Ayahnya berkeinginan Tari menikah dengan lelaki yang sudah mapan dengan tingkat pendidikan Sarjana. Ini semua demi masa depan kamu, kata ayah Tari sesaat ketika Tari memberi tahu ayahnya bahwa saat ini ia berpacaran dengan Danang.
Kamu tidak cukup makan hanya dengan cinta, semua butuh uang, beber ayahnya lagi.
Mendengar hal itu, Danang membisu. Ia memikirkan perjuangannya agar bisa bersekolah sampai lulus SMA dengan bekerja serabutan di sana sini karena kedua orang tuanya sudah tidak mampu lagi menyekolahkannya.
Ayahnya sudah pensiun dan ibunya hanya berjualan jamu keliling sementara ia masih punya satu adik yang baru lulus SD.
Apa salahnya hanya lulusan SMA, pikir Danang saat itu. Iapun bertekad membuktikan bahwa ia bisa meluluhkan hati ayah Tari dengan menunjukkan bahwa ia, yang hanya lulusan SMA, mampu menghasilkan uang yang cukup.
Sejak saat itu Danang bekerja lebih keras lagi. Pengiriman ke luar kota yang biasanya dikerjakan oleh sopir lain, ia lakukan setelah meminta izin dari atasannya hanya untuk bisa mengejar tunjangan luar kota yang hasilnya lumayan.
Perusahaan tempat Danang bekerja pun semakin hari semakin meningkat dalam penjualan sehingga Danang semakin sibuk mengantar barang ke sana ke mari.
Tari sempat protes dengan jarangnya mereka bertemu karena kesibukan Danang tapi akhirnya ia mengerti bahwa itu semua untuk kebaikan mereka berdua.
Akhirnya hati ayah Tari pun luluh setelah melihat perjuangan Danang dan merestui pernikahan mereka
Namun tidak lama setelah itu, Perusahaan tempat Danang bekerja terbelit masalah keuangan yang serius sehingga mengakibatkan bangkrutnya Perusahaan dan membuat semua karyawan harus di PHK termasuk Danang.
Saat itulah Danang merasakan hancur. Ia merasa dunia seperti kiamat dan tidak ada harapan lagi.