Nay terkejut setengah mati. Tanpa sadar ia melepaskan ponselnya dari jemarinya dan jatuh di atas meja. Kedua matanya membelalak, jemarinya gemetar, nafasnya lebih cepat, dadanya berdegup kencang. Ia menatap layar ponselnya, jam 02.00. Mendadak kecemasan menggelayuti dirinya.
Ia berusaha mengatur nafasnya dan perlahan menolehkan kepalanya ke kanan hingga dagunya mendekat ke bahu kanannya. Dengan perasaan was-was, Nay juga memutar tubuhnya ke kanan secara perlahan.
Layar televisi masih menayangkan film yang sama. Tetapi entah bagaimana lampu di area televisi kini tampak remang-remang. Sesaat kemudian ada kilatan petir, membuat ruangan itu sempat terang selama setengah detik.
Nay melihat kepala seseorang dari belakang sofa. Apakah itu Mey? Ia melangkahkan kakinya ke luar kamar selangkah demi selangkah.
"Emm... emm... Mey?" panggil Nay dengan suara lirih dan bergetar. Wajahnya diliputi kecemasan. Tetapi sosok yang sedang duduk di sofa itu tidak bergerak sedikitpun.
Kini Nay telah sampai di pintu kamarnya. Dari situ ia bisa mendengar suara hujan yang sangat deras di luar gedung apartemennya. Ia melihat pintu geser itu lagi-lagi terbuka. Tirai jendela bergerak diterpa angin dari luar, yang kali ini berhembus lebih kencang.
Nay merasa merinding. Kedua matanya fokus sebuah sosok yang sedang duduk di sofanya, yang hanya terlihat bagian atas kepalanya saja yang berambut hitam. Ia mengucap nama temannya sekali lagi, "Emm.. Mey..!" Kali ini ia setengah berteriak.
Tiba-tiba sosok itu menggerakkan kepalanya ke depan. Kini ia duduk dengan posisi tegak. Nay terkejut karena sosok itu berambut panjang dan berpakaian putih.
Ya Tuhan, itu bukan Mey. Itu hantu wanita yang meneror dirinya selama ini.
Jantung Nay berdegup kencang, apalagi ketika kepala sosok seram itu berputar 180 derajat. Nay merasa sangat takut.
Ia ingin berteriak tetapi entah mengapa ia tidak mampu. Lehernya seakan merapat, mencekik pita suaranya. Nay juga tidak bisa menggerakkan tubuhnya.