Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nggowes ke Malioboro Sambil Reportase ala Warga

12 September 2015   17:23 Diperbarui: 12 September 2015   17:25 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tidak pahamkah Pemerintah, akan efek negatif dari Permenaker tersebut? Bahasa Indonesia ini kita perjuangkan sebagai bahasa persatuan dan kesatuan dengan darah dan nyawa para pejuang. Bangsa India, pernah berperang antar sesama suku diantara mereka, juga karena alasan bahasa persatuannya. Apakah kita akan tercerai-berai dan berperang antar sesama suku karena masalah bahasa seperti di India?” tanya Naning Pranoto, penulis novel dan penyair hijau yang akrab disapa Mbok Noto ini dengan kesal.

Jadi, itulah alasan mengapa saya sengaja memotret si Hitam Specialized dengan latarbelakang papan reklame yang mengingatkan pentingnya ‘Berbahasa Indonesia’. Dari salah satu sudut di Jalan Malioboro, kecintaan akan Bahasa Indonesia, kesadaran untuk berbahasa Indonesia masih sedemikian tinggi. Jadi, rasanya sangat ironis, kalau Pemerintah justru membuka pintu lebar-lebar kepada para TKA, untuk bekerja di Indonesia dengan tanpa bekal kemampuan berbahasa Indonesia. Bahasa yang kita perjuangkan, bahasa persatuan, yang menyatukan ke-Bhinneka Tunggal Ika-an negeri tercinta ini.

Si Hitam Specialized bergaya di dekat halte dan bus Trans Jogja. (Foto: Gapey Sandy)

Di angkringan kaos seberang Mal Malioboro, dipilih ... dipilih ... (Foto: Gapey Sandy)

Tak jauh dari papan reklame itu, ada halte Trans Jogja. Sejumlah penumpang turun naik di sini. Bus berwarna kuning dan hijau ini sempat mogok pada 6 September kemarin, lantaran para awaknya menuntut peningkatan upah yang layak. Dan, … heheheheeee … lihat tuh, si Hitam Especialized tampak berfoto dekat halte dan bus Trans Jogja yang melintas di Jalan Malioboro.

Fenomena Becak Motor

Setelah membeli beberapa kaos berdesain gambar serba Vespa di angkringan kaos, saya kembali menggowes sepeda meninggalkan Jalan Malioboro, menuju ke Jalan Margo Utomo.

Persis di pintu masuk dan keluar parkir Stasiun Tugu Jogja, saya tertarik untuk menghampiri seorang tukang becak, yang tengah duduk di atas jok becaknya, menunggu calon penumpang. Kami saling bertukar senyum, untuk kemudian terlibat perbincangan rada serius.

Apa sih yang dibicarakan?

Begini. Sepanjang perjalanan menuju ke kawasan Malioboro, saya melihat ada dua tipe becak. Satu, adalah becak ontel atau yang dikayuh/digenjot. Dan kedua, becak motor. Becak motor ini adalah becak yang dimodifikasi dengan mesin sepeda motor untuk menggerakkannya. Roda depan sepeda motor sengaja dibuang, dan diganti dengan ‘menempelkan’ becak dengan dua roda kiri kanannya. Jadi, becak bermotor atau Bentor, tetap punya tiga roda.

Pariyadi, pemilik becak bermotor yang mangkal di dekat Stasiun Tugu Jogja. (Foto: Gapey Sandy)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun