Ini cerita tentang keluarga Pak Yahya yang kaya raya. Kalau disebut sebagai kaya raya, mereka tidak kaya saja, tapi sangat kaya.
Keluarga Pak Yahya bukan golongan orang kaya baru alias OKB. Keluarga mereka sudah kaya dari dulu alias old money. Harta tanah dan rumah tersebar di berbagai kota. Sederet mobil mewah juga mereka punya.
Kehidupan keluarga Pak Yahya begitu sempurna. Bu Yahya adalah istri yang cantik, penyayang, baik hati dan tidak sombong. Keluarga besar Bu Yahya juga dari kalangan old money dari kota lain.
Karena bergelimang harta, kegemaran belanja keluarga Pak Yahya bukan kaleng-kaleng. Bu Yahya gemar belanja barang mewah alias barang branded yang hampir saban hari keluar masuk butik ternama. Makan di kafe atau restoran mewah, wisata ke luar negeri sudah biasa. Begitu pula tur dengan kapal pesiar hampir saban tahun mereka lakukan.
Singkat kata, kehidupan keluarga Pak Yahya sungguh hedon dan gemar foya-foya.. Tunggu, hedon dan foya-foya kan menurut orang biasa. Bagi keluarga Pak Yahya, karena mereka kaya raya, itu adalah hal biasa bagi mereka. Mereka menganggap itu bukan foya-foya karena mereka memang membutuhkannya.
Makan malam di restoran mewah di hotel berbintang, itu karena mereka perlu maka enak. Jalan-jalan ke Eropa hingga ke Kutub Utara juga bukan karena gaya-gaya, tapi karena mereka memang butuh berwisata. Mereka memang senang mengunjungi tempat-tempat baru.
Kalau keluarga Pak Yahya senang makan di restoran mewah, kaum mendang-mending pasti akan bilang "Wah, sayang sekali, mending beli pecel lele di warung kaki lima bisa makan sepuasnya", atau "orang kok hobinya wisata jauh-jauh ke luar negeri. Mending ke Jogja atau Bali. Jadi uangnya buat investasi", dan sejumlah kalimat lainnya.
Telinga keluarga Pak Yahya, apalagi Bu Yahya, sering merasa panas dengan kata-kata seperti itu. Mereka kerap mendengarnya dari para asisten rumah tangga dan supir pribadi. Meski telinga terasa panas, keluarga Pak Yahya menanggapinya dengan senyuman.
Kalangan orang biasa tidak akan pernah mengetahui bahwa keluarga besar Pak Yahya dan Bu Yahya adalah donatur tetap sekian banyak yayasan sosial, panti asuhan, panti jompo, sekolah luar biasa, dan sebagainya. Zakat mal mereka nilainya sangat besar, membuat mulut siapapun akan menganga.
Jadi, mereka yang sering mengatakan 'mendang-mending', mending diam saja. Ibaratnya, orang-orang itu masih di Bumi, keluarga Pak Yahya sudah melampaui tata surya.
"Setiap orang bisa seperti kami asal kerja keras, kerja cerdas, jujur dan amanah dan tidak lupa sedekah. Maka Allah akan memberi lebih banyak dan lebih banyak lagi...," begitu kata Pak Yahya ketika diwawacarai oleh sebuah majalah terkenal.
***
Suatu pagi, dua bulan menjelang bulan Romadhon, keluarga Pak Yahya sedang sibuk sarapan di meja makan di rumahnya yang sangat megah di kawasan perumahan mewah. Amri, anak tertua Pak Yahya yang baru beranjak dewasa, tampak sedang menikmati omelet bertabur keju buatan sang ibu. Begitu pula dengan Syifa, si bungsu, yang sedang melahap sandwich isi daging salmon kegemarannya.
Pak Yahya sedari tadi menatap layar komputer tabletnya. Ia sedang fokus membaca berita di Kompas.id. Begitu selesai membaca senjumlah berita, Pak Yahya segera melahap sandwich salmon buatan istrinya yang sudah agak dingin.
