Selama seminggu lamanya Nay melihat sosok itu di balkon apartemennya, kadang jam 01.30, jam 02.00 atau jam 03.00. Ia selalu terbangun dini hari dengan kerongkongan kering.
Sosok wanita itu selalu di balkon apartemennya dan tidak ada gejala hendak menyerangnya. Tetapi tetap saja ia merasa takut karena pintu menuju teras balkon selalu dalam keadaan terbuka. Padahal ia sudah mengunci rapat sebelum tidur malam.
Ia menceritakan pengalamannya yang menyeramkan itu kepada beberapa sahabatnya di kantor.
"Wahh seram banget, aku bakal cabut dari apartemen itu kali," ujar Zey.
"Aku lebih takut perampok dari pada hantu. Karena perampok lebih kejam, bisa membunuh kita. Kalau hantu ya paling nakut-nakutin aja," tukas Vey.
"Aku bingung mau gimana. Ee, mungkin manggil orang pinter? Aku kenal beberapa teman yang temannya itu punya teman yang kerjaannya membersihkan rumah gitu. Membersihkan maksudnya memngusir hantu-hantu jahat semacam itulah," saran Mey.
Semua komentar temannya ia balas dengan senyuman saja. Ia tidak berniat untuk pindah, apalagi memanggil orang pintar. Kalau perampok, sistem keamanan apartemen lumayan bagus. Kamera CCTV terpasang di berbagai sudut apartemen. Ia juga bisa menghubungi tim keamanan gedung yang siaga 24 jam setiap hari.
Zey menawarkan Nay untuk tinggal bersamanya di kamar kosnya sementara waktu. Awalnya Nay menolak tapi akhirnya ia mengiyakannya.
Begitu juga dengan Mey dan Vey yang masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Mereka menawarkan Nay untuk tinggal di rumah mereka. Nay juga menerima tawaran mereka.
Tetapi setelah seminggu tinggal bersama teman-temannya, ia merasa tidak enak telah merepotkan mereka. Mereka memang mengatakan "No problem", tetapi dalam hati mereka siapa yang tahu?
Berbekal sejumput keberanian, Nay berniat kembali ke apartemennya, tak peduli setan apa yang ia hadapi. Mey menawarkan diri untuk menemani Nay. Tentu saja Nay bersuka cita. Ia memeluk rekan bagian penjualan itu dengan erat.