Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nggowes ke Malioboro Sambil Reportase ala Warga

12 September 2015   17:23 Diperbarui: 12 September 2015   17:25 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usai berfoto, saya langsung menyeberangi rel kereta api. Bagi kendaraan yang tidak bermotor, seperti sepeda dan becak, diperbolehkan melintasi rel kereta api ini, untuk dapat langsung menuju ke Jalan Malioboro. Bagi pengendara sepeda motor yang mematuhi aturan, mereka akan turun dari sepeda motornya, dan melintasi rel kereta api ini dengan menuntun sepeda motornya. Sedangkan bagi mobil dan motor, harus belok ke kiri melewati Jalan Kleringan, lalu berputar di Jalan Abu Bakar Ali dan barulah masuk ke Jalan Malioboro.

Di Malioboro, ada jalur khusus untuk sepeda, becak dan delman. Sambil menggowes perlahan, saya susuri Kawasan Malioboro yang belum terlalu padat pagi itu. Mata saya mulai fokus untuk mencari-cari kaos dengan desain serba Vespa. Sayangnya, belum semua angkringan kaos belum mulai buka. Sedangkan satu-dua angkringan kaos, ketika saya tanya kaos dengan segala gambar dan ikon Vespa justru tak tersedia.

Narsis di pintu masuk parkir Stasiun Tugu Jogja. (Foto: Gapey Sandy)

Berfoto dengan sepeda hitam di Stasiun Tugu Jogja. (Foto: Gapey Sandy)

Tak terasa, sepeda saya gowes sampai separuh Jalan Malioboro. Dari sisi kanan jalur kendaraan tak bermotor, saya menyeberang jalan menuju ke Pusat Penerangan Pariwisata Dinas Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Di sini, si Hitam Specialized sengaja saya parkir di pintu gerbang dengan ukiran kayu bercorak tradisonal dan berbentuk agak melengkung. Ceklik, si Hitam bergaya!

Di halaman Pusat Penerangan Pariwisata ini, saya melihat ada billboard berukuran cukup besar dengan warna yang sudah mulai kusam. Tapi, tulisannya masih terbaca meski sejumlah hurufnya sudah agak tersetip alias terhapus. Bunyinya: “Jadikanlah BAHASA INDONESIA sebagai alat komunikasi utama di tanah air kita”. Saya tertarik untuk memarkirkan sepeda pada arah billboard tersebut dan segera saya memotretnya.

Mengapa?

Bulan Agustus kemarin, ramai diberitakan bahwa Pemerintah sudah menghapus persyaratan wajib berbahasa Indonesia bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA). Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan TKA yang menggantikan Permenakertrans Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan TKA. Peraturan baru ini menjadikan TKA kini dapat bekerja di Indonesia tanpa harus punya kemampuan berbahasa Indonesia.

Gayanya ketika memasuki Jalan Malioboro. (Foto: Gapey Sandy)

Berfoto dengan latarbelakang papan reklame yang mengingatkan pentingnya berbahasa Indonesia di Jalan Malioboro. (Foto: Gapey Sandy)

Sungguh ironis. Kisah panjang perjalanan sejarah bangsa demi menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan kesatuan, ternyata kini mulai tidak lagi ‘diminati’. Tidak sedikit mereka yang menyesalkan Permenaker tadi, termasuk sejumlah anggota dewan dan penyair bergenre Sastra Hijau, Naning Pranoto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun