***
Sekitar 30 meter di belakang mereka, seorang lelaki yang berada di dalam mobil yang kacanya ditutup rapat sedang memotret. Memotret aksi Sigit dan teman-temannya.
Selalu ada hikmah di balik setiap musibah, pikir lelaki itu. Kegagalan Bejo dan Joko menculik wartawan perempuan itu merupakan musibah. Namun dengan itu, dia kini tahu bahwa gadis cantik itu memang bekerja sama dengan LIN. Dia bahkan tak perlu menginterogasi gadis itu untuk mendapatkan jawaban.
Dia melanjutkan memotret. Jemarinya dengan lincah memainkan zoom. Dia mengambil close-up wajah para lelaki yang datang menolong gadis itu. Seperti biasa, pikirnya, dia dan kelompoknya berada beberapa langkah di depan. Dia kini sudah mendapatkan foto pihak lawan. Sementara pihak lawan masih berada dalam kegelapan. Tak tahu apa-apa. Tak tahu siapa yang menjadi musuh. Dan kenapa.
Dia beberapa kali memotret Sigit. Lelaki itu akan menjadi lawan yang tangguh, pikirnya. Dan itu membuat dia senang. Selalu menyenangkan untuk berhadap-hadapan dengan lawan yang kualitasnya setara.
Dia lalu membuka tas plastik berwarna hitam yang berada di sampingnya. Dia mengambil sebuah ponsel berbentuk mungil.
"Halo, ini aku. Aku membutuhkan tiga Semut Merah. Bawakan tiga paket gula. Kita akan memasang kembang api..."
"Baik, dimengerti," terdengar suara di balik telepon. "Tiga Semut Merah dengan tiga paket gula. Target?"
"Targetnya Bravo Bravo Kilo. Detilnya akan kusampaikan sendiri kepada ketiga Semut Merah."
"Baik. Dimengerti."
Lelaki itu menutup ponselnya. Dia membuka kaca jendela di samping dan melemparkan ponsel yang baru saja dipakainya ke tempat sampah. Dia kemudian menutup jendela dan menyalakan mobilnya.