Mohon tunggu...
Budiman Gandewa
Budiman Gandewa Mohon Tunggu... Wiraswasta - Silent Reader

Bermukim di Pulau Dewata dan jauh dari anak Mertua. Hiks.....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

(Serial Pak Erte) Kamar Mandi Kontrakkan

13 Desember 2017   19:54 Diperbarui: 13 Desember 2017   19:56 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Matahari belum lama terbit saat mbak Jum, mengguyuri kepala  dan sekujur badan Nurhayati putrinya, bocah 7 tahun yang baru duduk di  kelas 1 SD. Namanya juga kamar mandi keroyokan, jadi harus buru-buru  karena penghuni kontrakkan lainnya sudah antri menunggu.

Tuh, kan.... Belum kelar mbak Jum mengeringkan badan  anaknya dengan handuk, mpok Mumun sudah mengisi kamar mandi kosong yang  baru saja ia dan putrinya tinggalkan.

Mbak Jum sempat bertegur sapa dengan Romlah, janda bohay  nan aduhai yang habis senam kesegaran jasmani. Dan bersiap-siap juga  untuk mandi.

Bang Toyib yang sedang mencuci peralatan dagang baksonya,  hilang konsentrasi. Buluk yang jarang mandi pun ikut-ikutan ngantri.  Padahal semua juga tahu, untuk urusan mandi Buluk sudah kayak Water  proof, alias anti air. Mandinya cuma sehari sekali. Itu pun pas  kehujanan dan ngga ada tempat buat berteduh.

Kalau pas musim kemarau. Buluk cuma mandi bebek. Nyelupin  kepalanya ke ember, terus basahannya, dibiarkan menetes ke badannya.  Hihihi....

Romlah masih dan terus memompa air dengan kedua tangannya.  Gerakannya seirama suara musik dangdut yang merayap keluar dari pintu  rumahnya pak Erte. Sementara penghuni kontrakkan lainnya pun sudah mulai  tumplek-blek, di sekitar kamar mandi tersebut.

Ada yang mau nyuci dan mandi. Tapi ada juga yang sekedar  iseng meramaikan tempat tersebut sambil ngobrol ngalor- ngidul, sambil  ditemani dengan segelas kopi.

Apalagi kalau ada Romlah yang dengan balutan ketat pakaian  senamnya hadir di kamar mandi. Suasana kamar mandi bisa berubah sekejap  jadi 'pasar senggol' lantaran banyak warga yang dateng.

Pak Erte yang sedari tadi lagi memberi makan ayam-ayamnya  pun mulai merapat ke area kamar mandi tersebut. Tujuannya cuma satu  menyerap aspirasi para penghuni kontrakkan yang saban hari mengeluh,  karena kamar mandinya cuma satu.

Betul saja, belum 5 menit keberadaan Pak Erte di area basah tersebut. Romlah langsung menyuarakan aspirasinya.

"Te...pegimana ini saban hari aye kudu mongpa air tiap mau  mandi. Kali-kali beliin Pompa air yang bisa muncrat, napa..." Kata si  Semok dengan gerakan yang bikin antrian bertambah panjang.

"Empok Romlah...apaan yg muncrat" Samber Bang Toyib dari balik gerobak basonya.

"Iya mpok...apaan, yaaak" Tanya buluk ngga mau kalah.

"Bang Buluk mau tau ajaaah, apa mau tau pake, bangeet..." Jawab Romlah dengan genit.

"Mau tau bangeet..." Jawab Buluk antusias.

"Kalo gitu bang Buluk kemari, deh..." Romlah melambaikan tangannya menyuruh Si Buluk untuk mendekat.

Dengan semangat 45 ala Perang Kemerdekaan dan semangat  46-nya Valentino Rossi. Pemuda pengangguran tersebut melesat mendekati  Romlah.

Setibanya Buluk dihadapannya. Romlah langsung menyambar  gayung yang berada di ember dan menyiramkan airnya ke wajah dan badan  Buluk beberapa kali. Sehingga pemuda tersebut jadi basah kuyup.

"Hihihi... itu namanya muncrat bang Buluk. Pegimana? Seger,  kan?" Romlah tertawa cekikikan diikuti oleh tawa penghuni kontrakkan  lainnya.

"Elu sih...tumben-tumben pake ikut antri segala. Padahal  kambing yang kaga mandi aja, dijual masih mahal harganya" Ledek bang  Toyib, girang.

"Lha...kambing lu kata, Toyib. Ini Buluk siapa yg mauuu...?  Dagingnya aja, pait! Hahaha..." celetuksalah satu penghuni kontrakkan  yang lagi ngantri.

Sambil ngedumel Buluk pergi menjauh dari tempat itu dan  memilih duduk di samping Pak Kusir yang sedang mengendarai Kuda,  Eh...Maksudnya duduk di sebelah Pak Erte yang asik mengelus-elus buntut  ayam jagonya.

Melihat ada yang duduk di sebelah majikannya. Ayam Jago tersebut langsung mematuk tangan pemuda tersebut.

"Adaaow...!" Jerit si Buluk kaget.

Pak Erte buru-buru menjauhkan Ayam jagonya. Sementara  pemuda itu langsung ngacir meninggalkan kamar mandi kontrakkan dan  memilih duduk di bawah tiang jemuran. Sambil meratapi nasibnya yang  selalu apes.

****

Pak Erte menghisap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskan  asapnya dalam bentuk gumpalan-gumpalan  abstrak. Sebelum akhirnya, asap  rokok tersebut menghilang dihembus angin sepoi-sepoi.

Roman mukanya terlihat serius. Saking seriusnya, Pak Erte  tidak menyadari kehadiran Empok Saidah, istrinya,  yang sejak tadi duduk  di sebelahnya. Padahal seantero Kampung Pinggir Kali juga tahu. Minyak  wangi yang dipakai oleh Mpok Saidah bisa tercium dari jarak lima belas  meter.

Sedangkan Pak Erte cuma berjarak sejengkal. Tapi sama  sekali tidak mengendus kehadiran istrinya. Ini menunjukkan bahwa Pak  Erte sedang memikirkan sesuatu yang penting. Kalau kagak penting, enggak  mungkin hidung Pak Erte tidak mencium bau menyan, eh...bau minyak wangi  istrinya.

"Abang!" Empok Saidah berusaha mengagetkan suaminya. Karena sejak tadi kehadirannya tidak digubris.

"Eh...Elu, Neng. Abang kira, sapa.." Sahut pak Erte  pura-pura kaget. Padahal sudah sejak tadi Pak Erte menahan nafas karena  nggak tahan dengan bau parfum Empok Saidah yang pulen.

"Lagi mikirin apa, sih? Kayaknya serius, amat!" Selidik Mpok Saidah.

"Anu, Saidah...Elu pan tau, kamar mandi kontrakkan kita  cuma satu-satunya. Tiap pagi orang pada ngantri. Ada yang mau sekolah,  ada yang mau kerja. Begimana kalau kita bikin satu atau dua kamar mandi  lagi?" Jawab Pak Erte pada istrinya.

"Oooh...itu yang jadi pikiran, Abang! Kirain mikirin apaan...." Sahut Mpok Saidah sambil ngangguk-ngangguk.

"Terus begimane..?" Tanya Pak Erte.

"Apanya yang begimane?" Empok Saidah balik nanya.

"Barusan Elu ngangguk-ngangguk..." Kata Pak Erte lagi.

"Aye nganguk-ngangguk, karena Abang kasih tahu apa yang  Abang pikirin. Jadi Aye udah tau kenapa Abang romannya serius, pake  bingit. Lha, kalau Aye geleng-geleng, itu tandanya Aye kagak tau. Masak  begitu aja Abang mesti dikasih tau...!" Cerocos Empok Saidah panjang  lebar, lalu beranjak masuk ke dalem rumah.

Mendengar jawaban istrinya, Pak Erte hanya bisa melongo,  bego. Sampai-sampai rokok yang terselip di bibirnya jatuh ke lantai.  Pluk!

*****

Pagi-pagi sekali Empok Saidah sudah berada di kamar mandi  kontrakannya. Istri Pak Erte tersebut sengaja blusukan ke kamar mandi  keroyokan tersebut untuk mengetahui, hal ihwal yang dipikirian oleh Pak  Erte.

Mengetahui ada Bu Erte ngejogrok di depan kamar mandi, para  penghuni kontrakkan yang sudah siap-siap untuk mandi kembali masuk ke  dalam rumah dan memilih untuk diam dan menunggu.

Akhirnya,  setelah beberapa lama Empok Saidah pun kembali  ke rumah dan menyatakan dukungannya untuk membuat kamar mandi yang baru.

Tentu saja Pak Erte merasa kaget campur girang dan selang  beberapa bulan kemudian kamar mandi yang baru pun sudah selesai dibangun  dan hari ini adalan peresmin pemakaian kamar mandi baru tersebut.

"Sodara-sodara sekalian..." Pak Erte mengawali kata  sambutannya sebelum melakukan pengguntingan pita, tanda peresmian kamar  mandi kantrakkan yang baru.

Sementara para penghuni kontrakkan sudah berkumpul di area  kamar mandi baru tersebut.untuk menyaksikan momen bersejarah, karena  mulai hari ini mereka nggak perlu lagi ngantri kalau mau mandi.

Semuanya tampak sumringah. Masing-masing mengambil tugas.  Empok Mumun dan Mbak Jum kebagian tugas memegang pita. Neng Romlah  membawa baki tempat  gunting diletakkan.

Bang Toyib bertugas sebagai soundman dan memastikan pada saat Pak Erte memberikan kata sambutan suara Pak Erte terdengar pulen.

"Hari ini Gue akan meresmikan kamar mandi baru kita..." Pak Erte melanjutkan kata sambutannya.

Para penghuni kamar mandi pun bertepuk tangan. Plok..plok...plok...

"Horeeee..." Teriak sebagian mereka.

"Hidup Pak Erteeee!" Bang Toyib nggak mau kalah.

"Sudah...sudah, biar nggak Panjang lebar. Gue langsung gunting ini pita" Pak Erte pun menggunting pita.

Hadirin kembali bertepuk tangan. Para penghuni kontrakkan  pun berebut untuk melihat kamar mandi baru yang di cat dengan warna  Pink. Warna kesuakaan Empok Saidah.

Mulai dari dindingnya, bak air, gayung dan lantai kamar  mandi semuanya warna pink. Sampai-sampai Ayam jago Pak Erte pun di cat  pakai warna Pink. Tapi itu ulahnya si Buluk yang balas dendam lantaran  tangannya pernah dipatuk ayam jago tersebut.

Pak Erte memandang para penghuni kontrakkannya yang begitu  antusias. Empok Romlah tampak berkaca-kaca karena nggak nyangka  aspirasinya didengar dan ditindak lanjuti oleh Pak Erte.

Empok Saidah, Mbak Jum beserta ibu-ibu yang lain, mulai  menghidangkan konsumsi yang telah disediakan. Hari ini semua wajah  memancarkan kebahagiaan. Di bibir mereka terulas senyum dan tampak  sumringah.

Sementara di pojok kontrakkan dekat tiang jemuran, tampak  buluk duduk termenung. Wajah pemuda tersebut kelihatan kusut. Tak ada  tanda-tanda kebahagiaan yang memancarkan wajahnya.

Neng Romlah yang menyaksikan hal itu langsung menghampiri pemuda tersebut.

"Lho...Bang Buluk kok nggak kelihatan bahagia? Kan kita  sekarang udah punya kamar mandi yang baru?" Tanya Romlah saat duduk di  sebelah Buluk.

Buluk melihat wajah janda demplon tersebut dengan muka memelas.

"Empok...begimane saya mau bahagia. Kan yang dijadiin kamar  mandi itu, kamar tidur saya. Terus sekarang saya mau tidur dimana?  Huwaaa..." Buluk pun menangis sejadi-jadinya.

Hihihi.....

Sekian.

Salam Sendu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun