan satu persatu organ tubuhku, bahwa ini bukan sebuah bercandaan. Laki-laki itu benar Hadi Naryo wijaya. Pengusaha kaya-raya yang terkenal itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun