Pintu mobil di sebelah kiri terbuka. Diikuti munculnya kaki mungil. Dan sesosok tubuh seorang perempuan cantik yang pucat pasi. Sekar. Wajahnya seputih kertas. Dia menggenggam sebuah pistol. Lengan yang memegang pistol itu menggigil.
"Kau tidak apa-apa?" Sigit mendekati Sekar.
Gadis itu mengangguk. "A... Aku tidak apa-apa. Ta... Tapi mereka tidak..."
Sigit melongok ke dalam mobil. Seorang lelaki dengan hidung dan mulut berdarah tersandar di kursi. Di belakang kemudi, seorang lelaki juga terkulai. Kedua lelaki itu tak sadarkan diri.
"Dia... Aku... Dia mau eh... menyentuhku. Aku terpaksa... Aku... Dia..."
"Tak apa-apa, Sekar. Tak apa-apa..." Perlahan Sigit menyentuh lengan gadis itu, dan dengan hati-hati mengambil pistol yang dipegangnya. "Kau hebat. Kau gadis cerdik dan hebat, Sekar. Tenangkan dirimu. Di mobil ada air mineral. Kau pergilah minum dan tenangkan dirimu..."
Sekar melangkah perlahan ke mobil yang dibawa Sigit, mengambil air mineral dan mereguknya sambil duduk di trotoar. Perlahan wajah gadis itu mulai memerah.
***
Sigit mengamati kedua lelaki yang menculik Sekar. Mereka bertubuh kekar dan gempal. Mereka pingsan. Sigit segera memborgol mereka. Dia lalu mengambil smartphonenya dan memotret wajah kedua lelaki itu beberapa kali. Dia kemudian mengaktifkan aplikasi scanner dan mengambil sidik jari. Dia memeriksa dompet. Dompet mereka berisi uang lembaran seratus ribu rupiah lima lembar, disertai KTP dan SIM.
Sigit menscan KTP mereka. Setelah memotret nomor polisi mobil yang dipakai, dia menghubungi Remido.
"Aku mengirimkan foto, sidik jari dan scan KTP dari para penculik. Cari info sebanyak mungkin tentang mereka. Kedua lelaki ini merupakan petunjuk pertama kita untuk kasus ini..."