Melihat kedatangan BungadanDewi, anak-anak seketika menghentikan aktivitasnya dan langsung mengerumuni kedua gadis remaja tersebut.
"Gimana kak, banyak ga dapet duitnya?" Edi langsung mencecar keduanya dengan sebuah pertanyaan.
"Iya, kak...?" Lanjut Beni.
"Iya. Dapet berapa hari ini, kak?" Joni tidak mau ketinggalan, ikut menimpalinya dengan pertanyaan yang sama.
Dewi menengok ke arah Bunga, yang sedang memperbaiki gendangnya. Alat musik itu terbuat dari pipa paralon dan ban dalam bekas mobil. Setelah mengencangkan karet gendangnya. Bungalalu mengeluarkan sebuah kantong permen dari tas pinggangnya daan langsung menumpahkan isinya ke trotoar tempat mereka duduk.
Beberapa uang logam jatuh bergemerincing, disusul lembaran uang kertas yang terlihat bergumpal dan lecek. Teman-temannya pun berebut memungut dan menghitung uang hasil ngamen mereka dari pagi sampai sore tadi.
"Hei, jangan pada berisik!"Bentak seorang sekuriti Bank, yang berada di dalam pos jaga.
Dewi meraup uang yang berserakan tersebut dengan kedua tangannya, lalu berjalan menjauhi pos sekurity dan berhenti tepat di samping 'depot' jamu bang Ucup, yang tangah melayani beberapa orang pembeli.
Diletakkannya kembali uang yang barusan diraupnya ke aspal. Lalu meninggalkannya bersama teman-temannya, yang berusaha saling mendahului, memungut dan merapikan uang yang bertumpuk jadi satu.
Dewi berjongkok di sampingBaim, yang masih tertidur pulas di dekat road barriers. Tangannya menepuk beberpa ekor nyamuk yang hinggap di pipi dan kening anak kecil tersebut. Dirapikannya karung yang menyelimutu tubuh bocah itu, lalu kembali menghampiri teman-temannya.
"Horeee..., ada duit Gobanan!" Bulukberjingkrak-jingkrak, sambil mengibas-ibaskan selembar uang lima puluh ribuan di atas kepalanya.