"Hmmm, sandwich salmon buatan Mama selalu enak. Papa suka sekali..., " kata Pak Yahya sambil mengunyah roti dan potongan besar daging ikan salmon.
Bu Yahya tersenyum. Pujian dari suaminya menyanjungnya, membuatnya menjadi ratu dapur yang tak akan pernah tergantikan oleh siapapun.
Meskipun mereka memiliki asisten rumah tangga yang jago membuat makanan enak, masakan buatan sang nyonya rumah tetap menjadi nomor satu di hati Pak Yahya. Ada beberapa hari dalam sebulan dimana Bu Yahya memasak makanan enak untuk anggota keluarganya.
Beberapa saat kemudian, suasana hening. Hanya terdengar denting sendok, garpu dan pisau yang beradu dengan piring, dan suara kunyahan dari mulut mereka.
"Papa," kata Bu Yahya seraya mengambil gelas berisi jus jeruk di sampingnya, lalu menyeruputnya.
"Iya, Ma?" tanya Pak Yahya yang baru saja selesi menguyah potongan terakhir sandwichnya.
"Mmmm, begini Pa, dua bulan lagi bulan Romadhon. Mama ingin seminggu atau dua minggu sebelum Romadhon, kita sama-sama ke Dubai untuk menenangkan diri. Tujuannya supaya kita healing sejenak biar ibadah puasa kita makin mantap," kata Bu Yahya.
"Oh, itu sih bisa-bisa aja Ma. Tapi anak-anak bagaimana?" balas Pak Yahya.
"Kita bisa belajar daring, Pa!' sahut Amri dan Syifa hampir serempak. Sehari-hari mereka bersekolah di rumah alias homeschooling.
"Lho, apa guru kalian bisa mengajar online?" tanya Pak Yahya, lalu menghisap kopinya.
"Ihh, Papa ini. Guru-guru sekarang sudah canggih kali Pa..." tukas Syifa.
"Hmmm, oke, tidak masalah kita ke Dubai. Amri, Syifa, pastikan guru-guru kalian bisa mengajar kalian secara online. Kalau perlu, bilang pada Kak Sindi untuk membelikan mereka laptop baru biar mereka bisa mengajar dengan maksimal," kata Pak Yahya.
Kak Sindi adalah asisten pribadi Bu Yahya yang mengurusi segala keperluan keluarga Pak Yahya. Tugasnya mulai belanja kebutuhan rumah tangga keluarga Pak Yahya, mengurus properti, mengurus administrasi sekolah dan kegiatan les Amri dan Syifa, hingga mengurus perjalanan wisata mereka.
"Horee..., siap Pa, nanti Amri bilang ke Kak Sindi," kata Amri riang. Begitu pula dengan Syifa yang tersenyum ceria.
Bu Yahya tersenyum lebar. Ia merasa senang rencananya mengajak keluarganya untuk menenangkan diri di Dubai akan menjadi kenyataan.Â
Buru-buru ia menghabiskan jus jeruknya. Ia akan segera berangkat ke Singapura untuk menengok salah seorang sahabatnya yang sedang dirawat di rumah sakit.
***
Dubai. Akhirnya keluarga Pak Yahya menginjakkan lantai Dubai International Airport. Sudah berkali-kali mereka mengunjungi Dubai tetapi mereka tidak pernah merasa bosan. Kunjungan mereka lebih sering karena transit pesawat ke negara lain, atau singgah sebentar untuk berbelanja.
Kali ini untuk pertama kalinya mereka ke Dubai dalam rangka menenangkan diri sebelum bulan Romadhon tiba. Mereka berencana akan tinggal di Dubai selama dua minggu dan kembali ke tanah air persis sehari sebelum bulan puasa tiba.
Mereka duduk di kursi kelas satu yang sangat nyaman. Lama perjalanan Jakarta ke Dubai kira-kira delapan jam.
Selama di perjalanan, Pak Yahya melahap sejumlah buku-buku agama yang ia ambil dari perpustakaan pribadinya di rumah. Sedangkan Bu Yahya menonton video-video memasak dari YouTube.
Sesekali iBu Yahyamemilih saluran film yang menyediakan konten film drama Korea alias drakor. Ia terpaksa menontonnya agar bisa nyambung ketika ngobrol dengan Syifa yang sangat menyukai tayangan hiburan dari Korea Selatan itu.
Amri melahap tiga atau empat film scifi yang tersedia di saluran hiburan maskapai. Kalau sudah menonton film-film genre itu, ia tidak bisa diganggu. Ia melanggan sejumlah layanan video streaming di ponselnya hanya untuk menonton film-film scifi. Sebutkan salah satu judul film, Amri dengan lantang mampu menceritakannya kembali.
Selama di Dubai, mereka tinggal di sebuah unit serviced apartment yang lokasinya berada di pulau buatan Palm Jumeirah. Ini kali pertama mereka tinggal di sebuah apartemen. Sebelumnya mereka selalu menginap di hotel mewah.
Kak Sindi yang merekomendasikan apartemen itu karena view-nya sangat indah. Ia menjamin tujuan keluarga Pak Yahya untuk menenangkan diri sebelum menyambut bulan Romadhon akan tercapai.
***
Hari pertama, keluarga Pak Yahya lebih banyak mendekam di kamar saja. Sesekali mereka berjalan-jalan di taman apartemen hingga sekitar lingkungan gedung apartemen.
Betul kata Kak Sindi, apartemen itu sangat nyaman. Bangunannya bergaya moderen futuristik tetapi bagian dalamnya bernuansa klasik. Apalagi Bu Yahya sangat suka dengan interior bergaya klasik ala Eropa. Ia jatuh cinta begitu pertama kali menginjakkan kakinya di unit apartemen itu.
Suatu malam, Bu Yahya menelepon Kak Sindi. Ia mengutarakan keinginannya untuk membeli unit apartemen itu beserta isinya. Tidak lama Kak Sindi pun bergerak menggali informasi ke salah satu agen properti di Dubai dan menemukan kisaran harganya.
Mendengar percakapan Bu Yahya dengan Kak Sindi lewat telepon tentang keinginannya membeli apartemen itu, Pak Yahya buru-buru menghampirinya.
"Mama, Mama ini ada-ada saja. Hanya karena kita senang dengan apartemen ini, bukan berarti kita harus membelinya. Apartemen kita sudah banyak, Mama boleh pilih mau tinggal di mana saja. Apalagi apartemen ini di luar negeri yang tidak bisa setiap saat bisa kita datangi," sergah Pak Yahya.
Bu Yahya diam saja. Ia mengakhiri pembicaraan telepon dengan kak Sindi dan meletakkan ponselnya di meja.
"Dengar ya Ma, agama memerintahkan kita agar tidak berlebihan. Properti kita sudah banyak, lalu tiba-tiba kita ingin membeli apartemen ini. Di luar negeri pula. Itu namanya berlebihan, Ma. Apa pun yang berlebihan itu dilarang agama," kata Pak Yahya.
"Apalagi pemilik apartemen ini pasti sedih kalau sumber penghasilannya ini kita beli. Bagaimana bila ini satu-satunya aset properti yang menghasilkan? Kalau kita membelinya, apapun alasannya, itu bisa disebut dengan menghalangi rejeki orang lain, Ma. Kita tidak boleh berlaku seperti itu," lanjut Pak Yahya.
Bu Yahya menundukkan kepalanya sejenak, lalu mengangkat kepalanya lagi dan berkata, "Iya, iya Pa. Mama khilaf... Maafkan Mama ya, Pa... Mama jatuh cinta dengan apartemen ini karena suka sekali sama interiornya yang bergaya Eropa klasik. Lihat kamar ini Pa, ini kesukaan Mama banget..."
Pak Yahya menghela nafas sejenak, lalu berkata, "Maafkan Papa ya Ma telah bicara keras sama Mama. Papa tidak tahu kalau Mama sangat senang dengan apartemen ini. Hmmm, nanti sepulang dari Dubai, Papa akan bicara sama Zoni. Dia rekanan Papa yang ahli desain interior. Papa akan minta bantuan dia mendesain kamar kita menjadi seperti ini. Eee.. Â Bagaimana kalau kita merenovasi apartemen kita yang di Bandung dengan gaya seperti apartemen ini? Kan sekarang lagi kosong tuh, Ma. Bagaimana Ma?"
"Wahhhh, Papa baik sekali.. Mama mau Pa," kata Bu Yahya yang tersenyum gembira sambil memeluk suaminya.
"Nah, tugas Mama cuma satu, ambil foto kamar ini dan barang-barangnya, kalau perlu setiap ruangan Mama foto. Nanti Papa akan kirim ke Zoni agar dia punya gambaran. Oke?" kata Pak Yahya.
"Siap Bosss..." sahut Bu Yahya dengan wajah sumringah.
Malam itu mereka tidur dengan nyenyak. Bu Yahya tidur dengan senyum yang terhias di wajah. Ia bermimpi indah, interior kamar apartemennya sudah dibuat sama persis dengan interior unit apartemen yang mereka tinggali saat ini.
***
Hari-hari berikutnya mereka habiskan dengan menyusuri kota Dubai dengan mobil sewaan beserta sopir. Tetapi mereka tidak melakukan aktivitas jalan-jalan seperti itu setiap hari, sepanjang hari.
Pak Yahya cukup sibuk dengan pekerjaannya yang ia lakukan di kamarnya. Sehari-hari, Pak Yahya sering pulang larut malam karena ia harus memantau belasan perusahaan. Terkadang Pak Yahya mendadak bertemu dengan klien di malam hari, pergi ke luar kota, bahkan rapat di luar negeri. Â
Selama di Dubai, Bu Yahya merasa lebih tenang dan lega karena Pak Yahya selalu berada di sampingnya. Pak Yahya hanya bekerja pagi hingga siang di kamar, selebihnya mereka sekeluarga bisa berjalan-jalan menyusuri kota Dubai.
Sementara itu, Amri dan Syifa bersekolah daring dengan guru-guru homeschooling-nya di pagi hingga siang hari. Syifa bahkan sempat mengikuti tes dari gurunya dan lulus dengan nilai sempurna. Mereka adalah anak-anak yang manis dan pintar.
Di suatu akhir pekan, mereka sempat mengikuti tur safari ke gurun pasir. Mereka sangat menikmati jalan-jalan menaiki unta. Mereka juga menikmati makan malam di sebuah restoran tenda di tengah gurun pasir dengan menu-menu khas Timur Tengah yang amat menggungah selera.
***
Tak terasa dua minggu sudah mereka berada di Dubai. Mereka sangat puas dengan trip kali ini. Rasanya program menenangkan diri sebelum bulan puasa sukses mereka jalani. Setiba di rumah, mereka justru merasa rindu dengan Dubai.
Akhirnya bulan suci Romadhon yang dinanti pun segera tiba. Malam hari menjelang tanggal 1 Romadhon, keluarga Pak Yahya bersiap akan menunaikan sholat tarawih di masjid yang letaknya di ujung belakang kompleks. Mereka akan diantar oleh sang sopir pribadi menuju masjid kompleks dengan salah satu mobil mewah mereka.
Marhaban Yaa Romadhon, Marhaban yaa Romadhon... Begitu kata-kata Pak Yahya dan keluarganya selama perjalanan menuju masjid. Bu Yahya memeluk lengan kiri Pak Yahya serasa meletakkan kepalanya di bahu kanan suami tercintanya. Amri dan Syifa yang duduk di baris belakang mobil segera mematikan ponsel mereka dan segera bersiap turun dari mobil.
Keluarga Pak Yahya berjalan di teras masjid dengan langkah pasti, siap menyambut bulan Romadhon yang suci.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI