Dan, beberapa kali kau sempat melirikku.
Mencoba mencari sejumlah perubahan ekspresi di wajahku yang terlanjur mengeras macam aspal jalanan di luar sana.
Aku marah.
Tentu saja marah.
Begitu entengnya kau menyebut status “ Pacar “ saat menjelaskan tentang si Okta ini.
Padahal, jelas-jelas kau tahu bagaimana perasaanku padamu selama ini.
Pertimbangkan juga, sikapmu yang seenaknya menggantung perasaanku tanpa menjawabnya.
Kurasa ,aku pun berhak semena-mena padamu soal ini.
Sayangnya, semarah apapun.
Aku tak ingin terjebak lelucon murahan yang barusan kau umbar untuk mencandaiku.
“ Siapa ? “